Rabu, 26 Oktober 2016

Leluhur Limbangan Garut

LELUHUR LIMBANGAN GARUT
( BAGIAN 1 )
oleh Achmad Djubaedi
A.  Silsilah Rundayan Raja-raja Galuh, Sunda  dan Pajajaran.
Pada  Rundayan  Silsilah Asal Usul Limbangan, Catatan Silsilah  Cinunuk Hilir ( Wanaraja Garut ), Silsilah Menak-menak Limbangan, Sajarah Cikundul (Cianjur ), Cirebon, Kuningan, Panjalu, Galuh Kertabumi, Ciamis, Banten, atau yang lain-lainnya, semuanya selalu mencantumkan nama Prabu Siliwangi sebagai salah satu  leluhurnya.
Misalnya  rundayan menurut versi Sajarah Cirebon susunan Rd. Sastrapraja mulai dari Ciung Wanara sampai dengan  Prabu Siliwangi, urutannya adalah sebagai berikut :
1.    Ciung Wanara
2.    Dewi Purbasari
3.    Prabu Linggahiyang
4.    Prabu Linggawesi
5.    Prabu Wastu
6.    Prabu Susuk Tunggal
7.    Prabu Anggalarang
8.    Prabu Siliwangi
Rundayan menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, urutannya sebagai berikut :
1.  Ciung Wanara
2.  Kidang Kancana
3. Linggahiyang
4. Linggawesi
5. Prabu Linggawastu
6. Prabu Susuk Tunggal
7. Prabu Anggalarang
8. Prabu Siliwangi
Menurut kedua naskah tersebut, Prabu Anggalarang sebutan dalam pantun bagi Prabu Dewa Niskala ( Raja Galuh/ Kawali 1475 – 1482 M ) adalah putra Prabu Susuk Tunggal ( Raja Sunda/ Bogor 1382 – 1482 M ). Padahal sebagaimana tersurat pada Prasasti BatuTulis Bogor ( yang dibuat oleh Prabu Surawisesa pada tahun 1533 M ), bahwa   Prabu Dewa Niskala adalah putra Maharaja  Linggawastu Kancana  (1371 – 1475 M )  dan cucu  Maharaja Linggabuana ( 1350 -1357M ) yang gugur di Bubat.
Prabu Susuk Tunggal dan Prabu Dewa Niskala, keduanya adalah putra dari Maharaja Lingga Wastukancana  ( lain ibu ).
 Karena Prabu Jaya Dewata menikah dengan saudara misannya, yaitu Nyai Kentring Manik Mayang Sunda putri Prabu Susuk Tunggal, maka beliau selain sebagai putra mahkota Galuh  juga menjadi Putra  Mahkota Kerajaan sunda ( Bogor ). Dengan demikian Prabu Jaya Dewata adalah pewaris dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Galuh - Kawali  dan Kerajaan Sunda – Bogor.
 Ketika Prabu Jaya Dewata diangkat sebagai Raja Galuh – Kawali, juga beliau sebagai Raja Sunda - Bogor. Saat itulah Kerajaan Sunda dan Galuh bersatu kembali ( Kerajaan Sunda – Galuh ),dimana beliau sebagai rajanya dengan gelar Sri Baduga Maharaja/ Prabu Siliwangi (1482- 1521 M ).  Masyarakat Sunda menyebut Kerajaan Sunda – Galuh itu dengan nama Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Nama Pajajaran sebenarnya adalah nama Keraton di Kerajaan Sunda yang dahulu dibuat lebih kurang 1330 tahun yang lalu oleh Prabu Tarusbawa, menantu Linggawarman ( Raja Tarumanagara ke 12  tahun 666 – 669 M ).  Beliau adalah pendiri Kerajaan  Sunda pada 670 M dan  sebagai Raja Galuh Pertama ( 670 – 723 M ).
Selama kurang lebih 9 abad  ( abad 7 – abad 16 ) Keraton Pajajaran ini digunakan oleh raja-raja Sunda  dan raja-raja Pajajaran, sampai ditinggalkannya oleh Raja-raja Pajajaran terakhir  ( Prabu Nilakendra dan Prabu Ragamulya ), karena ada serbuan dari tentara Banten ( tentara Surosowan ) yang dipimpin oleh Maulana Hasanudin dan dilanjutkan oleh Maulana Yusuf.  
Pajajaran sebagai nama kerajaan dimulai pada masa pemerintahan Sang Haliwungan ( Prabu Susuk Tunggal ) ( 1382 – 1482 M ).(Yoseph Iskandar : 226 ).
Apabila yang dimaksud Prabu Linggawesi itu pada Rundayan tersebut di atas adalah Maharaja Linggabuana  ( Sang Mokteng ing Bubat )  yang memerintah Kerajaan Sunda Galuh ( 1350 – 1357 M ) ayah dari Maharaja Linggawastu ( 1375 – 1475 M ), dan Prabu Linggahyang itu Prabu Linggawisesa ( 1333 -1340 M), apakah mungkin Prabu Linggahiyang ( Raja Sunda – Galuh 1333 – 1340  M ) putranya Dewi Purbasari/ SangManistri  Raja Galuh 783 -799 M ) ?
Urutan rundayan dari Prabu Siliwangi ke atas, memang akan sampai pula ke Dewi Puspasari ( dalam cerita Lutung Kasarung namanya adalah Dewi Purbasari )  putra dari Ciung Wanara   atau Sang Manarah Raja Galuh 739  - 783 M ). Atau juga akan sampai kepada Rahyang Banga  Raja Sunda 739 – 766 M.
Ketika penyusun pada tanggal  20  Pebruari 2006  datang mengunjungi Bapak Drs. H. Jaja Sukarja (  mantan Kasi Kebudayaan Dikbud Kab. Ciamis ) di rumahnya ( setelah pulang dari Panjalu Camis ), beliau menceritakan Ciamis tempo dulu, diantaranya menjelaskan Sejarah Galuh dan cerita atau dongeng  Ciung Wanara dan Lutung Kasarung.  Beliau memberikan respons yang positip, bahwa penulis sedang menelusuri leluhur Limbangan khususnya, umumnya leluhur “ Urang Sunda “.
Dewi Purbasari dan Sang Manarah atau Rahyang Banga yang terkenal dalam cerita Pantun “ Lutung Kasarung “ dan “ Ciung Wanara “. Menurut beliau Ciung Wanara adalah Raja di Kerajaan Galuh demikian pula Dewi Purbasari, sedangkan Aria Banga  atau Rahyang Banga  adalah Raja di Kerajaan Sunda.
Aki Balangantrang yang tersebut pada Pantun “ Ciung Wanara “ menurut Drs. H. Jaja Sukarja dalam buku susunannya “ Situs Karangkamulyan “  dan Sejarah Jawa Barat  susunan Drs. Joseph Iskandar, namanya adalah Bimaraksa (  Patih Galuh ) kakek  dari Naganingrum ibu dari Sang Manarah atau  Ciung Wanara.  Bimaraksa adalah putra Jantaka (Raja Resi Wanayasa Bojonggambir ) cucu Wrettikandayun ( Pendiri Kerajaan Galuh  670 M ). Beliau adalah Eyang buyut dari  garis ibu (  Naganingrum ) Sang Manarah ( Ciung Wanara ).
Wrettikandayun menurut Sejarah Jawa Barat adalah putra bungsu Sang Kandiawan, Raja Kendan ( 597 – 612 M ) putra Raja Suraliman Sakti ( 568 – 597 M ). Raja Suraliman Sakti adalah cucu Raja Suryawarman ( Raja Tarumanagara 535 – 561 M ) dan sebagai menantu Raja Kundungga ( Raja Kutai ). ( Yoseph Iskandar : 105 ).
Hal  ini dibenarkan pula oleh   Maharaja Srinala  Pradita Alpiansyah Rechza Fachlevie Wangsawarman   ( Pemangku Adat, Raja Kutai  Mulawarman Kalimantan Timur  ) yang pernah datang ke Padepokan “Ki Garut” di Kp. Gugunungan  Kelurahan  Margawati  Kec. Garut Kota  Kab. Garut  pada tanggal 21Pebruari 2010.  
Raja Suraliman Sakti ( 568 – 597 M )  adalah saudara sepupu Rakryan Sancang  ( lahir 591 M ) putra Raja Kertawarman  ( Raja Tarumanagara 561 – 618 M ). Menurut Kang Deddy  Effendie , Rakryan Sancang  inilah yang sering dirancukan dengan putra Sri Baduga Maharaja, yaitu  Raja Sangara, yang menurut Babad Godog  terkenal dengan sebutan Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat Suci.
Berdasarkan urutan Rundayan Silsilah, dari Ciung Wanara atau Sang Manarah ( 739 – 793 M ) sampai  Prabu Linggahiyang ( 1333 -  1350 ), menurut naskah Wangsakerta terhalang lebih kurang 20 generasi, yaitu urutan Raja-raja Galuh, Sunda dan Sunda Galuh. Apalagi bila dimulai dari Raja-raja Salakanagara kemudian Tarumanagara, yang menurut Naskah Wangsakerta termasuk leluhur Raja-raja Galuh, Sunda, Sunda Galuh dan Pajajaran.
Menurut Sejarah Jawa Barat susunan Drs. Yoseph Iskandar, Raja Sanjaya  (Raja Sunda Galuh 723 – 732 M ) cicit Wrettikandayun, pendiri Kerajaan Galuh ( 670 M )  adalah     Pendiri Dinasti  Sanjaya 732 M di Jawa Tangah.
 Dari Putri Sudiwara putra Dewasinga ( Kalingga Selatan ), Raja Sanjaya  menurunkan Raja – raja Kalingga Utara ( Bumi Mataram )  antara lain :
1.    Rakai Panangkaran ( 754 – 782 ) putra Sanjaya.
2.    Rakai Balitung ( 898 – 910 ) keturunan Sanjaya
3.    Rakai Wawa ( 924 – 929 ) menantu Rakai Balitung ( Drs. Yoseph Iskandar : 326 ).
Raja - raja Mataram Jawa  Timur, yaitu :
1.    Mpu Sindok  ( 939 – 947 ) menantu Rakai Wawa
2.    Sri Isana Tunggawijaya  ( 947 – 967 ) putra Mpu Sindok, ibunya keturunan Sanjaya.
3.    Makutawangsawardana ( 967 – 991 ) putra  Sri Isana Tunggawijaya.
4.    Airlangga ( 1016 – 1042 ) putra Mahendradata cucu Sri Isana Tunggawijaya dan ayahnya adalah Prabu Udayana dari Bali ( Drs. Yoseph Iskandar : 326 ).
Raja-raja yang pernah berkuasa di Karajaan Mataram ( Kediri ) Jawa Timur adalah sebagai berikut :
Raja-raja yang pernah berkuasa di Karajaan  Kediri  ( Jawa Timur )  * )
1.    Sri Jayawarsa ( 1104 – 1115 ) putra menantu Airlangga, Samarotsaha Kamakesana ( Janggala  1049 – 1104 )
2.    Sri Kameswara I ( 1115 – 1130 ) putra Sri Jayawarsa.
3.    Sri Jayabaya ( 1130 – 1160 )  putra Sri Kameswara I.
4.    Sri Sarweswara ( 1160 – 1171 ) putra Sri Jayabaya.
5.    Sri Aryeswara (1171 – 1181 ) putra Sri Sarweswara
( Dalam wawacan beliau terkenal dengan nama " Angling Darma " )
6.    Sri Gandra ( 1181 – 1185 )  putra Sri Aryeswara.
7.    Sri Kameswara II ( 1185 – 1194 ) putra Sri Gandra
8.    Sri Sarweswawa II ( 1194 – 1200 ) putra Sri Kameswara II.
9.    Sri Kertajaya ( 1200 – 1222 ) putra Sri Sarweswara II, Raja Kediri terakhir. ( Drs. Yoseph Iskandar : 327 ).
Keterangan :
 * )  Dalam cerita kentrungan, yaitu cerita tradisional klasik orang Jawa Timur, disebutkan bahwa Kerajaan Galuh Besar dari tatar Sunda  (yaitu sebelum Galuh dibagi dua, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh ), kekuasannya sampai ke wilayah Timur. Jawa Tmur juga termasuk Galuh.  Di daerah Surabaya ada nama kampung Galuhan. Orang Galuhan ( Surabaya ) sampai sekarang tetap mengaku bahwa leluhur mereka dari Galuh (Tatar Sunda).  ( Ujung Galuh  7 : 54 ).
           Dan setelah itu barulah berdiri Kerajaan Singosari ( 1222 M ), Majapahi (1293 M ), Demak ( 1518 M ),  Pajang dan Kesultanan Mataram.
Kembali kepada Leluhur Prabu  Jaya Dewata  ( Prabu Sliwangi ),  hampir semuanya  dimulai dari Ratu Galuh., tetapi siapa asal mulanya, kapan awal keberadaannya, bagaimana riwayatnya, bagaimana bahasanya, keyakinannya dan apa saja kekayaan seni budayanya dan sebagainya, pada buku-buku Silsilah tidak disebutkan.
Menurut almarhum Bapak Sobarnas - Ketua Simpay Tresna Garut, hal tersebut disebabkan karena kepentingan Sejarah belum menjadi kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat Sunda dalam membuat Sejarah atau Silsilah Leluhurnya, masih lewat cerita Legenda, Babad, Pantun, Wawacan dan sebagainya. Tetapi apabila mengingat kepentingan  “Kebudayaan Sunda ", yang sampai sekarang masih meraba-raba, Sejarah dapat dijadikan landasan yang kuat untuk menentukan  " Nilai Budaya ".  (Sobarnas : 53 ).
Pada pelajaran Sejarah Indonesia di SD dan SMP  tahun 60-an, para siswa SD  atau SMP di wilayah Pasundan (  Jawa Barat ), lebih hapal nama-nama Raja Kalingga, Kediri, Janggala, Singosari, Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram   di Jawa Tengah dan Jawa Timur daripada nama-nama Raja Tarumanagara, Galuh, Sunda atau Pajajaran, Sultan-sultan Cirebon dan Banten. Atau paling tidak di Jawa Barat  hanya mengenal nama Raja Purnawarman ( Tarumanagara ),  Sri Baduga Maharaja dan Raja Samian atau Raja Surawisesa ( Pajajaran ).
Padahal  “ urang Sunda “  tidak ada bedanya dengan suku-suku bangsa lainnya di Nusantara ( Indonesia ) seperti Jawa, Aceh, Minangkabau dan lain-lainnya. Oleh sebab itu “ urang Sunda “  ( Jawa Barat, Banten dan Jakarta ) sama dengan suku-suku lainnya mempunyai “ hak Sejarah “. 
Bahkan kerajaan besar di  Jawa Timur, yaitu Majapahit dari mulai Raden Wijaya ( 1293 – 1299 M ) sampai Brawijaya V atau Prabu Kertabumi  ( 1447 – 1451 ) tercantum dalam pelajaran Sejarah Indonesia. Padahal menurut  Joseph Iskandar, Raden Wijaya  adalah putra Rahiyang Jayagiri dan cucu dari Prabu Darmasiksa, Raja Sunda Galuh Galunggung, 1157 – 1297 M.
Atau mungkin sebagaimana dituturkan oleh kang Aan  Merdeka Permana dari Majalah Sunda Ujung Galuh, yang terjemahannya sbb : “ Bila mengikuti kehendak ilmuwan, dimana sejarah itu harus ada bukti arkeologi dan catatan tertulis ( prasasti, catatan kuno dan sebagainya ), itulah kekurangan  “sejarah Sunda “, kekurangan bukti otentik. Untuk ukuran sejarawan/ilmuwan, mungkin dianggapnya bahwa orang Sunda ( Jawa Barat – pen. ) tidak mempunyai sejarah sebab semuanya hanya dianggap cerita/dongeng. Apakah betul ? “ (  Ujung Galuh 06/2008 : 4 ).
B. Seuweu siwi Sri Baduga Maharaja ( Prabu Siliwangi ).
Adapun putra - putri Prabu Jaya Dewata/Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi yang  menurunkan seuweu siwi Keluarga Besar Cirebon, Banten. Galuh, Karawang, Limbangan ( Garut ), Cianjur ( Cikundul ), Bandung Timbanganten dsb, sebagaimana tercatat dalam buku Sejarah Jawa Barat/ Sejarah Cirebon – Banten/ Sejaran Timbanganten/ Sejarah Panjalu – Ciamis, Sejarah Limbangan, Sejarah Karawang  dll diantaranya  sebagai berikut :
I. Rd. Walangsungsang ( Pangeran Cakrabuana ) ( Lahir tahun 1423 M ).
    Pangeran Cakrabuana  adalah pendiri dan Raja Caruban Larang ( 1456 – 1479 M ) dengan diberi gelar oleh ayahnya “ Sri Mangana “.
Banyak sejarawan mengatakan bahwa,  berdirinya kerajaan-kerajaan Islam ( Cirebon, Demak dan Banten ) adalah juga tanda masuknya Islam ke tanah Jawa.  Padahal Kesultanan Cirebon,  bagaimana mungkin terbentuk  tiba-tiba, tanpa menyiapkan  basis sosial masyarakat muslim  yang telah mengakar dan tersebar di sepanjang pesisir  Utara wilayah Cirebon.  Mungkin beberapa puluh tahun sebelum Pangeran Walangsungsang lahir,  masyarakat Islam telah menetap dan tinggal membentuk komunitas  bersama dengan masyarakat yang lainnnya ( KH Rahmat Abdullah-ed. ).
Bahkan menurut Pak H. Jaja Sukarja  ( mantan Kasi  Kebudayaan Dikbud Ciamis ), ada putra Bunisora (  saudaranya  Maharaja Linggabuana – Sang Mokteng ing Bubat ) , yaitu Bratalegawa yang  telah memeluk agama Islam dan menikah dengan wanita Gujarat  India ( Farhana binti Muhammad ). Bratalegawa  adalah seorang saudagar dan setelah menunaikan ibadah  haji dengan isterinya,    ia mendapat julukan Haji Baharuddin Al Jawi.
Menurut Yoseph Iskandar, sebagai haji pertama di Kerajaan Galuh, ia dikenal dengan Nama Haji Purwa Galuh. Walaupun Haji Purwa beserta anak cucunya berbeda agama, ketika Prabu Wastu Kancana menjadi raja, dia tidak memusuhinya. Hubungan kekeluargaan mereka harmonis, sebab Haji Purwa adalah adik sepupunya dan sekaligus kakak ipar Prabu Niskala Wastu Kancana. ( Yoseph Iskandar : 250 ).
Kalau menurut silsilah, Bratalegawa atau Haji Baharuddin Al  Jawi masih  termasuk  eyang/ kakek  (  aki ti  gigir – sd )  dari   Pangeran Walangsungsang  (cucu dari  Ratu Mayangsari  saudaranya  Bratalegawa ).
           Putranya Pangeran Walangsungsang adalah Nyi Pakungwati yang menikah dengan saudara sepupunya Syarif Hidayatullah putra Syarif Abdullah dari Ny.Hj. Syarifah Mudaim ( Nyimas Rara Santang ).
           Pada tahun 1529 M beliaulah yang memimpin tentara gabungan Cirebon dan Demak ke Kerajaan Maja dan Talaga yang selanjutnya dlanjutkan oleh Fatahillah ( menantu Syarif Hidayatullah ).
II. Ny. Hj. Syarifah Mudaim ( Nyimas Rara Santang ) ( Lahir 1426 M ).
    Ny. Hj. Syarifah Mudaim adalah saudaranya Rd. Walangsungsang. Setelah ibunya ( Nyai Subanglarang ) wafat, bersama kakaknya ( Pangeran Walangsungsang ) meninggalkan Pakuan pergi ke Cirebon dan  menjadi murid Syekh Dzatuk Kahfy dan beberapa tahun kemudian pergi bersama kakaknya menunakan ibadah haji ke Mekah.
    Di kota Suci Mekah kedua kakak beradik itu  bermukim beberapa bulan  di rumah  Syekh Bayanullah sambil menambah ilmu Agama Islam. Di sinilah terjadi peristiwa penting, yaitu dinikahinya Ratu Rara Santang oleh seorang pembesar Kota Isma’iliyah bersama Syarif Abdullah  bin Nurul Alim dari suku Bani Hasyim. Pada masa itu Pusat Pemerintahan Islam berada di Istambul Turki. Dan untuk lebih dekat dengan lingkungan, maka Syarif Abdulah mengganti nama Rara Santang dengan nama Syarifah Mudaim. Dari perkawinan itu kemudian dikaruniai dua orang putra, masing-masing Syarif Hidayatulah dan Syarif Nurulllah ( Hasan Basyari : 12 ). Syarif Abdullah bin Syekh Nurul Alim adalah saudara sepupu Syekh Rahmatullah  bin Syekh Ibrahim Al Ghazi ( Sunan Ampel ), keduanya adalah cucu Syekh Jamaludin Kubro Al Husein.
    Syarif Hidayatulah yang pada tahun 1479 M menggantikan  Pangeran Cakrabuana ( Pangeran Walangsungsang ) ( karena usianya sudah sepuh – pen. ) sebagai Sultan Cirebon dengan gelar Susuhunan atau Sunan. 
Menurut salah satu sumber ketika itu  kakek beliau ( Sri Baduga  Maharaja/ Prabu Sliwangi ) mengirimkan paket kayu jati, yang sekarang masih ada tersimpan  di kompleks Gunung Sembung yang dikenal dengan sebutan Balemangu Pajajaran.
    Syarif Hidayatullah  atau  Sunan Gunung Jati ( Sultan Cirebon 1482 – 1552  ) adalah yang menurunkan para Sultan  Cirebon dan seweu-siwinya.
    Para Sultan Cirebon, sejak Syarif Hidayat sebagai berikut :
1.    Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati ( 1482 – 1552 )
2.    Moch. Arifin ( Pangeran Pasarean ) 1552 – 1555 M
3.    Pangeran Sawarga/Aria Kamuning/Dipati Cirebon
4.    Panembahan Ratu
5.    Pangeran Made Gayam
6.    Pangeran Adiningkusumah/Pangeran Girilaya
7.    Pangeran Martawijaya/Raja Syamsudin/Kasepuhan, putra 6
8.    Pangeran Kertawijaya/Raja Badrudin/Kanoman, putra 6
9.    Pangeran Wangsakerta, putra 6 ( lain ibu  dengan no. 7 + 8 )
     Makam Syarif Hidayatullah berada di kompleks permakaman Gunung Sembung Cirebon. Ada wasiat Syarif Hidayatulah ( Sunan Gunung Jati ) yang ditujukan bagi seuweu siwinya pada khususnya dan umat Islam ada umumnya, yang bunyinya “ Ingsun titip tajug lan fakir- miskin “.
Nama Sunan  Gunung Jati sering dirancukan dengan Fatahilah menantunya, yang memimpin tentara gabungan Demak dan Cirebon ketika merebut pelabuhan Sunda Kalapa pada tahun 1527 M.
Menurut Silsilah, sebenarnya Fatahillah bukan  Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, tetapi keduanya ada hubungan kekerabatan.  Kakek Syarif Hidayatullah dari ayah ( Syarif Abdullah ), yaitu Syekh Ali Nurul Alim dengan kakek buyut Fatahillah, yaitu Syekh Barkat Jainal Alim masih bersaudara, putra dari Jamaludin Al Kubro ( Campa ).
III. Raja Sangara  ( Lahir 1428 M ).
 Menurut Sejarah Cirebon, beliau datang ke Cirebon bersama dengan ayahnya ( Prabu Jaya Dewata ) ketika memberikan gelar “Sri Mangana “ kepada  kakaknya ( Pangeran Cakrabuana ) sebagai Raja Caruban Larang.
Mungkin Raja Sengara setelah bersama-sama berkumpul dengan kakaknya ( Prabu Walangsungsang ) , beliau menjadi murid dari Syekh Dzatul Kahfy pula. Raja Sangara menuntut ilmu Islam dan mengembara hingga ke Timur Tengah. Kemudian menyebarkan agama Islam di tatar selatan dengan sebutan Prabu Kian Santang (Sunan Rohmat).
Rajasengara menurut Sejarah Limbangan atau Sejarah Godog terkenal dengan sebutan Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat. Raja Sangara inilah yang kelak menjadi penyebar dan pengembang agama Islam di pedalaman wilayah Galuh, yang pusatnya di daerah Godog Suci Karangpawitan Garut,  tepatnya di wilayah Keprabuan Galeuh Pakuan - Limbangan yang penguasanya masih keturunan dari Sri Baduga Maharaja, yaitu Adipati Limansenjaya atau Sunan Cipancar.
Catatan : 
Menurut Sejarah Jawa Barat, Nyai Subanglarang  adalah saudara sepupu Prabu Jaya Dewata. Beliau adalah putra Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Muarajati Cirebon ( menggantikan kakaknya Surawijaya Sakti )  yang telah memeluk agama Islam. Ki Gedeng Tapa mengirimkan putranya untuk menjadi santri Syekh Quro ( Syekh Hasanudin ) Karawang.
Ketika itu daerah Karawang, Subang ,Purwakarta dan Majalengka masih termasuk  wilayah  Kerajaaan Sindangkasih ( dibawah Kerajaan Sunda Galuh ) yang ketika itu rajanya adalah  Maharaja Wastu Kancana  ( 1371 – 1475 M ) ayah dari kelima putranya, yaitu  Prabu Susuk Tunggal, Prabu Dewa Niskala, Surawijaya Sakti, Ki Gedeng Sindangkasih dan Ki Gedeng Tapa.
Syekh Quro adalah sesepuh pesantren pertama di pesisir Utara wilayah Kerajaan Sunda Galuh tahun 1428 M. Ketika menikah dengan Nyai Subanglarang, Prabu Jaya Dewata  masih remaja dengan nama Raden Pamanah Rasa atau Keukeumbingan Raja Sunu.
Adapun “ guru agama Islam “ putra-putranya sebagaimana tsb.di atas, adalah Syekh Idlofi / Syekh Dzatuk Kahfi/ Syekh Nurjati, seorang ulama keturunan Hadramaut yang berasal dari Mekah dan menyebarkan agama Islam di berbagai daerah di Kerajaan Sunda ( Jawa Barat ) dan selanjutnya menjadi sesepuh pesantren Pasambangan  Gunung Jati Cirebon.
Salah satu cicit Syekh Dzatuk Kahfy adalah Pangeran Panjunan ( Syekh Abdurahman ). Cucu Pangeran Panjunan adalah  Pangeran Santri ( Ki Gedeng Sumedang ) putra Pangeran  Muhammad ( Pangeran  Panjunan ).
Pangeran Santri  ( Ki  Gedeng Sumedang )  adalah isteri dari Nyimas Ratu Inten Dewata ( Ratu Pucuk Umum Sumedanglarang ).
Dari Nyimas Ratu Inten Dewata ( Ratu Pucuk Umum Sumedanglarang ), Pangeran Santri dikaruniai  6 orang putra, diantaranya yaitu :
1.    Pangeran Angkawijaya ( Prabu Geusan Ulun ).
2.    Santowan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden, Pamanukan dan Subang dll
Dari garis ibu dan neneknya Prabu Geusan Ulun adalah keturunan Bimaraksa ( Patih Galuh ) atau Aki Balangantrang yang menurunkan putra Prabu Guru Aji Putih, yang rundayaannya sebagai berikut :
1.    Prabu Guru Aji Putih- Kerajaan Tembong Agung – Darmaraja
2.    Prabu Tajimalela/Prabu Agung Resi Cakrabuana
3.    Prabu Gajah Agung/Wirajaya/Sunan Pagulingan
4.    Sunan Guling/Mentalaya
5.    Sunan Tuakan/Tirtakusumah
6.    Nyimas Ratu Isteri Patuakan 1450 – 1530 M, isteri Sunan Corenda
7.    Nyimas Ratu Inten Dewata/Dewi Setyasih/ Ratu Pucuk Umum  1530 – 1578, isteri Pangeran Santri.
8.    Prabu Geusan Ulun
Dari kakeknya garis ibu Prabu Geusan Ulun adalah keturunan Suryadewata atau Batara Gunung Bitung ( pamannya Maharaja Linggabuana, Raja Sunda Galuh ), yang rundayaannya sebagai berikut :
1.    Suryadewata ( Batara Gunung Bitung )
2.    Sudayosa ( Kang katetek ing wanaraja )
3.    Darmasuci ( Raja Talaga )
4.    Sunan Talagamanggung
5.    Ratu Simbarkancana, isteri Kusumalaya ( adiknya Prabu Jaya Dewata  ( Sri Baduga/Prabu Siliwangi )
6.    Batara Sakawayana ( Sunan Corenda ), suami Nyimas Ratu Isteri Patuakan
7.    Nyimas Ratu Inten Dewata/Dewi Setyasih/ Ratu Pucuk Umum  1530 – 1578, isteri Pangeran Santri.
8.    Prabu Geusan Ulun
Dari garis laki-laki Prabu Geusan Ulun adalah keturunan Syekh Dzatuk Kahfy,  yang rundayaannya sebagai berikut :
1.    Syekh  Dzatuk Kahfy
2.    Pangeran Panjunan ( Syekh Abdurahman )
3.    Pangeran Muhammad
4.    Pangeran Kusumadinata/Pangeran Santri, suami Nyimas Dewi Inten Dewata ( Ratu Pucuk Umum Sumedang )
5.    Prabu Geusan Ulun
Kelak  keturunan  Pangeran Angkawijaya  atau Prabu Geusan Ulun  (Raja Sumedanglarang 1578 – 1601 M ) secara turun temurun menjadi para Bupati Sumedang kecuali 1 ( anak tiri ), 11, 12 dan 13, yaitu sbb :
1.    Pangeran Aria Suriadiwangsa/Pangeran Rangga Gempol I  ( 1601 – 1625 ).  Anak Tiri Prabu Geusan Ulun dari Ratu Harisbaya. Beliau adalah putra dari Panembahan Ratu ( Sultan Cirebon ). * )
2.    Pangeran Rangga Gede ( 1625 – 1633 ) Putra Prabu Geusan Ulun
3.    Raden Bagus Weruh Kusumadinata /Pangeran Rangga Gempol II ( 1633 – 1656 )
4.    Pangeran Rangga Gempol III/Pangeran Panembahan ( 1656 – 1705 )
5.    Dalem Adipati Tanumaja ( 1705 – 1709 ) mertua Dalem Wangsadita I (Bupati Limbangan 3 1740 – 1744 M )..
6.     Pangeran Kusumadinata/Pangeran Karuhun ( 1709 – 1744 )
7.    Dalem Istri Rajaningrat ( 1744 – 1759 ) isteri saudara sepupunya Dalem Surianagara I ( putra Dalem Wangsadita I  Bupati Limbangan 3 ).
8.    Dalem Adipati Kusumadinata /Dalem Anom ( 1759 – 1761 ) Putra 7.
9.    Dalem Adipati Surianagara II ( 1761 – 1765 ) Putra 7.
10.    Dalem  Adipati Surialaga I/ Dalem Panungtung ( 1765 – 1773 ) Putra 7.
11.    Dalem Adipati  Tanubaya ( 1773 – 1775 )  asal Parakanmuncang.
12.    Dalem Adipati  Patrakusumah ( 1776 – 1789 ) menantu 11.
13.    Dalem Aria Sacapati   ( 1789 – 1791 ).
14.    Rd. Jamu/ Pangeran Kusumadinata/Pangeran Kornel ( 1791 – 1828 ) Putra 9.
15.    Dalem Adipati Kusumahyuda I /Dalem Ageung ( 1828 – 1833 )
16.    Dalem Adipati Kusumahdinata/Dalem Alit ( 1833 – 1834 ) putra Dalem Adipati Adiwijaya ( Bupati Limbangan Garut 1813 – 1833 ).
17.    Rd. Tumenggung Suriadilaga/Dalem Sindangraja ( 1834 – 1836 )
18.    Rd. Somanagara/ Pangeran Suriakusumah Adinata/ Pangeran Sugih  (1836 – 1882 ) putra 15.
19.    Pangeran Aria Suriaatmaja/Pangeran Mekah ( 1882 – 1919 )
      20.dst.
* ) Pangeran Rangga Gempol I ( Rd. Aria Suradiwangsa ) adalah mertua Pangeran Kusumadiningrat leluhur Dalem Wirawangsa ( Bupati Sukapura ).
        Adapun Nyi Rd. Rajanagara, kakaknya Pangeran Karuhun/ Kusumadinata putra Dalem Tanumaja menikah dengan Dalem Wangsadita I ( Bupati Limbangan 3 1740 -1744 ) mempunyai putra Dalem Surianagara I ( yang menurunkan para Bupati Sumedang sebagaimana tsb. di atas ), Wangsadita II dan saudara-saudara yang menurunkan para Bupati Limbangan ) ( Riwayat dan Rundayan Dalem Wangsadita I lihat di bawah ).
IV. Prabu Munding Surya Ageung ( Raja Maja )
Menurut Sejarah Panjalu Ciamis,  Prabu Munding Surya Ageung adalah ayah dari Rd.Ranggamantri/Parunggangsa  ( Raja Maja terakhir ). Rd. Ranggamantri selanjutnya menikah dengan  Ratu Dewi Sunyalarang ( Ratu Parung  - 1500 M ) putra Sunan Parung /Batara Sakawayana ( Raja Talaga – 1450 M ) dan akhirnya merangkap sebagai Raja Talaga terakhir. Diislamkan oleh Syarif Hidayatullah tahun 1529 M, Rd. Ranggamantri/Parunggangsa  diberi  julukan “ Pucuk Umum “.
      Rd. Ranggamantri ( + 1530 M ) mempunyai 3 orang putra, yaitu :
1. Prabu Haurkuning
       Prabu Haurkuning adalah Pendiri Kerajaan Galuh Pangauban.  Beliau mempunyai 3 orang putra, yaitu  :
       1 ). Maharaja Upama
              Menggantikan ayahnya sebagai Raja Galuh Pangauban  di Putra Pinggan.
       2 ). Maharaja Cipta Sanghiang
             Menjadi raja di Galuh Salawe ( daerah Cmaragas Sekarang ). Maharaja Cipta Sanghiyang, mempunyai 3 orang putra, yaitu :
              (  1 ). Nyi Tanduran Ageung
                 Beliau adalah isteri Pangeran Rangga Permana putra Prabu Geusan Ulun yang mendirikan Kerajaan Galuh Kertabumi ( Raja Galuh Kertabumi 1585 – 1602 M ).  Menurut catatan Rd. Yusuf Suriadiputra ( Bupati Ciamis 1954 – 1958 M ) salah satu keturunan Rd. Wirasuta ( Bupati Karawang pertama ) bahwa Nyi Tanduran Ageung mendapatkan wilayah sebelah Timur alun-alun Ciamis sekarang meliputi Kec. Ciamis, Cijeungjing (Bojong ), Rancah, distrik Banjar sampai ke sebelah Selatan.
Pangeran Rangga Permana ( Prabu di Muntur ) dengan Nyi Tanduran Ageung berputrakan 2 orang yaitu :
         a.  Maraja Cipta ( Adipati Kertabumi II )
         Beliau adalah mertua Adipati Panaekan ( Bupati Nagara Tengah ).
          b . Rd. Kanduruan Singaperbangsa ( Adipati Kertabumi III )
         Beliau yang menurunkan para Bupati Galuh Kertabumi/ Ciancang, yaitu sbb :
1.    Rd.Adipati Singaperbangsa II atau Rd. Pagergunung dan disebut Adipati Kertabumi IV ( 1618 – 1641 ). Putra Adipati Kertabumi III.
2.    Kanduruan Singaperbangsa III ( Adipati Kertabumi  V ) ( (1641– 1654 ).
3.    Rd. Wirasuta disebut Mas Galak atau Kanduruan Singaperbangsa IV (1654 – 1656 ), Bupati Galuh Kertabumi terakhir,  kemudian pindah ke Karawang menjadi Bupati Karawang 1 dengan gelar Dalem Panatayuda I ( 1679 – 1721 ) putra 2
4.    Rd. Candramerta  ( 1676 - 1681 ) putra 3
5.    Rd. Jayanagara ( 1681 – 1683 ) putra 4
6.    Rd. Puspanagara ( 1683 – 1685 ) putra 4
7.    Panembahan Wargamala ( 1685 – 1700 )
8.    Dalem Candranagara ( 1700 – 1714  ) putra 4
9.    Nyi Rd. Ayu Rajakusumah ( Bupati Istri ) ( 1714 – 1718 ) putra 8
10.    Dalem Kertayana/ Dalem Wiramantri I ( 1718 – 1736 ) suami Nyi Rd. Ayu Rajakusumah.( menantu 8 )
11.    Dalem Wiramantri II ( 1736 – 1762 ) putra 10
12.    Dalem Wiramantri III ( 1762 – 1787 ) putra 11
13.    Dalem Wiramantri IV ( 1787 – 1803 ) putra 12 ( Kabupaten Utama ).
14.    Rd. Demang Wirantaka ( 1803 – 1811 ) putra 13 Bupati terakhir
           Pada tahun 1811 Kabupaten Utama – Ciamis – Banagara disatukan menjadi satu Kabupaten Ciamis, sampai dengan sekarang.    
Keterangan : * ).Karena pada tahun 1679 M daerah Karawang dijadikan Kabupaten, maka beliau yang menjadi Bupati Karawang pertama  (1679 – 1721 M ) dengan gelar Dalem Panatayuda I. Beliaulah yang menurunkan para Bupati Karawang sebagai berikut :
1.    Dalem Panatayuda II ( 1721 – 1732 ).
2.    Dalem Panatayuda III ( 1732 – 1752 ).
3.    Rd. Apun Balon /Dalem Panatayuda IV ( 1752 – 1783 ).
4.    Rd. Singasari /Dalem Panatayuda V   ( menantu 3 ) ( 1783 – 1809 ).
 Dalem Panatayuda V pada tahun 1809 dipindahan menjadi Bupati Brebes  dengan gelar Dalem Singasari Panatayuda I, putranya Rd. Sastrapraja ( Demang Karawang ) menjalankan pemerintahan Kab. Karawang sampai kekosongan Bupati diisi oleh Dalem Surialaga II  ( 1811 – 1813 M ) putra Dalem Surialaga I ( Bupati Sumedang ).
Sejak tahun 1813 – 1821 M pemerintah tidak mengangkat Bupati di Karawang, dan daerah Karawang dipegang oleh RA Sastradipura.  Baru ada tahun 1821 M Kabupaten Karawang didirikan kembali  sampai dengan sekarang.
             (  2 ).  Cipta Permana
                 Beliau adalah Raja Galuh Kawasen  ( 1595 – 1615 M ) yang wilayahnya sebelah Barat alun-alun Ciamis sekarang sampai perbatasan Tasikmalaya ditambah Ciancang dan Pasirjeungjing. Beliau tinggal di Nagara Tengah ( Ciancang ).
Selanjutnya Cipta Permana diganti oleh putranya Dipati Panaekan sebagai Bupati Nagara Tengah. Putranya adalah Dalem Imbananagara, yang menurunkan  para Raja/ Bupati Galuh Imbanagara, yaitu sebagai berikut :
1. Dalem Adipati Panji Jayanagara ( 1635 – 1674 M)
2. Dalem Angganagara ( 1674 – 1678 M )
3. Dalem Anggapraja (  1678 – 1679 ) ( Putra 1 ) 
4. Raden Adipati Angganaya ( 1679 – 1693 ) ( Putra 1 )
5. Dalem Sutadinata ( 1693 – 1706 M ) ( Putra 3 )
6. Dalem Kusumadinata I ( 1727 – 1732 M ) ( Putra 5 )
7. Dalem Jagabaya ( 1732 – 1751 M ) ( Putra 5 )
8 Dalem Kusumadinata III ( 1751 – 1801 M ) ( Putra 7 )
9. Dalem Natadikusumah ( 1801 – 1806 M ) ( Putra 8 )
Setelah Dalem Natakusumah, selanjutnya sebagai Bupati Galuh Imbanagara terakhir adalah Dalem Surapraja ( 1806 – 1811 M ) putra Dalem Suriapraja I (  Rangga Bungsu ) Bupati Limbangan ke 5 ( 1744 – 1755 M ). Menurut  Sajarah Limbangan, beliau terkenal dengan sebutan Dalem Imbanagara. Beliau adalah menantu Tmg.Jengpati I ( keturunan Sanghiyang Permana ).
            ( 3 ). Sanghiyang Permana 
              Sanghiyang Permana meneruskan pemerintah ayahnya di Galuh Salawe.
   Menurut Ds. Jaja Sukarja, Sanghiyang Permana dikaruniai 2 orang putra, yaitu :
                    a. Sangadipati
  Secara turun temurun rundayannya sebagai berikut :
Sangadipati – Rd. Tg. Kabolotan – Nyai  Gede Kaliangis – Kyai Hameng Jaya – Rd. Tmg. Pamulihan – Rd. Tmg.Panembahan.
    Kemudian Rd. Tmg. Panembahan mempunyai 2 orang putra, yaitu :
            1. Rd. Tmg.Wiranagara (  Cibodas ) dan
            2. Rd. Tumenggung Jengpati.
    Rd. Tumenggung Jengpati I adalah Bupati Camis di Cibitu.  Beliau mempunyai 2 orang putra, yaitu :  1. …………….yang dijadikan isteri Dalem Surapraja putra Dalem Suriapraja I ( Bupati Limbangan ke 6 ) cucu Dalem Wangsadita I    Bupati Limbangan 3 ), yang diangkat menjadi Bupati Imbanagara pada tahun  1806 – 1811, sehingga diberi beliau disebut Dalem Imbanagara.  2. Penambahan Sutadirana.
                    b. Rd. Jakkah ( Ciawi )
                        Petualangan Rd. Jakkah telah disusun dalam bentuk cerita wawacan  oleh Rd. Wangsa Muhammad ( Pangeran Papak ) pada pertengan abad 19 M. Beliau adalah  salah seorang sesepuh di Cinunuk Wanaraja Garut, yang masih keturunan Sunan Cipancar Limbangan.
Catatan :
    Pada tahun 1811 M, Kab. Galuh Kertabumi, Galuh Imbanagara dan Kab. Panjalu digabungkan menjadi Kabupaten Ciamis.
                3 ).Sareupeun Agung.
                      Beliau menjadi Raja Cijulang ( Ciamis . Secara  turun temurun rundayannya secara berurutan sbb : Sareupeun Agung – Santowan Kolet -  Kiai Gede Utama – Jengpati Jangabaya – Tmg. Jengpati II ( Bupati Ciamis di
Cibitu ) – Tmg.Jengpati III ( Bupati Ciamis ) – Tmg. Jengpati Wira Utama            ( Bupati Ciamis ).
    Tmg. Jengpati Wira Utama mempunyai 3 orang putra, yaitu :
            1.  Rd. Tmg.Jengpati IV ( Bupati Ciamis )
            2. Rd. Tmg.Jeng Raya 
            3. Rd. Tg. Sacakusuma atau Tmg. Wiramantri ( Bupati Utama ).
    Tmg. Jengpati IV mempunyai putra Rd. Tmg. Jengpati V ( Bupati Ciamis di Pasirmanggu ). Beliau mempunyai  13 orang putra, yaitu :
            1. Rd. Tmg. Jayengpati
            2. Nyi Rd. Dewi Aliya
            3. Rd. Wirakusumah
            4. Rd. Kartanagara
            5. Rd. Sutanagara
            6. Rd. Martanagara
            7. Rd. Adipati Sindungmangga
            8. Rd. Demang Sumapraja
            9. Nyi Rd. Mojadewi
         10. Rd. Praja Wijaya
         11. Rd. Mangkunagara
         12. Nyi Rd. Madu
          13. Rd. Nata Dewi  
2. Rd. Rangga Gumilang
       Rangga Gumilang adalah pendiri Kerajaan Panjalu ( + 1530 M ). Beliaulah yang menurunkan para Raja /Bupati Panjalu.
Para Raja/Bupati Panjalu :
1.    Rangga Gumilang
2.    Lembu Sampulur
3.    Prabu Cakradewa ( Menantu  2 )
4.    Prabu Boros Ngora
5.    Hariang Kuning ( Putra 4 )
6.    Hariang Kencana ( Putra 4 )
7.    Hariang Kuluk Kukunang Teko
8.    Dipati Kariang Kanjut Kandali Kancana
9.    Dipati Hariang Martabaya
10.    Dipati Hariang Kunang Natabaya
11.    Aria Sumalah ( Putra 10 )
12.    Aria Secamata ( Putra 10 )
13.    Rd. Aria Wirabaya ( Putra 11 )
14.    Dalem Wirapraja
15.    Rd.Prajasasana ( Cakranagara I ) ( putra Rd.Aria Wiradipa, cucu 12  )
16.    R.Cakranagara II
17.    R. Cakranagara III ( Bupati Panjalu terakhir ).
Ada Cerita Rakyat Panjalu, bahwa Prabu Boros Ngora bertemu dengan Baginda Ali  sahabat Nabi dan setelah masuk Islam dia diperintahkan  untuk menyebarkan ilmu agama Islam di negerinya dan sebagai kenang-kenangan dia diberi sebilah pedang, cis,pakaian kehajian dan segayung air zam-zam. Cerita rakyat seperti ini hampir mirip dengan cerita mengenai Prabu Kiansantang di Godog ( Suci Karangpawitan Garut ) atau " Sejarah Duhung " di Cinunuk Hilir Wanaraja Garut atau juga “ Wawacan Gagak Lumayung “. Wallohu’alam.
Pada tahun 1819 Kawali, Panjalu dan Rancah resmi menjadi wilayah tatar Galuh dengan ibu kota di Ciamis , berada dibawah pemerintahan Bupati Rd. Adipati Adikusumah ( 1819 – 1839 ). ( H. Djadja Sukardja : 35 ).
Catatan :
Setelah Prabu Jaya Dewata/ Prabu Siliwangi memindahkan pusat kekuasaanya ke Bogor, Kerajaan Galuh di Kawali diserahkan kepada saudaranya Sang Ningratwangi, sebagai Raja Kawali ( 1482 – 1507 M )  kemudian putranya Prabu Jayaningrat ( 1507 – 1529 M ) saudara sepupu Prabu Surawisesa  (  Raja Pakuan Pajajaran 1521 – 1535 M ).
Ketika tahun 1529 M Kerajaan Galuh ( Kawali ) dikalahkan oleh tentara gabungan Demak, akhirnya Kerajaan Galuh Kawali dibawah Kesultanan Cirebon. Raja Galuh Kawali atas penunjukkan Syarif Hdayatullah diangkat Pangeran Dungkut putra Langlangbuana ( Raja Kuningan ) menggantkan mertuanya ( Prabu Jayaningrat )  sebagai Raja Galuh Kawali ( 1529 – 1575 M ).
Setelah Pangeran Dungkut   yang menurunkan para Raja Kawal/ Bupati Kawali sebagai berikut :
1.    Pangeran Bangsit ( Mas Palembang ) ( 1575 – 1592 M )
2.    Pangeran Mahadikusumah ( 1592 – 1643 M ).
3.    Pangeran Usman ( 1643 M ), menantu 2.
4.    Dalem Adipati Singacala ( 1643- 1718 M ), menantu 3.Bupati pertama Kawali.
5.    Dalem Satia Meta ( 1718 – 1745 M ).
6.    Rd. Adipati Mangkupraja I ( 11745 – 1772 M ).
7.    Rd. Adipati Mangkupraja II ( 1772 – 1801 M ).
8.    Rd. Adipati Mangkuparaja III ( 1801 – 1810 M ) Bupati terakhir Kabupaten Kawali.
Pada tahun 1810 M disatukan dengan Kab. Panjalu. ( Drs. Jaja Sukarrja : 34  ).
3.Sunan Wanaperih
     Sunan Wanaperih adalah yang menggantikan Rd.Ranggamantri sebagai Bupati Talaga terakhir.
Cucu Sunan Wanaperih yaitu Aria Wangsa Goparana putra Sunan Cibinong Wanapeurih ( Sunan Ciburang ) yang memulai membabat hutan di tempat yang nantinya menjadi cikal bakal Kota Cianjur. Salah seorang putranya, yaitu Dalem Adipati Aria Wiratanudatar I ( Dalem Cikundul ) sebagai pendiri Kab. Cianjur  dan menjadi  Bupati pertama Kab. Cianjur ( 1567 – 1600 M ).
Beliaulah yang menurunkan para Wiratanudatar ( Bupati Cianjur ), Bogor dan seuweu siwinya.
Salah seorang putra keturunan Dalem Cikundul adalah Rd. Abas putra sulung DAA Wiratanudatar VI. Pada tahun 1833 Rd. Abas ini dibawa ke Sumedang dan dibesarkan oleh Pangeran Kornel ( Bupati Sumedang  1791 – 1828 M), bahkan setelah dewasa ditikahkan dengan keluarganya bernama Nyi Raden Purnama, yaitu putri Tumenggung Kusumadinata (  Bupati Limbangan Garut  1833 – 1834 M ).
Dan selanjutnya ketika  Tumenggung Kusumadinata dipindahkan  ke Sumedang, maka Raden Abas juga  diangkat menjadi Bupati Limbangan Garut mengganti mertuanya dengan gelar Adipati Aria Surianatakusuma ( 1833 – 1871.
Catatan :
Nyimas Ratu Patuakan ( Dewi Sintawati ) putra Sunan Patuakan (keturunan PrabuTajimalela ) adalah menantu Ratu Simbarkancana ( Ratu  Talaga )/Kusumalaya. Kusumalaya adalah adiknya Prabu Jaya Dewata/Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi. 
Ratu Simbarkancana adalah cucu  Pendiri Kerajaan Talaga, yaitu Prabu Darmasuci putra Sudayosa, saudara sepupu Maharaja Linggabuana 1350 – 1357 M ). 
Menurut Drs. Joseph Iskandar, ayah Sudayosa yaitu Prabu Suryadewata putra Prabu Ajiguna Linggawisesa ( Raja Sunda Galuh 1333 – 1340 M ) dari permaisuri Ratu  Umi Lestari.  Prabu Suryadewata tewas ketika sedang berburu di dalam hutan daerah Wanaraja Garut sekarang (  sang mokta ing wanaraja ) (Yoseph Iskandar : 242 ).
Dari Sunan Corenda, Nyimas Patuakan melahirkan seorang putra :  Nyimas Ratu Dewi Inten Dewata atau Dewi Satyasih.
Nyimas Ratu  Inten Dewata/Ratu Pucuk Umum Sumedang ( 1530 – 1578 M ) menikah dengan Pangeran Santri/Pangeran Kusumadinata ( keturunan  Syekh Dzatuk Kahfy )  dan mempunyai  keturunan sebagaimana telah dijelaskan di atas.
V. Prabu Surawisesa
 Ibunya adalah Nyai Kentring Manik Mayang Sunda putra Prabu Susuk Tunggal - Raja Sunda Bogor 1382 – 1482 M ),
 Dalam buku Sejarah Indonesia, namanya adalah Raja Samian. Beliau adalah  Raja Pakuan Pajajaran  1521 – 1535 M menggantikan Sri Baduga Maharaja/ Prabu Siliwangi. Pada taun 1533 M, untuk mengenang ayahnya, Prabu Surawisesa membuat Prasasti Batu Tulis Bogor.
 Petualangan Prabu Surawisesa, diceritakan dalam cerita Pantun/wawacan  dengan nama Guru  Gantangan atau Mundinglaya Dikusumah.
Pada masa Prabu Surawisesa inilah, terjadinya  penyerangan ke  Banten oleh tentara Gabungan Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fatahilah pada tahun 1525.
Setelah beliau wafat secara turun temurun yang memerintah Kerajaan Pakuan Pajajaran adalah  :
1. Dewata Buana ( 1535 – 1543 M ).
2. Ratu Sakti ( 1543 – 1551 M )
3. Prabu Nilakendra ( 1551 – 1567 M )
4. Prabu Ragamulya/Suryakancana ( 1567 – 1579 M ).
           Prabu Ragamulya ini pernah membuat wangsit atau wasiat kepada para ponggawanya dan rakyat Pajajaran yang masih setia, yaitu Wangsit Siliwangi atau  Uga Lebak Cawene ( Sobarnas : 23 ).
           Menurut Kang Aan Merdeka Permana dalam Majalah Ujung Galuh 6 : 65 meriwayatkan bahwa karena beliau  ( Prabu Ragamulya – pen. ) telah merasa bahwa Pajajaran  akan mulai berakhir, maka Prabu Ragamulya telah mengutus putranya Aji Mantri untuk menyerahkan mahkuta raja kepada Prabu Geusan Ulun di Sumedang Larang. Aji Mantri dikawal 4 patih yaitu Jaya Perkosa, Terongpeot, Sayang Hawu dan Suradijaya.
 Pada zaman Prabu Ragamulya Suryakencana  ( Prabu Siliwang terakhir) inilah Pakuan Pajajaran sirna ing bhumi , pada tanggal 11 bulan Wesa tahun 1501 Saka'" bertepatan dengan tanggal 11 Rabiulawal 987 H atau tanggal 8 Mei 1579 M. 
Keraton Pajajaran yang pertama kali dibuat oleh pendiri Kerajaan Sunda, yaitu Tarusbawa sebagaimana telah dijelaskan di atas  dan berdiri selama hampir 900 tahun, sekarang tinggal menjadi  kenangan  “ wargi- wargi Sunda”  (Jawa Barat dan Banten ).
VI.  Surasowan (Adipati Banten )
 Surasowan adalah saudara seibu sebapa dari  Prabu Surawisesa. Nyi Kawunganten putra Surasowan adalah isteri Syarif  Hidayatullah /Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah  dari Nyi Kawunganten dikaruniai 2 orang putra, yaitu Ratu Kalinyamat dan Maulana Hasanudin ( Sultan  Banten 1552 – 1570 M ). Dari Maulana Hasanudin menurunkan para Sultan Banten sebagai berikut :
1.Maulana Yusuf  (1570 – 1580 M )
2. Maulana Muhammad ( 1580 – 1596 M )
3. Abdul Mufakir ( 1624 – 1651 M )
4. Abdul Fatah/ Sultan Ageng Tirtayasa ( 1651 – 1682 M )
5. Sultan Haji (1682 – 1687 M ) * )
6. Sultan Abu’l Fadhl ( 1687 – 1690 M ) putra 5
7. Sultan Abu’l Mahasin Muh. Zaenal Abidin ( 1690 – 1733 M )
8. Sultan Abu’lfathi Muh. Arifin ( 1733 – 1750 M )
Keterangan :
*) Sultan Haji ( 1682 – 1687 M ), setelah tidak menjadi Sultan, beliau menjadi ulama terkenal dengan sebutan Syekh Maulana Mansur. Beliau adalah salah satu ulama penyebar dan pengembang agama Islam di tatar  Pasundan. Ulama yang sejaman dengan beliau adalah Syekh Jafar Sidik ( Cibiuk Garut ) dan Syekh Abdul Muhyi  ( Pamjahan Tasikmalaya ).
Menurut Catatan Silsilah, ada diantara beberapa  keturunan Syeh Maulana Hasanudin ( Banten ) ada pula yang berbaur dengan Keluarga Besar Sunan Cipancar Limbangan atau Bani Nuryayi atau mungkin sekeseler lainnya di daerah Garut dan sekitarnya, misalnya yaitu Nyi Rd. Syarifah Aisah,  isteri dari Kyai Rd. Moh. Aonilah yang terkenal dengan sebutan Mama Serang Cibiuk (  Cibiuk/ Limbangan ).  Atau juga KH Tb. Aliban menantu dari Ny Rd. Dhomah cucu Embah Nuryayi – Suci/ Nyi Rd. Bathiyah – Cimalaka Wanaraja/Limbangan. Lihat riwayat dan rundayannya pada Bagian lain.
Kakak ipar Syarif Hidayatullah adalah Aria Surajaya putra  Surasowan. Pada tahun 1525 M, keratonnya diduduki oleh tentara gabungan Demak dan Cirebon. Aria Surajaya  beserta keluarga dan sebagian   pembesar yang masih hidup terpaksa melarikan diri masuk ke dalam hutan lebat untuk menuju Pakuan (  Bogor ) (  Yoseph  Iskandar :  284  ).
Untuk menghormati kakeknya, Maulana Hasanudin menggunakan nama Surasowan sebagai nama pasukan Banten, yaitu pasukan Surasowan.
VII. Sunan Dayeuhmanggung
           Ibunya adalah Nyai Putri Inten Dewata  putra Sunan Permana Puntang atau Dalem Pasehan   dari Kerajaan Timbanganten .
    Sunan  Dayeuhmanggung adalah Raja di Kerajaan Permana Puntang Timbanganten. Menurut Naskah Silsilah Menak-menak Limbangan, beliau adalah mertua Prabu Mundingwangi ( Sunan Cisorok ) putra Sunan Rumenggong ( Limbangan ).
VIII. Sunan Derma Kingkin ( Sunan Gordah)
           Sunan Derma Kingkin adalah saudaranya Sunan Dayeuhmanggung. Beliau adalah Raja di Kerajaan Permana Puntang Timbanganten. Menurut Sejarah Asal Usul Limbangan dan Timbanganten, beliaulah mempunyai 3 orang putra , yaitu :
    1. Sunan Ranggalawe
    2. Sunan Rumenggong
        Akan dijelaskan pada Bagian 2 di bawah
    3. Sunan Patinggi.
IX. Prabu  Layakusumah
           Ibunya adalah Ratu Anten dari Pakuan Raharja ( Sukabumi ). Beliau adalah raja di Keprabuan Pakuan Raharja ( Cicurug Sukabumi ) sebagai vazal (bawahan )  Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Prabu Layakusumah adalah suami Nyi Putri Buniwangi putra  Sunan Rumenggong, yang  menurunkan Para Raja/ Bupati/ Dalem Galeuh Pakuan/ Limbangan/ Sudalarang/Sumedang/Garut dan seuweu siwinya ( Keluarga Besar Limbangan ).  ( Lihat Bagian 2 ).
    Dengan melihat putra-putra Prabu Jaya Dewata/ Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi tersebut di atas, maka sebenarnya antara Keluarga Besar Galuh, Karawang, Sukapura, Cirebon, Banten, Bandung, Timbanganten, Limbangan, Garut, Parakanmuncang, Cianjur dll, baik langsung ataupun tidak langsung, masih ada tali kekerabatan diantara mereka.
    Sebagai contoh  : Rd. H. Muhammad Musa (  Hoofz Penghulu Limbangan Garut ).  Beliau termasuk Keluarga Besar Sunan Cipancar Limbangan dan mungkin pula tercatat pula dalam Rundayan Menak-menak Timbanganen ( Tarogong Garut ), Panjalu ( Ciamis ) dan Cianjur. Karena memang demikianlah kenyataannya.
    Ibunya Rd. H. Muhamad Musa, yaitu Nyi Rd. Mariyah keturunan Dalem Jiwanagara I  ( Cinunuk Wanaraja Garut ) putra Dalem Tg. Wijayakusumah dan keturunan Rd. Rajasuta ( Limbangan )/ Nyi Rd. Ajeng Karaton ( Timbanganten), ayahnya ( Rd. Rangga Suriadiusumah – Patih Limbangan ) adalah cucu Rd. Jayanagara putra Dalem Secamata ( Bupati Panjalu )  dan Nyi Rd Lenggang Nagara putra  Rd. Tmg. Natanagara ( Bupati Bogor ) keturunan Dalem Wiratanudatar I (Dalem Cikundul Cianjur ). 
    Demikian pula tokoh – tokoh  (  para Dalem, Bupati, Patih Penghulu dlsb) di Limbangan Garut, Timbanganten, Sukapura, Galuh, Sumedang, Cianjur dan tempat- tempat lainnya di  daerah Pasundan. Hal ini dikarenakan   antara  “wargi-wargi “ Limbangan, Sukapura, Cianjur, Sumedang dlsb. terjalin tali persaudaraan melalui hubungan perkawinan, sejak dahulu, sekarang bahkan mungkin di masa-masa yang akan datang.
    Menurut Catatan Dewan Wargi-wargi Sunda tertanggal 8 April 1968, bahwa pada tanggal 7 April 1968 telah diadakan pertemuan silaturahmi  “Dewan Wargi-wargi Sunda “ di Panti Karya Bandung. Jumlah yang hadir semuanya ada 76 orang perwakilan dari wargi-wargi Sumedang Sukapura, Galuh, Bandung, Timbanganten, Limbangan, Banten, Parakanmuncang, Cidamar, Cukundul dan Karawang. Ketuanya saat itu adalah RAA Suria Danoeningrat ( Bandung ).
    Keluarga Besar Limbangan ( Garut ) dan selintas Riwayat/Rundayan Timbanganten, yang penulis susun mudah-mudahan jadi obor penerang bagi seuweu siwi Limbangan Garut ( termasuk Timbanganten ) khususnya dan  seuweu siwi Sunda (  Jawa Barat  dan Banten ) yang masih kegelapan, mudah-mudahan tersingkap dan menjadi pembuka pintu untuk meneliti Sejarah/Rundayannya.
    Ada nasehat dari  alm. Bapak Sobarnas (  Ketua Simpay Tresna Garut )  dalam bahasa Sunda sebagai  berikut :
 “ ………… Bumi muntir, jaman robah, atuh Kabudayaan urang Sunda oge milu robah, ngindung ka waktu mibapa ka jaman, hususna di widang Sajarah tina sawangan sastra ( babad, dongeng, carita pantun, carita rayat – pen ) sing ngajaul kana sawangan sajarah sacara ilmiah, sangkan sajarah Tatar Sunda henteu terus-terusan poek peteng.  Pesek “ falsafah, siloka, perlambangna “.
    Anu heubeul  pikeun eunteung ( neuleuman sajarah ngan ku sawangan sastra – babad – sasakala – dongeng ).
    Ayeuna garapeun ( cing urang sasarengan  kokoreh bukti sajarah sacara ilmiah).
……………Bral miang sing panjang natar lalakon kasmaran picaritaeun. Prak rumat  budaya urang, sangkan ngajega nepi ka  jaga “ ( Sobarnas  : 2  ).



BAGIAN 2
SEJARAH  KELUARGA BESAR LIMBANGAN

A. SUNAN RUMENGGONG  
    Menurut Sejarah Limbangan, bahwa Sejarah Keluarga Besar Limbangan ( Garut ) dimulai sejak keberadaan Kerajaan Rumenggong atau Keprabuan Kerta Rahayu, yang rajanya bernama Prabu Rakean Layaran Wangi atau Prabu Jayakusumah.
Bila dikaitkan dengan nama Limbangan, Sejarah Keluarga Besar Limbangan ( Garut ) dimulai sejak Keprabuan Galeuh Pakuan ( pecahan dari Kerajaan/ Keprabuan  Rumenggong ) yang dirubah namanya, menjadi Kabupaten Limbangan oleh Adipati Limansenjaya atau Prabu Wjayakusumah atas perintah  Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati  di Cirebon pada tahun 1525 M.
Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Sunan  Rumenggong adalah masih keturunan Prabu Jaya Dewata ( Prabu Siliwangi ) dari Nyi Putri Inten Dewata  ( putra Dalem Pasehan Timbanganten ) dan masih saudara dari Sunan Ranggalawe ( Ratu Timbanganten ).
    Sunan Rumenggong mempunyai 3 putra,  yaitu :
1. Prabu Mundingwangi  atau Sunan Cisorok  
2. Nyi Putri Buniwangi/ Nyi Rambut Kasih Lh. + 1470 
3. Dalem emas (  dari isteri keduanya ).
Nyi Putri Buniwangi atau Nyi Putri Rambut Kasih menikah dengan Prabu Layakusumah putra Sri Baduga Maharaja dari Ratu Anten. Prabu Layakusumah adalah raja  di Keprabuan Pakuan Raharja ( Cicurug Sukabumi ) sebagai vazal Kerajaan Pakuan Pajajaran ( Bogor ). 
            Pada sebagian rundayan silsilah Limbangan, Nyi Rambut Kasih  sering dirancukan dengan Nyi Ambet Kasih putra Ki Gedeng Sindangkasih ( Cirebon ). Nyi Ambet Kasih adalah isteri dan saudara sepupu dari Prabu Jaya Dewata, yang saat itu masih bernama Raden Pamanahrasa  putra Prabu Dewa Niskala. Prabu Dewa Niskala saat itu masih sebagai putra mahkota Kerajaan Sunda Galuh, yang rajanya adalah Maharaja Linggawastu Kancana ( 1371 – 1475 M )  yang berkedudukan di Kawali ( Ciamis ).
Di daerah Sindangkasih Majalengka, adapula seorang putri yang menjadi Ratu Sindangkasih benama Nyi Putri Rambut Kasih ( petilasannya “Pasir Lenggik “di daerah Sindangkasih Majalengka ). Menurut sesepuh di daerah Sindangkasih ( Majalengka ), dia itu  adalah putra Prabu Jaya Dewata, yang ketika  agama Islam mulai memasuki daerah Majalengka , dia menolak untuk menganut agama  Islam. Ratu Sindangkasih bagi masyarakat  di Majalengka, terkenal dalam cerita  legenda  “ Majalengka “.
Menurut riwayat lain, disebutkan bahwa   bahwa Sunan Rumenggong dari isteri pertama tidak mempunyai putra, tetapi memelihara Putri Ambetkasih/Nyi Putri Buniwangi putra Sunan Patinggi Buniwangi.
Dari isteri keduanya Sunan Rumenggong dikaruniai 6 orang putra,yaitu
1.    Dalem Mangunharja ( Sunan Galunggung )
1.1.Dalem Singaharja
                       1.1.1. Nagaparana
2.    Dalem Manggunrembung/Prabu Mundingwangi ( Sunan Cisorok )
3.    Dalem Mangunreksa ( Sunan Manglayang )
4.    Dalem Manguntaruna ( Purbalingga Jawa Tengah )
5.    Dalem Emas ( Sunan Bunikasih )
6.    Dalem Mangunkusumah ( Lemah putih Depok )
Menurut riwayat, bahwa pada + tahun 1600 M  Nagaparana pernah mengadakan pemberontakan, yang menyebabkan tewasnya Tumenggung Wangsanagara  (Sunan Kareseda ) putra Prabu Wijayakusumah ( Sunan Cipancar ) di suatu tempat yang sekarang disebut  Ragahiyang di Gunung Sadakeling. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Dalem Santowaan cucu Prabu Mundingwangi ( Dalem Cibolerang Wanaraja ).
Setelah wafat Sunan Rumenggong dimakamkan di Kampung Poronggol ( sekarang termasuk Desa Ciwangi Kecamatan Limbangan ). Sedangkan saudaranya, Sunan Patinggi makamnya ada di Kampung Nangkujajar Limbangan.
B. PRABU MUNDINGWANGI 
    Nama beliau pun  sering dirancukan dengan Prabu Mundingwangi atau Prabu Munding Surya Ageung ( Raja Maja ) putra Prabu Jaya Dewata,  saudaranya Ratu Sindangkasih, sebagaimana telah disebutkan di atas.
    Kembali kepada Prabu Mundingwangi putra Sunan Rumenggong, bahwa beliau menggantikan ayahnya menjadi Prabu di Keprabuan Rumenggong atau Kerta Rahayu.  Menurut Rd. Soemarna, ada kemungkinan  beliau  memindahkan  pusat pemerintahannya dari Kertarahayu ke Dayeuhmanggung (Desa Selaawi ) dan menikahi putri Sunan Dayeuhmanggung saudaranya Sunan Gordah dan mempunyai putra :
•    Prabu Salalangu Layakusumah
Setelah wafat Prabu Mundingwangi dimakamkan di daerah Cisorok – Selaawi dan terkenal dengan sebutan  Sunan Cisorok. Kerajaan Rumenggong dilanjutkan oleh Prabu Salalangu Layakusumah.
C. PRABU SALALANGU LAYAKUSUMAH   Lh. + 1485 M
    Sepeninggal Prabu Mundingwangi ( Sunan Cisorok ), Keprabuan Kerta Rahayu  dilanjutkan oleh putranya , yaitu Prabu Salalangu Layakusumah.
    Menurut  Silsilah menak-menak Limbangan, beliau adalah kakek dari garis ibu Prabu Wijayakusumah atau Sunan Cipancar.
    Setelah Prabu Salalangu Layakusumah wafat diganti oleh putranya Dalem Santowaan atau disebut juga  Santowaan Nusakerta.
D. DALEM  SANTOWAAN  Lh.  + 1505 M
    Dalem Santowaan menggantikan Prabu Salalangu  Layakusumah, tetapi tidak di Keprabuan Kerta Rahayu, karena wilayah Keprabuan Kerta Rahayu telah dibagi tiga wilayah, yaitu Kaprabuan Galeuh Pakuan, Kaprabuan Sudalarang dan Kadaleman Cibolerang Wanaraja. 
Kaprabuan Galeuh Pakuan, dipimpin oleh Dalem Adipati Limansenjaya atau Prabu Wijayakusumah ( Sunan Cipancar ), yang menggantikan ayahnya Prabu Hande Limansenjaya. Wilayahnya meliputi yang sekarang termasuk Kecamatan Limbangan, Cibiuk, Leuwigoong, Selaawi, Malangbong, Karangtengah, Cibatu , Wanaraja dan Karangpawitan.
Kaprabuan Sudalarang, dipimpin oleh Dalem Singadipati I, yang menggantikan ayahnya Prabu Wastu Dewa. Wilayahnya meliputi yang sekarang termasuk Kecamatan Sukawening dan Karangtengah Kab. Garut.
Dalem  Santowaan memimpin Kadaleman Cibolerang Wanaraja. Pusat Kadalemannya, adalah di suatu tempat antara Cibolerang dan Bojongsari ( arah sebelah Barat Daya Kp.Cinunuk Hilir Wanaraja ). Wilayah Kadaleman Cibolerang meliputi yang sekarang termasuk  wilayah Cipicung (Banyuresmi), Cinunuk ( Wanaraja ), Cimurah, Calingcing dan Suci Karangpawitan.
  Ada kemungkinan makam yang berada disana, adalah makam Dalem Santowaan dan isterinya.  Makam tersebut sampai sekarang tidak  ada yang memelihara atau mengurusnya.
 Menurut Sajarah Limbangan, Dalem  Santowaan mempunyai 5 orang putra, yaitu :
1 ).  Dalem Nayawangsa
2 ).  Dalem Wangsareja
3 ).  Kyai Gede Papandak ( Distrik Wanaraja )
4 ).  Kyai Gede Dadap Cangkring ( Distrik Wanaraja )
5 ).  Kyai Nawu
 D.1. DALEM NAYAWANGSA 
    Dalem Nayawangsa adalah Dalem di daerah Cipacing Wanakerta, yang sekarang termasuk wilayah Kec. Cibatu Kab. Garut.
    Dalem Nayawangsa diangkat   sebagai Bupati Limbangan yang pertama  ( 1660 – 1678 M ) oleh Pangeran Rangga Gempol III Bupati Sumedang ( 1656 – 1705 ). Setelah wafat pada pada tahun 1678 M, beliau digantikan oleh Dalem Mertasinga (1678 – 1726 ) putra Dalem Adipati Rangga Megatsari.
    Kabupaten Limbangan, oleh karena saat itu  penduduknya hanya 200 keluarga, maka berdasarkan Keputusan VOC tanggal 15 Nopember 1684 statusnya menjadi Distrik ( Kawadanaan ) Kabupaten Sumedang. Pada tahun 1705 statusnya dikembalikan menjadi Kabupaten di bawah Kesultanan Cirebon.
Dalem Nayawangsa menikah dengan Ny Rd. Ayu  Kuningan putra Dalem Sanggadipati II ( Ragadiyem ) cucu Prabu Wastu Dewa ( Keprabuan Sudalarang ).
    Dalem Nayawangsa mempunyai dua orang putra, yaitu ;
   1.  DALEM KUDAWARSA
        Dalem  Kudawarsa menikah dengan saudara sepupunya Nyi Tanurang Manik  menurunkan 2 orang putra,  yaitu :
        1 ). Dalem Wangsadita I ( Rangga Limbangan )
                     Dalem Wangsadita I menggantikan Dalem Mertasinga, sebagai Bupati Limbangan 3 (1726 -1740 M ). Beliaulah yang menurunkan para Bupati Limbangan, Sumedang dan  seuweu siwinya.  Seuweu siwinya akan dijelaskan di belakang.
       2 ). Rd. Candrakusumah.
           Rd. Candrakusumah riwayatnya belum dketemukan, tetapi dalam Sajarah Menak - menak Limbangan, beliau menurunkan  putra, cucu dan seterusnya sampai Rd.Padmareja ( Camat Leuwidadap  Kab. Bandung ). Seuweu siwi Rd.Padmareja  tidak diketahui.
 2. DALEM WANGSAREJA
     Dari cucunya Rd. Abubakar  putra  Rd.Muh.Rajak, menurunkan cicit/buyut, yaitu :
     1 ). Kyai Rd. Ali Mujaham
     2 ). Kyai  Rd.Ali Mujahim
     3 ). Kyai Rd. Muh. Arif
     4 ). Kyai Rd.Arsi
                     Tidak ada data riwayat dan rundayan seuweu swinya.
D.2. DALEM WANGSARAJA  Lh.  + 1525 M
    Dalem Wangsaraja adalah putra Dalem Santowaan, yang menurut Sajarah Limbangan menjadi Dalem Banjaran ( Wanaraja ). Beliau adalah menantu dari Adipati Suriakusumah Rangga Megatsari ( cicit dari Sunan Cipancar ), karena menikah dengan putranya yang bernama Nyi Rd. Tanurang Rucitawangi.
    Ketika Rangga Megatsari wafat ( 1650 M ), yang menggantikannya sebagai Bupati Limbangan adalah putranya Dalem Wangsakusumah I. Karena putra Dalem Wangsakusumah, yaitu Rd. Bedangga Kusumah masih kecil,maka  atas perintah Sultan Mataram   Dalem Wangsareja menggantikannya sebagai Bupati Limbangan.
    Dari perkawinannya dengan Nyi Rd. Tanurang Rucitawangi, Dalem Wangsaraja dikaruniai dua orang putra, yaitu :
1. Nyi Rd. Tanurang Manik 
        Nyi Tanurangmanik menjadi isteri dari Dalem Kudawarsa putra Dalem Nayawangsa, yang selanjutnya melahirkan 2  orang putra sebagaimana telah disebutkan di atas.
2. Rd. Rajasuta.
   Rd. Rajasuta menjadi menantu Sunan Tangkil yang menjadi  Demang Timbanganten.
  Dari Nyi Rd. Ajeng Karaton putra Sunan Tangkil, Rd. Rajasuta mempunyai  2 orang putra, yaitu :
            1 ). Dalem Rajadiwangsa.
            2 ). Rd. Taruna  ( Cikukuk ).
     Putra Dalem Rajadiwangsa, yaitu Rd. Arsadinata I ( Patih Limbangan) menikah dengan Nyi Rd. Purba Sepuh ( Leuwibolang ) putra Dalem Wangsadita I ( Bupati Limbangan 3, 1726 - 1740 M ), menurunkan 4 orang putra, yaitu  :
  ( 1 ) . Rd. Rajadinata I  ( Wedana Cileuleuy )
       ( 2 ). Rd. Natadireja
  ( 3 ). Rd. Arsadinata II
       ( 4 ). Nyi Rd. Natijah

