Rabu, 26 Oktober 2016

Aliran Khawarij

Aliran Khawarij Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi ini, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Adapun yang dimaksud khhawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang shiffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok boghot (pemberontak) Muawiyyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Rasulullah SAW wafat dan beliau tidak menentukan siapa penggantinya dan tidak pula menjelaskan bagaimana cara memilihnya. Maka dari itu kaum muslimin menghadapi persoalan yang sangat berat dan benar-benar akan menentukan sukses atau gagalnya kehidupan politik mereka di kemudian hari. Setelah Rasululloh SAW wafat, kaum muslimin merasa perlu untuk memikirkan penggantinya. Dalam pertemuan di majlis bani sa’idah, segolongan kaum muslimin menyatakan bahwa khalifah itu harus dari golongan anshor. Sedang golongan lain berpendapat bahwa khalifah harus berasal dari golongan Muhajirin. Ali bin Abi Thalib ra tidak hadir dalam pertemuan itu, sebab beliau beserta keluarganya tengah sibuk mempersiapkan pemakaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu setelah Abu Bakar dilantik ada beberapa sahabat yang kurang setuju, sehingga memunculkan pendapat ketiga, yaitu khalifah harus dari keluarga Nabi SAW. Keluarga Nabi yang paling pantas adalah Ali bi Abi Thalib. Sebab dialah orang yang pertama masuk Islam, dan suami Fatimah putri Nabi SAW. Maksud fihak ketiga ini tidak mendapat tanggapan dari Ali ra dan akhirnya mengakui kekhalifahan Abu Bakar ra. Ketika Ustman ra menjadi khalifah, pendukung Ali ra mulai kurang senang, karena kebanyakan pembantu Ustman dalam pemerintahan dari keluarga umayyah. Jadi mereka ini memerintah sebagai golongan Umawy, bukan sebagai bangsa arab. Pada akhir pemerintahan Ustman ra terdapat golongan yang bergerak dibawah tanah yang menuntut agar Ustman turun dari khalifah dan diserahkan kepada yang lain. Dalam gerakan ini terdapat pendukung Ali ra. Ketika Ustman terbunuh, maka mayoritas umat Islam melantik Ali ra. Akan tetapi pengangkatan Ali mendapat perlawanan dari sahabat Thalhah, Zubair dan Muawiyah, mereka menuduh Ali ikut terlibat dalam pembunuhan Ustman, atau setidaknya membiarkan Utsman terbunuh. Dalam situasi yang gawat ini, ada sebagian sahabat yang tidak mau membai’at. Thalhah dan Zubair terbunuh dalam perang jamal. Sedangkan Muawiyah sulit dipatahkan karena memiliki tentara yang kuat. Antara Ali dan Muawiyah pernah terjadi perang ‘siffin’. Ketika Muawiyah merasa bahwa kekalahan akan menimpa dirinya, maka ia memerintahkan tentaranya untuk mengangkat Al Qur’an dengan tombak sebagai tanda minta damai dan al Qur’an sebagai pedomannya. Inilah yang melatar belakangi munculnya aliran Khawarij. Khawarij artinya orang-orang yang keluar dari Ali bin Abi Tholib. Dan merupakan aliran teologi pertama yang muncul dalam dunia Islam. Aliran ini mulai timbul pada abad ke 1 H (abad ke 8 M) pada masa pemerintahan Ali bin Abi Tholib. Kemunculannya dilatar belakangi oleh adanya pertikaian politik antara Ali dan Muawiyah bin abi Sufyan. Muawiyah menolak memberikan baiat kepada Ali bin Abi Tholib yang terpilih sebagai khalifah sehingga Ali bin abi Tholib mengerahkan bala tentara untuk menggempur Muawiyah. Muawiyah juga mengumpulkan pasukannya untuk menghadapi Ali bin Abi Tholib. Kedua pasukan bertemu/berperang dengan nama perang shiffin. Khawarij merupakan aliran / kelompok pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang shiffin dengan kelompok Bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah. Golongan ini disebut juga : “as surat” (penjual) yaitu golongan yang mudah menjual diri untuk Tuhan semata-mata, dengan mengambil firman Allah : Artinya : Dan di antara manusia ada yang menjual (mengorbankan dirinya) karena mencari kerelaan Allah. dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. Al Baqarah : 207) Kelompok Khowarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada difihak yang benar karena Ali merupakan khalifah yang sah yang telah di bai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada difihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Menurut estimasi Khawarij, pihak Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyyah, kemenangan yang hamper diraih menjadi hilang. Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At Tamimi dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al Asytar (komandan pasukan) untuk menghentikan peperangan. Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam) nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka baralasan Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirimkan Abu Musa Al Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Dalam sejarah Islam, usaha perdamaian itu dikenal dengan “Majlis Tahkim” dalam persengketaan yang terjadi antara Ali dan Muawiyyah pada perang shiffin, suatu tempat di tepi sungai Efrat, hasil tahkim tersebut memunculkan kesepakatan bahwa Ali dipecat dari kursi kekhalifahan dan Muawiyyah ditunjuk sebagai penggantinya. Setelah Muawiyyah dilantik menjadi khalifah inilah muncul aliran Khawarij, Syi’ah dan Murji’ah. Bermula dari persoalan politik akhirnya berubah menjadi persoalan teologis.

http://fathulnawal.blogspot.co.id/2012/08/aliran-aliran-ilmu-kalam-dan-dokrinnya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar