Minggu, 30 Oktober 2016

HIKMAH 46-56

Hikmah ke 46
MAQAM FANA’

٭ كاَنَ اللهُ وَلاَشىءَ مَعَهُ وَهُوَ الاَنَ علىَ ماَكاَنَ عليهِ ٭

46. "(sebelum adanya makhluk)Telah ada Alloh, dan tiada suatu di samping-Nya, dan Ia kini sebagaimana ada-Nya semula."

    Keadaan seperti ini adalah keadaan orang yang sudah berada di maqam fana', dia tiada melihat sesuatu kecuali Alloh. Bagaikan seorang di dalam gedungnya, kemudian ia mengisi rumah dengan perabot dan boneka atau patung, lalu ditanya: 'Siapakah yang ada di dalam gedung itu?' Jawabnya: 'Hanya dia seorang', yakni semua boneka dan patung itu tidak dapat disebut sebagai temannya. Demikian pun orang ahli hakikat tidak melihat adanya sesuatu yang dapat disebut selain Alloh 'Azza wa Jalla.

Hikmah ke 47

ALKARIM TUMPUAN SEGALA HAJAT

٭ لاَ تتَعدَّ نيَّةُ هِمَّتَكَ اِلىَ غيرِهِ فاَلْكَريْمُ لاَتتخـَطـَّاهُ الاَماَلُ ٭

47. "Jangan melampaui/melanggar niat dan tujuanmu [hasrat dan harapanmu] kepada lain-Nya. Maka Tuhan yang maha pemurah itu tidak dapat di lampaui oleh sesuatu harapan (angan-angan)hamba.''

  Sebaiknya bagi orang yang mengharapkan berhasil hajatnya, jangan meminta kapada selain Alloh (makhluk), karena itu bertentangan dengan sifat ‘ubudiyyah. Itu kalau permintaan itu disandarkan/bergantung pada makhluk, dan lupa pada Alloh ketika berdo’a. apabila permintaan pada makhluk (manusia) menjadi perantara untuk meminta kepada Alloh, dan selalu memandang Alloh-lah dzat yang memberi. Permintaan seperti ini masih diperbolehkan.
Perasaan yang luhur enggan membuka kebutuhan [hajat] -nya kepada orang yang tidak dermawan, dan tidak ada yang dermawan pada hakikat yang sebenarnya kecuali Alloh Ta'ala.
Syeikh  Junaid al-Baghdadi berkata: ''Dermawan [Al-Karim] itu ialah yang memberi kebutuhan seseorang sebelum diminta.''
Ada pula berpendapat: ''Dermawan [Al-Karim] ialah yang tidak pernah mengecewakan harapan orang yang berharap.''
Dermawan [Al-Karim] yaitu apabila berkuasa mema'afkan, dan bila berjanji menepati, dan bila memberi lebih memuaskan dari harapan, dan tidak memperdulikan tentang berapa banyak pemberiaannya, dan kepada siapa yang ia berikannya.

Al-karim adalah salah satu dari Asma’ul husna. Asma’ ini memberi pengertian yang istimewa tentang Alloh.
Al-karim berarti:
1.    Alloh Maha pemurah.
2.   Alloh memberi tanpa diminta.
3.   Alloh memberi sebelum diminta.
4.   Alloh memberi apabila diminta.
5.   Alloh memberi bukan karena permintaan tetapi cukup sekedar harapan, cita-cita dan angan-angan hamba-hamba-Nya. Alloh tidak mengecewakan harapan hambanya.
6.   Alloh memberi lebih baik daripada apa yang diminta dan diharapkan oleh para hamba-Nya.
7.   Alloh Yang Maha Pemurah tidak dikira berapa banyak yang diberikan-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
8.   Paling penting, demi kebaikan hamba-Nya sendiri, Alloh memberi dengan bijaksana, dengan cara yang paling baik, masa yang paling sesuai dan paling bermanafaat kepada si hamba yang menerimanya.
Sekiranya para hamba mengenali Al-Karim niscaya permintaan, harapan dan angan-angannya tidak tertuju kepada yang lain melainkan kepada-Nya.

Hikmah ke 48
JANGAN MENGADU KEPADA SELAINALLOH
٭ لاَ تـَرْفَعَنَّ اِلىَ غيرِهِ حاَجَةً هُوَ مُورِدُهاَ عَليْكَ فكَيْفَ يَرْفَعُ غيرَهُ ماكانَ هُوَ لهُ واضِعاً مَنْ لاَيَسْتَطِيعُ ان يَرْفَعَ حاَجةً عن نَفْسِهِ فَكيْفَ يَسْتَطِيعُ اَنْ يَكونَ لهاَ عَن غيرِهِ راَفِعاً ٭

48. "Jangan mengadu dan meminta sesuatu kebutuhan/hajat selain kepada Alloh, sebab Ia sendiri yang memberi dan menurunkan kebutuhan itu kepadamu. Maka bagaimanakah sesuatu selain Alloh akan dapat menyingkirkan sesuatu yang diletakkan oleh Alloh. Barangsiapa yang tidak dapat menyingkirkan bencana yang menimpa dirinya sendiri, maka bagaimanakah ia akan dapat menyingkirkan bencana yang ada pada orang lain."

  Adanya sesuatu bencana [musibah] itu menyebabkan engkau berhajat [butuh] kepada bantuan [pertolongan], maka dalam tiap kebutuhan [hajat] jangan mengharap selain kepada Alloh, sebab segala sesuatu selain Alloh itu juga berhajat seperti engkau. Sebab barangsiapa yang menyandarkan [menggantungkan nasib] pada sesuatu selain Alloh, berarti ia tertipu oleh sesuatu bayangan fatamorgana, sebab tidak ada yang tetap selain Alloh yang selalu tetap karunia dan nikmat serta rahmat-nya kepadamu.
 Syeikh Atho' al-Khurasani berkata: " Saya bertemu dengan Wahb bin Munabbih di suatu jalan, maka saya berkata, 'Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang dapat saya ingat, tetapi persingkatlah'.
 Maka berkata Wahb, “Alloh telah mewahyukan kepada Nabi Dawud 'alaihissalam: Wahai Dawud, demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak ada seorang hamba-Ku yang minta tolong kepada-Ku, tidak pada selainnya, dan Aku ketahui yang demikian dari niatnya, kemudian orang itu akan ditipu oleh penduduk langit yang tujuh dan bumi yang tujuh, melainkan pasti Aku akan menghindarkannya dari semua itu, sebaliknya demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak ada seorang yang berlindung kepada seorang makhluk-Ku, tidak kepada-Ku dan Aku ketahui yang demikian dari niatnya, melainkan Aku putuskan rahmat yang dari langit, dan Aku longsorkan bumi di bawahnya, dan tidak Aku pedulikan dalam lembah dan jurang yang mana ia binasa."

  Syeih Muhammad bin Husain bin Hamdan berkata: "Ketika saya di majlis Yazid bin Harun, saya bertanya kepada seorang yang duduk disampingku, 'Siapakah namamu?' Jawabnya. 'Said'. Saya bertanya, 'Siapakah gelarmu?' Jawabnya, 'Abu Usman'. Lalu saya bertanya tentang keadaannya. Jawabnya, 'Kini telah habis belanjaku. Lalu saya tanya, 'Dan siapakah yang engkau harapkan untuk kebutuhanmu itu?' Jawabnya. 'Yazid bin Harun. Maka saya berkata kepadanya, 'Jika demikian, maka ia tidak menyampaikan hajatmu, dan tidak akan membantu meringankan kebutuhanmu'.
 Dia bertanya, 'Dari mana engkau mengetahui hal itu?' Jawabku, 'Saya telah membaca dalam sebuah kitab: Bahwasanya Alloh telah berfiman: Demi kemuliaan-Ku dan kebesaran-Ku, dan kemurahan-Ku dan ketinggian kedudukan-Ku, di atas Arsy. Aku akan mematahkan harapan orang yang mengharap kepada selain-Ku dengan kekecewaan, dan akan Aku singkirkan ia dari dekat-Ku, dan Aku putuskan dari hubungan-Ku. Mengapa ia berharap selain Aku dalam kesukaran, padahal kesukaran itu di tangan-Ku, dan Aku dapat menyingkirkannya, dan mengharap kepada selain Aku serta mengetuk pintu lain padahal kunci pintu-pintu itu tertutup, hanya pintu-Ku yang terbuka bagi siapa yang berdoa kepada-Ku. Siapakah yang pernah mengharapkan Aku untuk menghalaukan kesukarannya lalu Aku kecewakan? Siapakah yang pernah mengharapkan Aku karena besar dosanya, lalu Aku putuskan harapannya? Atau siapakah yang pernah mengetuk pintu-Ku, lalu Aku tidak bukakan? Aku telah mengadakan hubungan yang langsung antara-Ku dengan angan-angan dan harapan semua makhluk-Ku, maka mengapakah engkau bersandar kepada selain-Ku. Dan Aku telah menyediakan semua harapan hamba-Ku, tepapi tidak puas dengan perlindungan-Ku, dan Aku telah memenuhi langit-Ku dengan makhluk yang tidak jemu bertasbih kepada-Ku dari para Malaikat, dan Aku perintahkan mereka supaya tidak menutup pintu antara-Ku dengan para hamba-Ku, tetapi mereka tidak percaya kepada firman-Ku. Tidakkah engkau mengetahui bahwa barangsiapa yang ditimpa oleh bencana yang Aku turunkan, tidak ada dapat menyingkirkan selain Aku, maka mengapakah Aku melihat ia dengan segala angan-angan dan harapannya selalu berpaling dari pada-Ku, mengapakah ia tertipu oleh selain-Ku. Aku telah memberi kepadanya dengan kemurahan-Ku apa-apa yang tidak ia minta, kemudian Aku yang mencabut dari padanya lalu ia tidak minta kepada-Ku untuk mengembalikannya, dan ia minta kepada selain-Ku. Apakah Aku yang memberi sebelum di minta, kemudian jika dimintai lalu tidak memberi kepada peminta?
 Apakah Aku bakhil [kikir], sehingga dianggap bakhil oleh hamba-Ku. Tidakkah dunia dan akhirat itu semua milik-Ku? Tidakkah semua rahmat dan karunia itu di tangan-Ku? Tidakkah dermawan dan kemurahan itu sifat-Ku? Tidakkah hanya Aku tempat semua harapan? Maka siapakah yang dapat memutuskan dari pada-Ku. Dan apa pula yang diharapkan oleh orang-orang yang mengharap, andaikata Aku berkata kepada semua penduduk langit dan bumi: Mintalah kepada-Ku, kemudian Aku memberi kepada masing-masing orang pikiran apa yang terpikir pada semuanya, lalu Aku beri semua itu tidak akan mengurangi kekayaan-Ku walau pun sekecil debu? Maka bagaimana akan berkurang kekayaan yang lengkap, sedang Aku yang mengawasinya?
Alangkah sial [celaka] orang yang putus dari rahmat-Ku, alangkah kecewa orang yang maksiat kepada-Ku dan tidak memperhatikan Aku, dan tetap melakukan yang haram dan tiada malu kepada-Ku'. Maka orang itu berkata: 'Ulangilah keteranganmu itu, lalu ia menulisnya'.
Kemudian ia berkata: “Demi Alloh, setelah ini saya tidak usah menulis suatu keterangan yang lain'.”