1.Rd. Rajadinata I ( Wedana Cileuleuy  )
       Salah seorang putra Rd. Rajadinata I, yatu :
•    Nyi Rd. Umu Kulsum
Belau adalah istri dari  Kyai Rd. Moh. Soleh ( Penghulu Malangbong ) putra Rd.Mas Nur Hasan, cucu Rd. Surayuda ( Wedana Malangbong ). Rundayannya akan dijelaskan pada Bagian 4.
2. Rd.Natadireja.
   Rd. Natadireja menikah dengan Ny Rd. Natamantri putra Nyi Rd Kambang cucu Dalem Wangsadita II ( Bupati Limbangan 4).
  Rd. Natadreja dikaruniai 7 orang putra, diantaranya yaitu  :
1). Nyi Rd. Siti Maliki
 Beliau adalah suami Rd. Sinureja putra Rd. Sutabangsa yang nantinya menurunkan tokoh-tokoh terkenal Cibiuk dan Limbangan :
( 1 ). Kyai Rd. Jafar Sidik
( 2 ). Kyai Rd.Fakih Ibrahim
Riwayat dan rundayannya akan dijelaskan pada Bagian 6.
2). Rd. Arsadireja ( Rd. Aip )
      Rd. Arsadireja menikah dengan putra Rd. Wangsayuda  ( cicit Dalem Jiwanagara I  ( Cinunuk Wanaraja ) putra Tg. Wijayakusumah ( Dalem Sukadanuh ) dan dikarunia seorang putra, yaitu :
•    Nyi Rd. Mariyah
      Nyi Rd. Mariyah selanjutnya menikah dengan Patih Limbangan yang bernama Rd. Rangga Suriadikusumah putra Rd. Suriadiningrat ( keturunan Dalem Cikundul Cianjur dan Panjalu ).  Menurut silsilah,  Rd. Rangga Suriadikusumah  putra Rd. Suriadiningrat adalah saudara sepupu Dalem Adiwijaya I  ( Bupati Limbangan Garut 1813 – 1833 M )  putra Pangeran Kornel  (Bupati Sumedang. 1791 – 1828 M ).
Ny. Rd. St. Mariyah putra Rd. Arsadireja dari Rd. Rg. Suriadikusumah dikarunia seorang putra, yaitu : Rd. H. Muhammad Musa. 

Rd. H. Muhammad Musa adalah Penghulu Limbangan atau terkenal dengan sebutan Penghulu Bintang Garut. Riwayat dan rundayannya akan dijelaskan di belakang.
3.  Rd. Arsadinata II.
Rd. Arsadinata II menurunkan  putra Rd. Sutamanggala ( Penghulu Malangbong ). Ny. Rd. Komala putra Rd. Sutamanggala adalah isteri Rd. Surayuda (  Wedana Malangbong 1809 M ) dan mempunyai 2 orang putra, yaitu :
1 ). Rd.Wirayuda
2 ). Ny.Rd.Nata Karaton
      Dari suaminya  ( ? ) beliau melahirkan putra :
•    KH Rd. Abdul Kohar
    Sesepuh PP Cipining Cibunar Malangbong.
Riwayat dan rundayan Rd. Surayuda akan dijelaskan  di belakang.
4. Ny.Rd.Natijah
Adapun Nyi Rd.Natijah menjadi isteri Kyai Rd. Jaiyyah, cucunya Rd.Jafar Sidik dari putranya Nyi Rd. Ayu Fatimah. Menurut riwayat dari sesepuh di Malangbong dan Limbangan, bahwa salah seorang putra Kyai Rd. Jaiyyah adalah :
•    Embah Kair
Atas ijin dari ayahnya, beliau pergi mengembara ke daerah Cimande Bogor dan pernah mengabdikan diri kepada Dalem Wiratanudatar VI ( Bupati Cianjur ). Diriwayatkan bahwa beliau dan istrinya adalah pencipta “ jurus Cimande “, yang terkenal di dunia persilatan tatar Sunda.
D.3. KYAI PANDE GEDE  PAPANDAK   
    Daerah Papandak letaknya di sebelah Timur Laut dari kota Kecamatan Wanaraja sekarang ( lebih kurang 4 km ). Sekarang termasuk wilayah Desa Sukamenak  Kec. Wanaraja Kab. Garut.
Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, Kyai Pande Gede Papandak mempunyai seorang putra yang bernama :
•    Dalem Wangsayuda
      Dalem Wangsayuda adalah Sekretaris Keraton Mataram ( asal Cilegong Papandak ).
     Dalem Wangsayuda dikaruniai 5  orang putra, yaitu :
    1. Rd. Patrawangsa
    2. Rd. Partadiriya
    3. Rd. Paranajibja al Ilyas
    4. Rd.Natawiria
    5. Rd. Wra Sasatero
Seuweu siwinya dapat dilihat pada Buku Silsilah Rundayan Sunan Rumenggong dan Sunan Cipancar  Bagian 2.
D.4. KYAI PANDE GEDE DADAP CANGKRING.
    Mengenai riwayat dan data Silsilah Rundayannya tidak diketahui.
D.5. KYAI NAWU
Adapun putra bungsu Dalem Santowaan, yaitu Kyai Rd. Nawawi. Menurut riwayat, karena beliau ahli dalam bidang llmu Nahwu  ( cabang ilmu tata bahasa Arab ), maka beliau terkenal dengan sebutan Kyai Rd.Nawu.
Kyai Rd. Nawu  tinggal dan menetap di daerah Cibeureum Wanaraja, yang sekarang termasuk wilayah Kec. Pangatikan Kab. Garut.
Kyai Rd.Nawawi ( Kyai Rd.Nawu ) mempunyai putra yang bernama  :
•    Kyai Lembang ( Syekh Abdul Jabar )
Beliau adalah Kyai di daerah  Cikukuk Leles ( sekarang termasuk wilayah Kec. Leuwigoong ).
Makam Kyai Lembang (  Syekh Abdul Jabar )  satu kompleks  dengan makam cucunya, yaitu  Kyai Rd. Jafar Sidik, berada di sebuah bukit Gunung Haruman di Desa Cipareuan Kec. Cibiuk Kab. Garut.
Kyai Lembang atau Syekh Abdul Jabar mempunyai beberapa orang putra, diantaranya :
I. Kyai Rd. Ketib 
Beliau adalah seorang Kyai di daerah Ciceuri  ( sekarang temasuk Kec. Kersamanah Kab. Garut ).
Makam Kyai Rd. Ketib putra Kyai Lembang berada di sebelah Barat pemakaman Astana Gede di Kampung Pasir Astana Desa Pasirwaru Kec. Limbangan. 
Karena Kyai Rd. Ketib memegang jabatan Khotib pertama di Limbangan, maka selanjutnya beliau pindah dari daerah Ciceuri Malangbong (sekarang termasuk wilayah Kec.Kersamanah Kab. Garut ) ke Limbangan dan seterusnya tinggal dan menetap di Limbangan.
Kyai Rd.Ketib  dkaruniai 7 orang putra,diantaranya :
1. Nyimas Ayu Subah
    Nyimas Ayu Syu’bah menikah dengan Kyai Rd.Mas’ud putra Rd. Arsawiguna ( Patih Limbangan ) dan melahirkan 5 orang putra, diantaranya yaitu  :
 1 ). Kyai Rd. Jafar Sidik 
 2 ).Kyai Rd. Fakih Ibrahim.
 Kedua putra Kyai Rd. Mas’ud dengan Nyimas Ayu Syu’bah ini akan djelaskan pada  Bagian 4.
2.  Kyai Musta’mil
Berputra  satu, yaitu :
•    Nyi Rd. Ajeng Kawibun
Menikah dengan saudara sepupunya, yaitu  Kyai Rd. Jafar Shidik putra Kyai Rd.Mas’ud.
3.  Kyai Mas Panengah
Berputra beberapa orang,diantaranya :
•    Ny. Rd.Pangulu Cicadas
      Menikah dengan saudara sepupunya, yaitu Kyai Rd.Fakih Ibrahim putra Kyai Rd.Mas’ud.
II.   Kyai Rd. Sulaeman ( Banyumas )
 Dua diantara beberapa putranya, yaitu :
- Kyai Mas Winata   
- Kya Abdullah
F. PRABU WASTU DEWA
Prabu Layakusumah dari perkawinannya dengan Nyi Putri Buniwangi mempunyai putra kembar, yang sulung namanya Prabu Wastu Dewa ( sebagai Prabu di Keprabuan Dayeuh Luhur wilayah Cibiuk sekarang ) dan Prabu Hande Limansenjaya Kusumah ( sebagai Prabu di Keprabuan Galeuh Pakuan wilayah Limbangan Sekarang ). Selanjutnya Prabu Wastu Dewa menjadi Prabu di Keprabuan Sudalarang  ( daerahnya meliputi yang sekarang termasuk Kecamatan Sukawening dan Karangtengah ).
Prabu Wastu Dewa mempunyai putra Rd. Singadipati I  di Cinta, dan mempunyai 6 orang putra, yaitu :
1 ). Dalem Mangkubumi ( Wanakerta)
2 ). Dalem Wangsapati (Cinta )
3 ). Dalem Kertawangsa
4 ). Dalem Jaksa ( Ragadiyem )
       Cucunya adalah Ny. Rd.Minur yang menikah dengan Dalem Mertasinga putra Adipati Ranggamegatsari ( Bupati Limbangan 2 1678 – 1726 M ).
5 ). Dalem Lurah ( Ragadiyem )
6 ). Dalem Singadipati II ( Cinta )
       Sepeninggal ayahnya, Keprabuan Sudalarang dilanjutkan oleh Dalem Singadipati II ( masuk  Islam tahun 1525 M ). Putranya  adalah Ny.Rd.Ayu Kuningan yang menikah dengan  Dalem Nayawangsa putra Dalem Santowaan ( Bupati Limbangan 1 1650 – 1678 M ).
Setelah Dalem Singadipati II ( Prabu Sangga Adipati II  ) putra Rd. Singadipati I, Keprabuan Sudalarang dilanjutkan oleh Dalem Cakrajaya.
Sampai sekarang penyusun belum menemukan Buku Standar Silsilah Rundayan dari Prabu Wastu Dewa ( Sudalarang ).
Menurut Rd. Sobarnas, salah seorang cucu Dalem Singadipati II yang bernama Nyimas Ayu menikah dengan Pangeran Sacakusumah putra Mas Jolang atau Pangeran Seda ing Krapyak ( Sultan Mataram 1601 – 1613 M ). (Rd. Sobarnas : 26 ).
Ada kemungkinan  Rd. Wirantadijaya ( Lurah Desa Cinta Kec. Nangkapait Kab. Garut ), ayah Rd. Muh. Sanusi Harjadinata, Gubernur Jawa Barat tahun 1952 – 1857 adalah keturunan dari Ragadiyem.
H. PRABU HANDE LIMANSENJAYA
    Sajarah Limbangan meriwayatkan, bahwa beliau adalah saudara kembar dari Prabu Wastu Dewa. Beliau adalah sebagai penguasa di Keprabuan Galeuh Pakuan. Keraton Galeuh Pakuan berada di daerah Pasirhuut berdekatan dengan  Sungai Cipancar yang bemuara ke Sungai Cimanuk. 
    Sesepuh Pondok Pesantren Wates Bapak KH Rd. Aten Muhyiddin telah menceritakan kepada penyusun, bahwa ayah beliau ( KH Rd. U. Muhyiddn ) dan leluhurnya pernah mengunjungi daerah bekas Kerajaan Galeuh Pakuan tersebut.
    Kang Aan Merdeka Permana dalam Majalah Ujung Galuh menjelaskan, bahwa Pasirhuut  adalah “ lembur nu pinuh ku lalangse “  ( Kampung yang penuh dengan kabut misteri ), sebab ada dugaan bahwa di bawah tanah daerah Pasirhuut  tersimpan kekayaan  peninggalan keraton Galeuh Pakuan.
Menurut berita catatan tradisional, bahwa Mahkota Binokasih Sanghiyang Pake ( Mahkota Raja yang dibuat Bunisora dan dipakai oleh Raja-raja Galuh / Sunda dan Pajajaran, mulai dari Prabu Wastukancana ( 1371-1475) sampai Prabu Ragamulya / Suryakancana/ Prabu Siliwangi terakhir  (1567- 1579 M ), yang seharusnya dibawa ke Prabu Geusan Ulun di Sumedang larang atas perintah Prabu Siliwang, oleh Jayaperkosa disembunyikan di salah satu gua tidak  jauh dari keraton Galeuh Pakuan di daerah Pasirhuut Limbangan.
Tetapi versi lain menyebutkan, bahwa berdasarkan ucapan Prabu Wijayakusumah ( Sunan Cipancar Limbangan ), mahkuta Binokasih disembunyikannya agak jauh dari Pasirhuut, yaitu di sebelah Barat makam Prabu Wijayakusumah  atau Sunan Cipancar di  Limbangan  ( Pasir Astana Desa Pasirwaru Limbangan – Peny. ) ( Ujung Galuh 7 : 9 ). Wallohu’alam.
Menurut Kang Deddy Effendie  ( Wakil Ketua Masyarakat Pariwisata Kab. Garut ) yang diceritakan  kepada penulis beberapa waktu yang lalu,  bahwa di daerah Pasirhuut  bekas Keraton Galeuh Pakuan - Limbangan banyak kekayaan Galih Pakuan yang masih ada sampai dengan sekarang, dan disimpan oleh masyarakat yang mencintai sejarah kuno.  
Prabu Hande Limansenjaya, kemungkinan karena sudah sepuh atau tidak mau berselisih dengan putranya sendiri ( yang sudah memeluk agama Islam ), akhirnya beliau meninggalkan keraton Galeuh Pakuan di Pasirhuut dan kemudian menuju ke daerah Wanaraja.
Beliau beserta pengikutnya membuka hutan di daerah  Wanaraja dan dijadikannya pemukiman, yang disebut Panyeredan ( berdekatan dengan  kampung Tajur Kidul dan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sucinaraja Kab. Garut – Pen. ).
Benda Cagar Budaya sebagai peninggalan  Prabu Hande Limansenjaya, diantaranya batu bekas bertapa dan tanda kebesarannya seperti lingga dan alas duduk, masih ada di Pasir Sanghiyang di kaki bukit gunung Galunggung antara Kampung Tajur dan Cigadog (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Sucinaraja Kab. Garut ).
Beberapa waktu yang lalu, penulis sempat datang ke Kampung Galeuh Pakuan Limbangan ( tepi Sungai Cipancar ).  Penulis diantar oleh Bapak Nukri untuk melihat Batu Pangcalikan di tepi Sungai Cipancar. Menurut Bapak Nukri, bahwa Batu Pangcalikan tersebut adalah tempat beristirahat  Prabu Limansejaya setelah  bersuci di Sungai Cipancar. Jarak Batu Pangcalikan tersebut dari Sungai Cipancar kurang lebih 5 m dan batu pangcalikan ( yang tersusun seperti sebuah kursi ) bersandar kepada dinding pematang sawah di atasnya.
Bapak Nukri menceritakan kepada penulis, bahwa beberapa puluh tahun yang lalu ( pada jaman pemerintahan Presiden Suharto ) ada sebuah batu yang berbentuk gentong dibawa ke Jakarta dan sekarang batu tersebut digunakan prasasti Gedung PGRI Pusat Jakarta.
Sepeninggal Prabu Hande Limansenjaya, Keprabuan Galeuh Pakuan diwariskan kepada putranya, yaitu Adipati Limansenjaya atau Prabu Wikayakusumah yang setelah wafat terkenal dengan sebutan Sunan Cipancar.
    Seuweu swinya akan dijelaskan pada Bagian 2.
I. DALEM EMAS
Dalem Emas atau Sunan Bunikasih rundayan silsilahnya akan sampai kepada Kyai Rd. Moh. Ashim ( Parakanmuncang ).  ( Lihat Bagian 2 Buku Silsilah Rundayan Sunan Rumenggong ).
    Menurut sesepuh Kp. Serang Cibiuk, Kyai Rd. Moh. Ashim setelah berguru kepada Kyai Syek Jafar Sidik ( pada abad 18 M ) tidak pulang ke Parakanmuncang,  tetapi terus menetap di Cibiuk  dan menikah dengan  Nyi Rd. Ajeng Kabumen putra Kyai Rd. Zakaria.
Menurut riwayat, bahwa Kyai Rd.Zakaria adalah putra  Embah Dangdeur Cikawao ( Embah Nurmadin putra Maulana Abdullah keturunan Maulana Hasanudin Banten ). Kyai Rd. Zakaria menikah pula dengan Nyi Rd. Nalebah cucu Dalem Tegaljati Pasir Uncal, yaitu Dalem Wiraha putra Dalem Wirayuda (Dalem Cipicung ) ( cucu Tmg. Wangsanagara / Sunan Kareseda ).
Dari Nyi Rd. Ajeng Kabumen putra Kyai Rd. Zakaria,  Kyai Rd. Moh. Ashim  menurunkan beberapa  orang putra, diantaranya  :
I. NY. RD. ST. KURSIYAH  ( Eyang Kunci )
    Beliau dahulu tinggal di Cibuntu Cibiuk. Putra-putranya, yaitu :
    1. Rd.Muh.Saleh
                Ayah Rd.Idik ( Pasir Kulit Cibiuk )
    2. Ny. Rd. St. Qoribah
Ny. Rd. St. Qoribah menikah dengan saudara sepupunya, yaitu Kyai Rd. Nur Muhammad putra Ny. Rd.Idah/ Rd. Sinureja. Seuweu siwinya akan dijelaskan di belakang.
II. EYANG DEMAS
    Beliau tinggal di Cibiuk. Putra-putranya diantaranya :
    1. Rd. H. Abdul Manan
        Ayah dari Rd. H.Ino, Rd.H. Amin dll
    2. Kyai Ahmad Majalli ( Majalaya )
III. NY. RD.IDAH
Ny. Rd. Idah adalah menantu Rd. Sinureja ( keturunan Dalem Wirabangsa Cikelepu Limbangan ). Dari Rd.Wargadireja putra Rd. Sinureja, Ny. Rd. Idah melahirkan 2 orang putra, yaitu :
1. Kyai Rd. Nur Muhammad
2. Rd. Ali Hanafiah.
Seuweu siwinya akan dijelaskan di belakang.
IV. RD. MOH. YUSUF
Rd. Moh. Yusuf putra Kyai Rd. Moh. Ashim mempunyai tiga putra, yaitu :
a. Kyai Rd. Muh. Bunyamin.
Rd. Muh. Bunyamin menikah dengan putra sulung Kyai Rd. Nur Muhammad, yaitu Nyi Rd.Murtijiyah  dan melahirkan seorang putra, yaitu :
•    Kyai Rd. Romli ( Mama Ciloa Limbangan ).
Rd. Moh. Romli dari Ny. Rd. St. Fatimah, dikarunai 8 orang putra, diantaranya :
1.  Rd. Ahmad Kosasih
          Putranya adalah :
          1). Rd. Cecep Yusuf
          2). Rd. Aceng Romli
2. Rd. Zenal  Muttaqin
         Mempunyai 7 orang putra, diantaranya  :
          (1). Rd. Ahmad Nahrowi
          (2). Rd. Hasanudin
          (3). Rd. Husenudin
 3. Rd. Abed Zenal Abidin
    Mempunyai 7 orang putra, diantaranya :
          1). Rd. Muhyiddin
    Menurut KH Rd. Ibrahim Iskandar ( PP Burujul Limbangan ), Rd.Muhyiddin adalah penyusun buku “ Wawacan Nur Muhammad Cikekepu “ dan sekarang aktif di DKM Mesjid Agung Bandung.
          2). Rd. Ombi Romli
4. Ny. Rd. Baitul Fatmawati
    Beliau dikaruniai 2 orang putra, yaitu  :
    1).   Aceng Holil Aonillah
      Beliau adalah sesepuh PP Ciloa Limbangan. Salah  seorang menantunya ( KH Rd. Agus Soleh ) sekarang memimpin PP Ciloa Limbangan.
2). Ny. Rd. Ai Toto St.Rohmah
        Isteri  KH Rd. E. Muhyiddin  putra    KH Rd. Tajudin (  PP Pulosari LImbangan ).
5. Rd.Ashim
         Rd. Muh. Ashim terkenal pula dengan sebutan Kyai Ende. Beliau adalah menantu KH Rd.Moh. Sayuti ( Mama Cibunar ), dan dikarunai 3 orang putra, yaitu :
        1). KH Rd. Ibrahim Iskandar  ( Cep Ii )
 Sekarang ( 2009 ) beliau sebagai sesepuh PP Burujul    Limbangan. Salah seorang putranya ( Ny. Rd.Eva Syarifah ) menjadi isteri dari Ceng Mustopa putra KH Amin Suhrowardi ( PP Assyatibiyah Tanjungpura hilir Kr.Pawitan – Bani Nuryayi ).
       2). KH Rd. Toto ( CepToto )
    Sesepuh PP Sukamantri Sukabumi.
       3). KH Rd.Didi ( Soreang Bandung )
b. Kyai Rd. Munaji
          ( ayah Rd.H. Ali Limbangan )

c. Nyimas Halimah
    Nyimas Halimah adalah isteri KH Rd. Abdul Fatah putra KH Rd. Aonillah ( Mama Serang Cibiuk ). Seuweu siwinya akan djelaskan di bawah.
V. KYAI RD.MOH. AONILLAH ( Mama Serang Cibiuk ).
    Kyai Rd. Aonllah menikah dengan Ny. Rd. Syarifah Aisyah putra Syekh Maulana Sayyid Daud ( Empang Bogor ) dan (  ? ). Dari keduanya, Kyai Rd. Aonillah dikaruniai  4 orang putra, yaitu :
            V1. KH. RD.ABDUL FATAH (  wafat 1878 M )
        KH Rd. Abdul Fatah ( Pesantren Cibalandong ) dari Nyi Rd.St.Halimah putra KH Rd. Moh. Yusuf mempunyai, 6 putra, yaitu  :
       1. Ny. Rd.Mas Enok ( wafat di Mekah )
       2. Ny. Rd. Ubik
       3. Nyi Rd. Enot
       4. KH Rd. Achmad Mahalli
       5. KH Rd. Jalaludin Sayuti
       6. KH Rd. Gojali
     1. Ny. Rd. Mas Enok.
     2. Ny. Rd. Ubik
     3. Nyi Rd. Enot
          Nyi Rd. Enot mempunyai seorang putra, yaitu KH.Rd. Jakaria. KH Rd.Jakaria menjadi sesepuh pesantren Situ Batu ( Cipareuan Cibiuk ).
Akhirnya KH Rd.Jakaria  menjadi menantu KH Abdullah  ( yang membedah Desa Cipareuan, yang sakarang termasuk Kec. Cibiuk ). Dari Ny.Siti Julaeha putra KH Abdullah, KH Rd.Jakaria dikaruniai 8 orang putra,dintaranya :
    1 ). Rd. Masduki
    2 ). Rd.Asep Jaenal Mutakin
    3 ). Rd. Aceng Badrudin
    4 ). Rd. Aceng Mamad
          (  sesepuh pesantren Situbatu Cipareuan Cibiuk )
     4. KH. Rd. Achmad Mahalli
Berdasarkan riwayat yang diuraikan KH Rd. Muh. Mahali putra KH. Achmad Mahali, dalam “Sajarah/Riwayat ringkesna pasantren Sumur “ susunan beliau  tanggal 1 Muharam 1381 H ( 14 Juni 1961 M ), bahwa KH Rd. Acmad Mahali putra KH Rd. Abdul Fatah dilahirkan pada tahun 1866 M, di Pesantren Cibalandong Desa Cibiuk Kec. Balubur Limbangan Kab. Bandung ( sekarang termasuk Kab.Garut ).
KH Rd. Achmad Mahali, pada tahun 1875 M pertama kali belajar agama  di pesantren  Serang Cibiuk, pimpinan kakek beliau sendiri ( KH Rd. Aonillah  ).   Dan kemudian dillanjutkan ke beberapa pesantren lainnya  sampai dengan tahun 1902 M ( usia 36 tahun – pen.).
    Pada tahun 1903 M, KH Rd. Achmad Mahali menikah dengan Ny. Rd.Onoh Rohanah ( ibunya, Ny.Rd. Dewi Nursih putra Kyai Rd. Moh. Jamhari/ Eyang Cimalaka,  ayahnya  adalah KH Moh. Aslah cicit Embah Nuryayi Suci  Garut ). 
    KH Rd. Achmad Mahali bersama istri, tinggal bersama mertuanya di PP Sindangkasih Cisaradan Karangpawitan Garut ) selama hampir 7 tahun ( 1903 – 1911 M ). 
KH Rd. Achmad Mahalli pada tahun 1911 M mendirikan Pondok Pesantren Sumursari ( Sukasono Sukawening ) di atas tanah wakaf dari  Rd.H. Yusuf putra Kyai Rd. Ali Hasan Munaram ( keturunan Cinunuk/Limbangan/ Bani Nuryayi ).
Dari Ny. Rd.Hj. Ono Rohanah, KH. Rd. Ahmad Mahali  dikaruniai 8 orang putra  diantaranya :
        1 ). KH Rd. Muh. Mahali 
 KHRd.Muh.Mahali dilahirkan di Sumursari pada tanggal 17 Agustus 1911 M.
Dan setelah KH  Rd.Achmad Mahalli wafat ( 20 Muharam 1367H/ 1947 ),  sebagai sesepuh Pondok Pesantren Sumursari dilanjutkan oleh putranya ( KH Rd. Muhammad Mahalli ).
    KH Rd. Muh.Mahali menikah dengan Ny. Rd. St.Jubaedah  putra KH Rd. Sarbini dikarunia seorang putra, yaitu KH Rd.Dadang. Abd. Rajak
    Setelah KH Rd. Muh.Mahali wafat, KH Rd.Dadang Abd. Rajak yang meneruskannya sebagar sesepuh PP Sumursari.
Dan sekarang pesantren ini  dikelola oleh Yayasan Pondok Pesantren Annajat dibawah pimpinan Rd. Ali Saad Aliyudin putra sulung KH Rd. Dadang Abd.Rajak. Lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan Yayasan adalah Pondok Pesantren, MD, RA, MI,MTs dan MA.
2 ). KH Rd. Didi Mahmudi
           KH Rd. Didi Mahmudi, karena menikah dengan Nyimas St. Fatimah putra dari KH Umar Basri ( cicit KH Muh. Arif putra kedua Sembah Nuryayi Suci – Pen. ), beliau bertempat tinggal dan menetap di Fauzan tonggoh, dan menjadi sesepuh Pondok Pesantren Fauzan Tonggoh Kec. Sukaresmi. Setelah KH Rd. Didi Mahmudi wafat, seterusnya PP Fauzan Tonggoh diasuh oleh Nyimas St. Fatimah dan putra-putranya.  
Pada bulan Oktober   2008, penyusun datang ke Fauzan Tonggoh dan bersilaturami kepada Nyimas St. Fatimah. Dari KH Rd. Didi Mahmudi, Nyimas St. Fatimah melahirkan 8 orang putra., diantaranya  :
          ( 1 ). Rd. Ahmad
                        ( 2 ). Rd.Mu’man
                          ( 3 ). Rd. H.Jajam Jamhari
Setelah Ny. Rd. Onoh Rohanah wafat, KH Acmad Mahali menikah lagi dengan saudara sepupunya Ny. Hj. Rd. St. Rokayah putra KH Rd. Abdurahman, dan dikarunia putra, diantaranya  :
            1 ). Rd. Moh.Zakaria
            2 ). Rd. Moh. Sobari
        3 ). Rd. Moh. Yahya
               5. KH. Rd. Jalaludin Sayuti
           KH Rd. Jalaludin Sayuti  menikah dengan Ny. Rd.oneng putra  Rd. .Moh. Anwar,dan dikaruna 9 orang putra, diantaranya :
           1 ). Kyai Rd. Masduki
                  2 ). Nyi Rd. Encum
           3 ). Rd. Moh. Toha
           4 ). Nyi Rd. Rohmah
                  5). Nyi Rd. Aminah
                  6). KH Rd. Junaedi ( Cibuyut Lewo )
                 7 ). Nyi Rd. Siti Aisah   
                  8). Rd. Abdullah
                  9). Ny. Rd. Enok
                  Nyi Rd. Siti Aisah bersuamikan KH. Rd. Uyeh Abdullah asal Cianjur  dan dikaruniai 4 orang putra, yaitu diantaranya KH Rd. Teten Syarif Mahmud Sesepuh Pondok Pesantren Al Ulfah Lewo Malangbong.
  6.  KH Rd. Gojali
           KH Rd. Gojali menikah dengan Ny. Rd. Nafisah  dan dikaruniai 5 orang putra, dantaranya  :
•    Rd. Muh. Husen
            V2. KH RD.ABDURAHMAN  ( Pak Onggoh/ Mama Kulon )
        KH Rd. Abdurahman, menjadi sesepuh di Pesantren Cikelepu Kulon, oleh karenanya terkenal dengan  sebutan Mama Kulon.  KH Rd. Abdurahman beristrikan Nyi Rd. Siti Mir’at ( terkenal dengan sebutan Nyai Menak/Nyai Kulon) putra bungsu  Kyai Rd. Nur Muhammad ( Cikelepu Limbangan ).
    Dari 13 orang putra KH Rd. Abdurahman, yaitu :
1. KH Rd. Moh.Sobar  (  Pasantren Cibiuk Tengah )
2. Rd.H .Muh. Bakri ( wafat di Mekah )
3. Ny.Rd. St.Rafi’ah
    Isteri KH Rd. Sarbini putra KH. Rd. Zarkasih Hasan Maolani (Mama Wetan ).
4. KH Rd. Ahmad Masduki
    Suami Ny. Rd. Euis Umu Kulsum putra KH. Rd. Zarkasih Hasan Maolani (Mama Wetan ). Dari Ny. Rd.Euis Umu Kulsum, KH Rd.Ahmad Masduki dikaruniai 8 orang putra, diantaranya :
    1 ). Rd. Umar Hasanudin
    2 ). Ny.Hj. Rd.St. Syarifah Syu’batul Alam
    3 ). Rd. Abdurrahman Masduki dll
5. KH Rd. Muh. Mubarak
    Suami Ny. Rd. St. Hulaedah putra KH. Rd. Mahfudz  ( Mama Wates ). Dari Ny. Rd. St.Hulaedah putra KH Rd. Mahfudz, KH Rd. Mu. Mubarak, dikaruniai 10 orang putra, diantaranya , yaitu :
    1 ). H. Rd. Tete Ruhiyat
    2 ). KH  Rd. Atung Aonillah
    3 ). Rd. Endin Abdul Kodir dll.
6. KH Rd. Ahmad Qusyaeri    
    Menikah dengan Ny.Rd. St.Aidah putra KH.Muh.Amin ( Mama Panguyangan Cihanyir ).  Putra-putranya antara lain :
    1 ). Rd.Cecep
    2 ). Rd.Nandang
7. KH Rd. Muh. Thoha (Selaawi ).
8. Ny. Rd. Siti  Rahmah
    Menikah dengan saudara sepupunya KH Rd. A.Rosyad Ghazali putra Rd. Moh. Syarif ( Lihat di bawah ).
           V3. KH RD.MOH.ABDUL ROJAK
    Mempunyai 3 orang putra, yatu :
    1. Rd.Mansur
    2. Rd.Cecep (Cijeler )
    3. Rd.Kodir.
          V4. KH RD. MOH SYARIF
          KH Rd. Moh. Syarif adalah saudara seayah lain ibu dengan KH Rd. Moh. Abdul Rojak. Beliau menjadi sesepuh PP Serang Cibiuk dan menurunkan 6 orang putra, dua diantaranya adalah
             1. KH. Rd. A. Rosyad  Ghazali ( Mas Amuni ) 
    KH Rd. A. Rosyad Ghazali yang menikah dengan saudara sepupunya (Nyi Rd. St. Rahmah putra KH Rd. Abdurahman ) berputra 4 orang, dua diantaranya yatu :
          1 ).  KH Rd. Totoh Abdul Fatah Ghazali
Sosok  KH Rd. Totoh Abdul Fatah Ghazali tidak asing bagi masyarakat Bandung khususnya, umumnya masyarakat umat Islam di tatar Pasundan. Beliau adalah salah seorang mubaligh terkenal dari kota Bandung teureuh Cibiuk/ Limbangan. Beliau pada tahun 2001 wafat di kota Bandung.
Maret 2008 yang lalu sebuah buku unik berjudul The People’s Religion of
A.F. Ghazali ( Agama Rakyat : Ceramah-ceramah A.F.Ghazali ) diluncurkan. Buku tersebut merupakan hasil transkripsi dari ceramah-ceramah beliau yang selama ini terdokumentasikan dalam bentuk rekaman kaset.
         2 ). KH Rd. Bobon Anwar Ghazali dll
                     2. KH Rd. Abdul Gani ( Mas Gani ). 
    KH Rd. Abdul Ghani ( Mas Gani ) menikah dengan Nyi Rd. Siti Janah  putra Rd. Abdul Hanan (  Kaum Wanaraja ). Mertua isteri KH Rd. Abdul Gani (Ny. Rd.Diyut Marliyah ) adalah putra Kyai Rd.Moh.Jamhari ( Eyang Cimalaka). ( Lihat Bagian 5 )
Dari Nyi Rd.Siti Janah, KRd. Abdul Gani mempunyai 7 orang putra, diantaranya adalah  :
                       1 ).  Rd. H. Basah
                       2 ).  Rd. Ahmad  dll
               Rd. H. Basah dan saudaranya meneruskan dalam pengelolaan   Pondok  Pesantren  Serang Cibiuk.
Penyusun mengenal Rd. Ahmad putra KH Rd.Abdul Gani, ketika  penyusun masih sekolah di SMAN Garut ( antara 1964 – 1967 ). Rd. Ahmad dahulu juga sering bersilaturahmi kepada ayah penulis ( KH Rd. Ma’mun Abdul Gani ), karena kebetulan kakak beliau ( Ny Rd. Nunung yang saat itu sebagai  guru SMP Negeri di Garut ) adalah tetangga dekat kami di belakang Kaum Wanaraja.
  Ketika dalam perjalanan “ nyukcruk lembur mapay padesan “, beberapa bulan yang lalu, penyusun sempat bersilaturahmi dengan Rd. H. Basah  dan Rd. Ahmad beliau di Serang Cibiuk.  Dari beliau penyusun mendapat  selintas riwayat atau sejarah  dari Kyai Rd. Jafar Sidik  ( Eyang Embah Wali Cibiuk ), Kyai Rd. Ashim, Kyai Rd. Aonillah dan sesepuh tempo dulu Limbangan termasuk  Kyai Rd.Moh. Jamhari  ( Eyang Cimalaka Wanaraja ) cucu Kyai Rd. Salinggih.
    Seuweu siwi Kyai Rd. Aonillah ( Mama Serang ) dapat dilihat dalam Buku Rundayan Silsilah Bagian 8.
J. PRABU BRAJADILEWA
    Berdasarkan naskah dari Malangbong, bahwa Prabu Brajadilewa adalah saudaranya Prabu Hande Limansenjaya ( Galeuh Pakuan Limbangan ).  Prabu Brajadilewa atau  Sunan Brajasakti makamnya ada di daerah Cimuncang Kec. Malangbong. 
    Pabu Brajadilewa atau Sunan Brajasakti mempunyai putra  Syekh Wali Janullah atau Sunan Sakti Barang ( makamnya  di Lebakwangi Cimuncang Malangbong ). Beliau dikaruniai 2 orang putra,yaitu  :
a. Ny.Rd. Aminah ( Lebakwangi Cimuncang ).
         Dari suaminya ( ? ), Nyi Rd. Aminah menurunkan seorang putra, yang benama  : Kyai Rd. Muqri.
        Keturunan  Kyai Rd.Muqri adalah Ny. Rd. St. Aisyah yang nantinya menjadi menantu Syekh Komarudin ( cucu Rd. Mas Anggataruna  ) asal Mataram ).
       Ny. Rd. St. Aisyah  dengan Kyai Rd. Muh. Syarif  putra Syekh Komarudin melahirkan 3 orang putra, yatu :
1. Kyai Rd. Muh. Sarbini
           Mempunyai 2 putra, yatu  :
           1 ). Kyai Rd. Moh. Ismail
           2 ). Kyai Rd.Moh.Imam
2. Kyai Rd. Muh.Nawari
       Beliau adalah istri Ny. Rd. Murgani putra Rd. Muh. Soleh (Panghulu Malangbong . Salah seorang putranya, yaitu KRd. Moh.Husen ( Cibodas ) yang menurunkan salah seorang putranya, yaitu :
•    KH Rd. Kadar Solihat
                   Beliau adalah sesepuh di daerah di Cimuncang  Kutanagara Malangbong dan beliau adalah mantan anggota DPRD Kab. Garut
              3. Kyai Rd. Muh. Syafe’i
       Beliau adalah istri Ny. Rd. Muqoronah putra Rd. Muh. Soleh (Panghulu Malangbong ). Salah satu keturunannya adalah :
•     KH Rd. Muchlas
                   Beliau adalah sesepuh di Cirangkong   ( Citeras Malangbong ). Sekarang beliau sebagai Kepala MTs. Al Hidayah Kp. Citeras  Kec. Malangbong dan Ketua Majelis Ulama Kec.Malangbong. Beliau adalah sahabat penulis, sejak tahun 1966.
           Lihat uraianya di belakang ( Rd.Surayuda ).
b. Ny. Rd.Ayu Mangkubumi
         Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, bahwa Ny. Rd.Ayu Mangkubumi putra Sunan Sakti Barang adalah istri Dalem Wirabangsa putra Dalem Tumenggung Jiwamerta ( Sunan Demang – Limbangan ).  Seuweu siwinya akan dijelaskan di bawah.


BAGIAN 3
ADIPATI LIMANSENJAYA / PRABU WIJAYAKUSUMAH
( SUNAN CIPANCAR )
Adipati Limansenjaya adalah bangsawan Sunda yang pertama kali masuk Islam di daerah Keprabuan Galeuh Pakuan ( Limbangan Garut ), pada tahun  + 1525 M , yang menurut Sajarah Limbangan diislamkan oleh Prabu Kiansantang ( Raja Sangara ) putra ketiga  Prabu Jaya Dewata/ Sri Baduga Maharaja ( Prabu Siliwangi ).
Raja  Sangara maupun Pangeran Cakrabuana dan Nyimas Hj.Syarifah Mudaim ( Nyimas Rara Santang ) sebenarnya masih pernah kakek beliau/nenek Adipati Limansenjaya pula, karena ketiganya masih saudara seayah dari Prabu Layakusumah.
    Setelah Adipati Limansenjaya menjadi penguasa di Keprabuan Galeuh Pakuan ( Limbangan ) menggantikan Prabu Hande Limansenjaya, beliau  bergelar  Prabu Wijayakusumah. Menurut fatsal 8 no. I bundel  13 Preanger Regentschappen beliau  disebut Adipati Jaya Limansenjayakusumah Bupati Limbangan 1515 M.
    Di wilayah  Galeuh Pakuan, Prabu Wijayakusumah turut menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di bawah pimpinan Raja Sangara atau Prabu Kiansantang ( menurut Sejarah Godog disebut Sunan Rohmat ). Di lingkungan Kraton Galeuh Pakuan ( Pasirhuut – pen.) banyak pula penduduk dan bangsawan yang memeluk agama Islam, kecuali ayah beliau yang sudah lanjut usianya.
Menurut sesepuh di Limbangan, Sunan Cipancar tergolong salah seorang bangsawan Sunda  yang memeluk agama Islam pada awal abad 16. Beliau adalah salah seorang penyebar dan pengembang agama Islam di wilayah Galeuh Pakuan ( saat itu wilayahnya meliputi yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan  Cibiuk, Limbangan, Selaawi, Malangbong, Kersamanah, Cibatu, Wanaraja, Leuwigoong, Banyuresmi dan Karangpawitan – pen. ).
Beliau adalah pemimpin Islam yang diundang pada pertemuan sangat penting dan rahasia yang diadakan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Ketika pertemuannya dengan Syarif Hidayatullah,  terlihat bahwa Rd. Wijayakusumah atau  Adipati Limansenjaya memakai sebuah keris yang bertuliskan  “Laa iqraha Fiddien  ". Beliau memberitahukan bahwa keris itu adalah tanda penghormatan atau hadiah dari Raja Sangara atas jasanya dalam mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di wilayah daerah Galeuh Pakuan ( Limbangan).
Syarif Hidayatullah mengetahui bahwa keris itu ada hubungannya dengan Raja Sangara pamannya sendiri ( di lingkungan masyarakat Garut terkenal dengan sebutan  Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat ). Sejak peristiwa itulah  Kabhupaten Galeuh Pakuan dirubah namanya menjadi Kabhupaten Limbangan atas perintah Syarif Hidayatullah atau   Sunan Gunung Jati.
 Dan yang menjadi Bhupatinya sebagaimana tercatat pada fatsal 8 no. 1, bundel 13 Preanger Regentschappen adalah Adipati Jaya alias Limansenjayakusumah/Sunan Cipancar, bupati Limbangan ( Galih Pakuan) ….."( Rd. Khonda : 3 ).
Cerita keris " Laa iqraha fiddien  " kisahnya telah diuraikan  di dalam buku Sajarah Limbangan susunan Rd. Soemarna Wirasoedarma,  Buku   Kabupatian i Bhumi Limbangan  susunan Drs. Bayuningrat,  Buku Wawacan  Silsilah Rd. Nur Muhammad Cikelepu dan cerita rakyat Cinunuk Wanaraja Garut “ Punika Sajarah Duhung “ ( Menurut warga Kaum Pusaka Cinunuk Wanaraja, keris tersebut terkenal dengan sebutan “ Duhung Lam Lam Ha “ yang kisahnya    akan penyusun  ceritakan pada Bagian lain di bawah nanti ).
Setelah wafat beliau dimakamkan di Pasir Huut, yang selanjutnya  oleh    Dalem Adipati Suriakusumah Rangga Megatsari dipindahkan ke Kampung Pasir Astana Desa Pasir Waru Kec. Limbangan.
Meskipun makamnya tidak di Pasihuut, banyak sesepuh-sesepuh Limbangan dahulu yang datang ke daerah tersebut ( Ziarah ), untuk  mengenang jejak-jejak leluhurnya, diantaranya Kyai Rd. Mahfudz  ( Mama Wates Sepuh ) beserta putranya KH Rd. Uding Muhyiddin, sebagaimana yang diceritakan sesepuh Pondok Pesantren Al Muhyiddin Wates ( KH Rd. Aten Muhyiddin  putra KH Rd. Uding Muhyiddin ).
 Hampir semua para seuweu siwi Limbangan yang telah tersebar ke berbagai daerah di Jawa Barat ( termasuk Banten ), mengetahui bahwa Sunan Cipancar, yang saat itu sebagai penguasa Galeuh Pakuan  adalah salah seorang bangsawan Sunda yang pertama kali memeluk Agama Islam di wilayah Galeuh Pakuan ( Limbangan ). “ Babango “ sebagai alat  yang digunakan untuk mengkhitan beliau oleh Prabu Kiansantang terakhir berada di  Cinunuk Wanaraja Garut , tetapi  menurut sesepuh Mesjid Kaum Pusaka benda cagar budaya itu sekarang telah  hilang.
Setelah Adipati Limansenjaya  ( Sunan  Cipancar) wafat, kedudukannya selaku Bupati Limbangan diteruskan oleh keturunannya, sedangkan untuk mengurus masyarakat atau rakyat Limbangan dalam hal penyebaran dan pengembangan agama Islam, diteruskan oleh para Kyai/ulama yang juga masih seuweu siwi beliau, diantaranya adalah Kyai Rd. Jafar Sidik ( Kyai Syekh  Wali Jafar Sidik ) atau disebut juga  Sunan Gunung  Haruman( 1650 – 1800 M ).
Untuk mendidik seuweu siwi pada khususnya, umumnya masyarakat, para Kyai/Ulama seuweu siwi Sunan Cipancar dan Sunan Rumenggong mendirikan/menjadi sesepuh beberapa Pondok Pesantren terkenal di daerah sekitar wilayah Kabupaten Garut ( Cikelepu, Wates, Cicadas, Cigawir, Bale Kambang, Pulosari, Serang,  Lio, Ciloa, Cibalampu, Cijambe, Cibiuk, Cisalam, Sumursari, Sadang, Kiarapayung, Cibolerang, Cisaradan, Tarogong, Mulabaruk, Bojong Kersamanah, Annur Malangbong, Lewo, Cibunar Cibatu dan lain-lainnya.).   Diluar  Kabupaten  Garut antara lain, PP Al Jawami Cileunyi, Santiong Cicalengka, Cibogo Ciranjang Cianjur, Sukabumi  dan lain -lainnya.
Adipati Limansenjaya Kusumah atau Sunan Cipancar berputra 7 orang, yaitu :
1. Dalem Tmg. Wangsanagara (Sunan Kareseda )
2. Rd. Aria Sumanagara
3. Ny.Rd. Ruhiyat
4. Rd.Jayadibrata
5. Ny Rd. Raja Panata
6. Nyi Rd. Jayaningrat
7. Nyi Rd.Rajamirah
I. DALEM TUMENGGUNG WANGSANAGARA ) Lh. + 1525.
    Setelah ayahnya wafat, beliau menggantikannya menjadi Bupati Limbangan ( 1550 – 1580 M ). Beliau terkenal pula dengan sebutan Sunan Kareseda, Sunan Cipacing atau Prabu Cakrawati.
    Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa pada tahun 1580 M timbul pemberontakan yang dilakukan Nagaparana putra Dalem Singaharja ( cicit atau buyut Sunan Rumenggong ) terhadap Dalem Tmg. Wangasanagara dan menewaskan beliau suatu tempat yang sekarang disebut Ragahyang d Gunung Sadakeling. Pemberontakan itu  dapat dipadamkan  oleh  Dalem Santowaan  (Dalem  Cibolerang Wanaraja ).
Dalem Tumenggung Wangsanagara berputra 7 orang putra, yaitu   :
            1. Dalem Tumenggung Jiwamerta atau  Sunan Demang
            2. Rd. Kalipudin
     3. Rd. Demang Aria Jiwabrata
            4. Nyi Rd. Batari Ratnakusumah
     5. Rd. Jiwakusumah
            6. Dalem Aria Wirayuda
     7. Rd.Wijaya ( Sunan Bungsu )
Menurut catatan K.H.Rd. Ma'mun Abdul Ghani ( ayah penyusun ), bahwa ada salah seorang keturunan Dalem Tumenggung Wangsanagara ( Dalem Cipacing ), yang bernama Rd. Jaya Mukaer. Rd. Jaya Mukaer mempunyai seorang putra bernama Nyi Rd. Bathiyah.
Menurut catatan Nyi Rd. Bathiyah menikah dengan Embah Nuryayi,  salah seorang Ulama/Kyai terkenal pada abad 18 M di daerah Rancakalong Suci Karangpawitan Garut ( keturunan Dalem Pagerjaya,  pengikut setia Rd. Sangara atau Prabu Kiansantang ( Sunan Rohmat Godog ).
 Rd. Bathiyah dari Embah Nuryayi melahirkan 3 orang putra, yaitu :
1. Rd. Moh. Arif
    Rd. Moh. Arif menurunkan beberapa orang putra, diantaranya
1 ) . Rd. Moh. Ahyar
               Beliau berputra KH Rd.Marjuk  ( dahulu sebagai sesepuh Kp.Kaum Wanaraja Garut ).
                2 ).  Rd. Moh. Syamhudi
                3 ).  Nyi Rd. Sukaerah
Beliau adalah isteri Wedana Cicalengka Kab. Bandung.
                4 ).  Rd. Moh. Abdul Hanan
 Beliau adalah suami Ny. Rd. Diyut Marliyah putra Kyai Rd.Moh.Jamhari atau  Eyang Cimalaka, dan dikaruniai  2  orang putra, diantaranya :
•    Ny. Rd.St.Janah
Beliau adalah isteri KH Rd. Abdul Ghani putra KH Rd.Moh. Syarif  ( Serang Cibiuk ).
      Dari isteri keduanya ( Ny.Rd. Hj. Iyah St.Rohmah ), Rd. Moh. Abdul Hanan dikaruniai 6  orang putra, diantaranya :
        ( 1 ). Ny.Rd.Diyoh Warliyah
                 Beliau adalah isteri dari Rd.Mahpud putra Rd.Johar Karim Tonjong Limbangan.
              ( 2 ). Rd. Moh. Haris
                Sesepuh Kampung Kaum Wanaraja Garut.
2. Ny. Rd. Dhomah ( isteri Rd.Maksudin asal Mataram  + 1830 M )
     Ny. Rd. Dhomah dari Rd.Maksudin ( asal Mataram ) menurunkan tiga orang putra, diantaranya yaitu :
                 1 ).  Nyi Rd. Meno.
Nyi Rd. Meno menikah dengan K.H. Tb.Aliban (  keturunan Maulana Hasanudin  dari Banten).  Putra KH. Tb. Aliban  dari Ny. Rd.Meno, yaitu :
•    Kyai Rd. Tb. Arif
Isterinya adalah Nyimas Eroh putra H. Arsad ( Kuningan ) dan Ny. Rd. Siti Ganda Inten putra Kyai Rd. Nurjamil atau cucu dari Nyi Rd. Oma Murtasiah/ Komariah ( Uyut Oma Cicadas Limbangan ).
                 2 ).  Nyi Rd. Emoh  Rasiamah.
Nyi Rd.E.Rasiamah menikah dengan Kyai Rd. Moh. Jamhari  putra dari Kyai Rd. Ahmad Jawahir dari daerah  Cigawir ( sekarang termasuk wilayah Kec. Selaawi Garut ).
Seuweu siwi Nyi Rd.Rasiamah dari Kyai Rd.Moh.Jamhari atau Eyang Cimalaka  akan djelaskan pada Bagian 5.
Rundayan Seuweu siwinya dapat dilihat pada Bagian 10 Buku Rundayan  Silsilah Sunan Rumenggong. 
3. Ny. Rd.Almah 
                 Nyimas Almah adalah istri seorang petinggi di daerah Rancakalong Suci, tetap tidak dikarunia putra. Menurut KH Emu Muh. Qudsi (  sesepuh PP Suci Kr.Pawitan Garut ), bahwa Embah Nuryayi ,  di masa tuanya beliau tinggal bersama putra bungsunya ini di daerah Rancakalong Suci Karangpawitan  Garut.
II. DALEM TUMENGGUNG JIWAMERTA ( Sunan Demang )
Dalem Tumenggung Jiwamerta ( Sunan Demang ) menggantikan Tumenggung Wangsanagara (Sunan Kareseda ), sebagai Dalem ( Bupati ) Limbangan sejak tahun 1550 – 1620 M, yang menurut salah satu riwayat beliau dibunuh oleh Nagaparana cucu Dalem Mangunharja ( kakaknya Prabu Mundingwangi ).
Dalem Tumenggung Jiwamerta berputra 6 orang putra, yaitu  :
           1. Adipati Suriakusumah Rangga Megatsari
2. Dalem Wirabangsa
    3. Rd. Ujang Maraja
    4. Rd.Natakusumah
    5. Nyi Rd. Ratnawulan
    6. Nyi Rd. Nata Inten
III. DALEM SURIAKUSUMAH RANGGA MEGATSARI
Adipati Suriakusumah Rangga Megatsari  menggantikan Dalem Tumenggung Jiwamerta ( Sunan Demang ) sebagai Bupati Limbangan ( 1620 – 1660 M ).
Nama tambahan Megatsari bagi beliau, menurut sesepuh Limbangan, karena beliau seorang Bupati Limbangan, yang berani tampil menjaga tentara Mataram yang melalui Limbangan, karena mereka selalu mengganggu para  wanita/gadis Limbangan. Sebagaimana menurut  Sejarah,  tentara Mataram saat itu akan pergi menyerang ke Batavia dengan bantuan tentara Priangan di bawah pimpinan  Dipati Ukur (  Bupati Wedana Priangan  ) pada tahun 1628 M.
Limbangan pada saat ini berada dibawah Kesultanan Mataram ( Sultan Agung 1613 – 1645  ). Untuk memperkuat kekuasaan, diadakan perkawinan  antara para adipati dengan putri-putri Mataram. Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon ( Ratu Ayu Sakluh cucu Syarif Hidayatulah – pen.), sehingga Cirebon mengakui kekuasaan Mataram. Hampir seluruh Pulau Jawa dikuasai, kecuali Banten ( Drs. Eddy Rosady : 100 ).
Hal tersebut sesuai  sebagaimana diceritakan nenek penyusun pada tahun 1963 M, bahwa Adipati Sutajiwa, Dalem Mertasinga dan Dalem Jiwamerta II  menikah  dengan putri-putri Mataram. Mengenai cerita Adipati Sutajiwa putra sulung Adipati Suriakusumah yang dibunuh di Mataram pada jaman Sultan Amangkurat I ( 1678 M ) akan dijelaskan di belakang.
Menurut Otto Van Rees, tanggal 30 Oktober 1677 , Bupati-bupati di daerah Priangan yang berada dibawah Kesultanan Mataram, adalah :
1.    Kanduruan, di Dayeuh Luhur
2.    Aria ata Kanduruan, di Banyumas
3.    Rangga Gempol II,  di Sumedang
4.    Tmg. Wira Tanubaya di Parakanmuncang
5.    Tmg. Wira Angunangun , di Bandung
6.    Tmg. Wiradadaha, di Sukapura
7.    Demang Aria Reksa Kusumah Wiradipura, di Timbanganten
8.    Rangga Megatsari, di Limbangan
9.    Ngabehi Ngasta Nagara, di Imbanagara
10.    Ngabehi Mas Nagara di Kawasen
11.     Tumenggung Panatayuda, di Karawang
Menurut Silsilah Menak-menak Limbangan, Rangga Megatsari  mempunyai 9 orang putra, yaitu : 
1. Dalem Adipati  Sutajiwanagara ( wafat tahun 1678 di Mataram ) 
                Menurut catatan silsilah K.H. Rd Ma’mun, ibunya berasal dari     Sukawayana ( sekarang termasuk wilayah Kecamatan Malangbong Kab. Garut ).
           2. Dalem Mertasinga ( Karoya  Wanakerta )
           3. Dalem Jiwamerta II ( Cibolerang Wanaraja )
    Menurut Catatan Sajarah Asal Usul Limbangan, ibunya adalah Nyi Tanurang Manabaya.
           4. Dalem Patralaga ( Timbanghayu )
           5. Dalem Wangsakusumah ( Limbangan )
           6. Dalem Patrakusumah ( Kancil Wanakerta )
           7. Rd. Ayu di Cikaruk
           8. Rd. Mahulun
           9. Nyi Rd. Tanurang Rucitawangi 
   Menurut catatan Sajarah Asal Usul Limbangan, ibunya adalah Nyi Tanurang Batulayang.
Pengertian Rangga menurut Rd. Soemarna Wirasoedarma bagi Rangga Megatsari, karena membawahi beberapa Dalem.
Ketika itu di daerah Limbangan ada beberapa Dalem dibawahnya, yang memimpin  Kadaleman, diantaranya :
1.    Dalem Wirabangsa ( Cikelepu Limbangan ) putra Tumenggung Jiwamerta I ( Sunan Demang ).
2.    Dalem Nayawangsa ( Cipacing  Wanakerta ) yang selanjutnya diangkat  menjadi Bupati Limbangan 1 ( ……s/d 1678 M ), putra Dalem Santowaan ( Cibolerang Wanaraja ).
3.    Dalem Wangsaraja (  Banjaran Wanakerta ) putra Dalem Santowaan, yang menggantikan Rd. Rangga Megatsari sebagai Bupati Limbangan ( diangkat oleh Sultan Mataram ).
4.    Dalem Mertasinga ( Karoya Wanakerta ) yang selanjutnya diangkat menjad  Bupati Limbangan 2 ( 1678 - 1726 M ) putra Rangga Megatsari.
5.    Dalem Jiwamerta II (  Cibolerang ) putra Rg. Megasari
6.    Dalem Patrakusumah ( Kancil  Wanakerta )
7.    Dalem Patralaga ( Timbanghayu ) putra Rg. Megatsari
8.    Dalem Wangsakusumah   ( Limbangan )
9.    Dalem Tumenggung Wjayakusumah/DalemEmas (  Sukadanuh Sadang Wanaraja – sekarang Sucinaraja ) putra Dalem Sutajiwa, cucu Rangga Megatsari.
Ketika penulis datang ke Pesantren Al Muhyiddin Wates Kec. Selaawi dan diterima oleh sesepuh Pesantren Bapak K.H.Rd. Aten Muhyiddin. Beliau menceritakan bahwa jasad  Sunan Cipancar ketika dipindahkan dari Pasir Huut Ke Pasir Astana Gede oleh Rangga Megatsari, masih  tetap utuh meskipun usia mayat sudah hampir 80 tahun. Hal ini sesuai sebagaimana telah diuraikan pula oleh Rd. Soemarna Wirasoedarma pada Bukunya "  Sajarah Limbangan ".
Menurut Sajarah Limbangan, oleh karena Dalem Adipati Sutajiwa ( putra sulung Rangga Megatsari )  tercatat dalam Buku Kuncen di Panyeredan Wanaraja ( sekarang Sucinaraja ) " Kang katetek ing Mataram " ( demikian pula pada catatan keturunan beliau di Cununuk Hilir- Peny.), maka ketika Rangga Megatsari wafat, beliau diganti oleh Dalem Wangsakusumah ( 1 ) putranya. Setelah Wangsakusumah 1 wafat, maka beliau diganti oleh Dalem Wangsaraja ( atas perintah Sultan Mataram – Peny. ), suami dari Nyi Tanurang Rucitawangi. Dalem Wangsaraja adalah putra Dalem Santowaan Cibolerang Wanaraja, saudaranya Dalem Nayawangsa.   (Rd. Soemarna Wirasoedarma : 62 ).
Menurut  Silsilah Menak-menak Limbangan, Adipati Sutajiwa mempunyai 10 orang putra, yaitu :
1. Dalem Tmg. Wjayakusumah
2. Dalem Aria Wijayakusumah II
3. Rd. Ara Wijayanagara
4. Nyi Rd. Satria
5. Rd.Rangga Bratanagara
6. Rd.Purareja
7. Nyi Rd. Retnasari
8. Rd. Bratakusumah
9. Rd. Purakusumah
10. Rd.Puranagara
           Menurut Sejarah Menak-menak Limbangan susunan Dalem Wangsadita I ( Rangga Limbangan ) yang tercatat silsilah rundayannya adalah dari putra sulungnya, yaitu Dalem Tumenggung Wijayakusumah. Beliau adalah sebagai Dalem Sukadanuh Sadang Wanaraja ( sekarang termasuk wilayah Kec. Sucinaraja Kab.Garut). Beliau adalah  menantu Dalem Wirabangsa ( saudara sepupu Adipati Sutajiwa ).
Uraiannya akan djelaskan pada Bagian lain.
IV. DALEM JIWAMERTA  II
Dalem Jiwamerta II putra Rangga Megatsari menggantikan Dalem Santowaan sebagai Dalem di Kadaleman Cibolerang, karena sebagaimana telah diceritakan di atas putra-putra Dalem Santowaan seperti Dalem Nayawangsa menjadi Dalem di Karoya Wanakerta, Dalem Wangsareja menggantikan mertuanya Rg. Megatsari di Limbangan, Kyai Rd.Nawu tinggal dan menetap di Cibeureum ( sekarang termasuk Kec. Pangatikan ). Adapun kedua putranya yang lain pergi ke daerah Papandak ( Wanaraja ) dan Caringin ( Sucinaraja ).
Dalem Jiwamerta II mempunya 8 orang putra, diantaranya adalah  :
    1 ). Rd. Wangsanata I
                   Menurut silsilah menak-menak Limbangan, Rd. Wangsanata  I dikarunia 9 orang putra, diantaranya :
           ( 1 ). Rd. Wargadireja I
           ( 2 ). Rd. Singadireja
           ( 3 ). Rd.Martadireja  I
    2 ). Dalem Kulawangsa
                   Menurut silsilah menak-menak Limbangan, Dalem Kulawangsa dikarunia 2 orang putra, diantaranya :
•    Rd. Abu
Generasi ke 5 dari Rd. Abu adalah Rd.Muhammad yang tinggal di  Panaragan Wetan Bogor. Keturunan Rd. Muhammad  adalah :
                   - Rd. Wargapraja I ( Jaksa Garut ).
                  -  Rd. Warga  ( cucu Rd. Wargapraja I )
                      Menurut catatan beliau sebagai Camat Pasanggrahan Distrik Wanakerta   Kab.Limbangan (  sekarang Kec. Sukawening Kab. Garut).
Rundayannya dapat dilihat pada Buku Rundayan Silsilah Sunan Rumenggong.
V. DALEM PATRAKUSUMAH
    Dalem Patrakusumah adalah putra Dalem Adipati Suriakusumah Rangga Megatsari. Menurut silsilah pada Sejarah Limbangan, beliau adalah yang memimpin Kadaleman Kancil Wanakerta Cibatu ( sekarang termasuk Desa Padasuka Kec. Cibatu ).
    Ada kemungkinan putra atau putu Dalem Patrakusumah pergi dari daerah Kancil mengembara ke daerah Cianjur dan terus menetap disana sampai beranak pinak.  Diantara keturunan beliau, tercatat nama  :
1.  Rd.Hatib Anom ( Cianjur )
2.  Rd. Martakusumah II  putra Rd. Hatib Anom
    (  Camat Palasari Kabupaten Cianjur ).
Rundayannya dapat dilihat pada Buku Rundayan Silsilah Sunan Rumenggong.



BAGIAN 4
DALEM ARIA WIRAYUDA
Dalem Aria Wirayuda adalah putra dari Dalem Tumenggung Wangsanagara atau Sunan Karaseda.
Beliau menjadi Dalem di Kadaleman Cipicung, yang saat itu wilayahnya termasuk Kabupaten Limbangan. Bupati Limbangan saat itu (1600 -1625 M) adalah kakaknya  sendiri ( Tumenggung Jiwamerta atau Sunan Demang ). 
    Dalem Aria Wirayuda mempunyai 2  orang putra, yatu
1. Rd. Wiraha 
2. Rd. Wirareja ( tak ada data riwayat dan urunannya  ).
Rd.Wiraha putra Dalem Aria Wirayuda adalah yang memimpin Kadaleman Tegaljati Pasiruncal (sekarang termasuk Kec.Karangpawitan Kab.Garut ). Kemungkinan pada jaman Kadaleman Tegaljati Pasiruncal, Bupati Limbangan  adalah  kakak sepupu dari Rd. Wiraha, yaitu Adipati Rangga Megatsari ( 1625 -1650 M ).
Beliau dikaruniai 7orang putra, diantaranya adalah :
1 ). Rd.Mukadar
          Menurut Sajarah Silsilah Asal Usul Limbangan, Nyi Rd. Nalebah putra Rd. Mukadar, menikah  dengan Kyai Rd. Jakaria putra Embah Dangdeur Cikawao/Embah Nurmadin ( keturunan Maulana Hasanudin Banten ), dan dikarunai 3 orang putra,diantaranya :
      (1). Kyai Mas Irpan.
             Salah satu keturunannya adalah :
             - Rd. Sastrawjaya
               Lurah Desa Cipicung Distrik Leles Kab.Bandung
      (2). Nyimas Satiyam
            Salah satu keturunannya adalah :
             - Rd. Mas Ali Hasan
            Lurah Desa Cimurah Distrik Suci  Kab.Limbangan Garut.
Setelah Kyai Rd.Jakaria wafat, Nyi Rd. Nalebah putra Rd. Mukadar, menikah  lagi dengan  dengan Embah Aeni  ( Kalibende), salah  satu keturunannya adalah:
o    Kyai Muh. Rafi’i
Sesepuh di Calingcing Desa Cimurah Dstrik Suci  Kab.Limbangan Garut.
Oleh para seuweu siwinya nama beliau diabadikan sebagai nama Lembaga Pendidikan yang ada di daerah Calingcing, yaitu Madrasah Tsanawiyah Ar Rafi.
    2  ). Rd.lham
                   Rd.Ilham dkaruniai 3 orang putra, diantaranya :
            ( 1 ). Rd.Jaliam
                    Salah satu keturunannya adalah :
                           - Rd.Kanduruan Kartasasmita -  Dalem Bandung.
           ( 2 ). Rd. Ali Muksin Anggapraja
             Putra-putranya antara lain Rd.H. Abdul Adzied dan Rd. Ali Husen  Argawjaya
3 ). Rd. Raja Pangaras
      Cucu beliau yaitu Rd. Dirapraja putra Rd. Raja Manggala adalah mertua dari Rd.Abas  ( DAA Surianatakusumah ) ( Bupati  Limbangan Garut  1833 -1871 M ).( Rd.Abas adalah  putra DAA Wiratanudatar  VI BupatiCanjur).
 Nyi Rd. Mantria putra Rd.Dirapraja dengan  Rd. Abas dikaruniai beberapa orang putra dantaranya :
( 1 ). Rd.Jenon atau DAA Wiratanudatar VIII
        Bupati Limbangan Garut terakhir atau Bupati Garut pertama ( 1871-1915 M). 
( 2 ).  Rd. Jayadiningrat ( Wedana Wanaraja )
         Beliau adalah kakek Dr.Rd.Bayuningrat, penyusun Buku Kabhupatian I Bhumi Limbangan, Garut, Sumedang dan Cianjur.
( 3 ).  Ny. Rd. Omi
          Beliau  adalah isteri Bupati Lebak 
( 4 ). Nyi Rd.Alkiyah ( Rd. Rajaretna )   
       Beliau adalah menantu Rd. H.Muhammad Musa (  Hoofz Penghulu Garut  ). Ny.Rd. Alkiyah  putra Rd. Abas dari Rd. Surianatalegawa (  Patih Sukabumi ) putra Rd. H. Muhammad Musa, melahirkan  beberapa orang putra, diantaranya  : 
     -  Rd. Suriakartalegawa ( Bupati Garut )
     -  Rd. Surianataatmaja ( Bupati Cianjur ).
        ( Lihat Keluarga Besar Rd.H.Muh. Musa).
    ( 5 ). Rd. Ahmad Kosasih

                     Beliau adalah Wedana Cidamar Kab.Cianjur.

1 komentar:

Opon jaenal aripin mengatakan...

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh Alhamdulillah dengan adanya cerita ini sangat bermanfaat
Bagi masyarakat Sunda khususnya Indonesia pada umumnya kami minta tolong di bukukan bian generasi kita bisa membacanya

Posting Komentar

Posting Komentar