HIKMAH KE 49

HUSNUD-DHON TERHADAP ALLAH

٭ اِن لَمْ تُحْسِنْ ظَنـَّكَ بِهِ لاَجْلِ حُسنِ وَصْفِهِ فَحَسِّنْ ظَنـَّكَ بهِ لِوُجوُدِ مُعَامَلتِهِ مَعَكَ فَهَلْ عَوَّدَكَ الاَّ حَسَناً اَسدىَ اِليكَ الاَّ مَنَناً ٭

49. "Jika engkau tidak bisa berbaik sangka [husnud-dhon] terhadap Alloh Ta'ala karena sifat-sifat Alloh yang baik itu, berbaik sangkalah kepada Alloh karena karunia pemberian-Nya kepadamu. Tidakkah selalu ia memberi nikmat dan karunia-Nya kepadamu?"


Manusia dalam hal husnud-dhon kepada Alloh itu ada dua golongan.
1.    Golongan khos-shoh , yaitu orang yang berhusnud-dhon kepada Alloh karena melihat sifat-sifat Alloh yang bagus dan tinggi.
2.   ‘Ammah, yaitu orang yang berhusnud-dhon kepada Alloh karena macam-macamnya nikmat Alloh dan anugerah dari Alloh yang tidak bisa terhitung.
   Apabila engkau tidak dapat berbaik sangka terhadap Allah, karena Allah itu bersifat: Rabbul Alamiin [Tuhan yang mencipta, melengkapi, memelihara dan menjamin seisi alam, Ar-Rahman, Ar-Rahim: Pemurah, Penyayang]. Maka sudah selayaknya engkau harus berbaik sangka kepada Allah, karena tiada henti-hentinya nikmat dan karunia Allah atas dirimu dan anak keluargamu. Yakni sejak engkau berupa sperma hingga matimu. Dan sebaik-baik khusnud-dhon [baik sangka] terhadap Allah diwaktu menerima nikmat Allah yang berupa ujian [musibah], bagaikan ayah yang menyambut anak yang disayang, demi untuk kebaikan anak itu sendiri.
Allah berfirman: "Dan mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal itu baik bagimu." [QS. al-Baqarah 216].
 "Maka mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, sedang Allah telah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS. An-Nisaa 19].
    Jabir radhiayallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda'Barangsiapa yang dapat melakukan khusnud-dhon [baik sangka] kepada Allah, sehingga ia tidak akan mati kecuali tetap dalam khusnudz-dzon terhadap Allah, maka hendaklah ia melakukannya'."Kemudian ia membaca ayat: "Dan itulah persangkaan kamu yang kamu sangkakan terhadap Tuhan kamu, yang telah menjerumuskan kamu, hingga membinasakan kamu." [QS. Fussilat 23].
  Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya berbaik sangka kepada Allah itu, sebaik-sebaik melakukan ibadah kepada Allah."
  Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bersumpah: "Demi Allah tidak ada orang yang berbaik sangka terhadap Allah, melainkan pasti Allah akan memberikan kepadanya apa yang ia sangka, sebab kebaikan itu semuanya di tangan Allah, maka apabila Allah telah memberi khusnud-dhon, berarti Allah akan memberi apa yang disangkanya itu. Maka Allah yang memberinya khusnud-dhon [baik sangka] berarti akan melaksanakannya."
 Abu Said al-Khudry radhiyallahu 'anhu berkata: "Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam menjenguk orang sakit, maka Rasulullah bertanya kepada orang yang sakit itu, 'Bagaimanakah persangkaanmu terhadap Tuhanmu?' Jawabnya, 'Wahai Rasulullah, aku khusnud-dhon [baik sangka]'. Maka bersabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,'Sangkalah sesukamu kepada Allah, maka Allah selalu akan memberi apa yang disangkakan oleh orang mukmin'."

Hikmah ke 50
ANEH DAN AJAIB

٭ الْعَجَبُ كُلُّ العًَجَبِ مِمّاَ لاَ انْفِكاَكَ لهُ عَنْهُ وَيَطلُبُ ما لاَ بَقاَءَ لهُ مَعَهُ فاِنـّهَاَ لاَ تَعْمَى الاَبْصَارُ وَلٰكِنْ تَعمىَ الْقُلوْبُ الَّتىِ فِى الصُّدُورِ ٭

 50. "Keanehan yang sangat mengherankan [ajaib] terhadap orang yang lari dari Alloh  yang sangat dibutuhkan, dan tidak dapat lepas dari padanya.  dan berusaha mencari apa yang tidak akan kekal padanya. Sesungguhnya bukan mata kepala yang buta, tetapi yang buta ialah mata hati yang di dalam dada."

Hikmah 45, menceritakan tentang tingkatan makrifat yang dicapai melalui penyaksian mata hati. Makrifat melalui mata hati diperoleh dengan cara bertauhid. Hikmah 46, menggambarkan tentang tauhid yang tertinggi. Tingkatan yang tertinggi itu tidak mudah dicapai. Jalan untuk mencapainya adalah dengan menghapuskan semua jenis syirik, yang lahir dan yang batin/samar. Hikmah 47 hingga 49 menceritakan tentang syirik yang samar, yaitu hati bukan bergantung kepada Allah  saja tetapi pada makhluk yang sama, ia juga berharap kepada makhluk, lantaran kurang keyakinannya kepada Alloh , atau kerana menyangka makhluk bisa melakukan sesuatu yang memberi bekas kepada perjalanan takdir Ilahi. Syirik yang demikian dirumuskan oleh Hikmah 50 ini dengan mengatakan bahawa itu semua terjadi akibat buta mata hati. Sekiranya mata hati dapat melihat tentu dilihatnya bahwa dalam keadaan apa saja dia tidak terlepas dari qudrat dan Iradat Alloh s.w.t. Dia tidak akan dapat melepaskan dirinya dari Alloh s.w.t. Alloh  mempunyai segala sifat-sifat iftiqar yang menyebabkan semua makhluk-Nya tidak ada jalan melainkan bergantung kepada-Nya.
Seorang yang melarikan diri dari panggilan Tuhan untuk beribadah semata-mata karena ingin memuaskan hawa nafsu dan syahwatnya, suatu fakta butanya mata hatinya, sebab ia telah mengutamakan bayangan dari pada hakikat, mengutamakan yang sementara dan meninggalkan keabadian, mengutamakan yang dapat binasa dari pada yang tetap kekal untuk selama-lamanya.

Hikmah ke 51-52
PINDAHLAH DARI ALAM (MAKHLUK) KEPADA PENCIPTA ALAM

٭ لاَتـَرْحَلْ منْ كوْنٍ الىَ كَونٍ فَتَكُونَ كَحِماَر سلرَّحىٰ يَسِيْرُ وَالمكانُ الَّذِىْ ارْتَحَلَ اليهِ هُوَالَّذي ارْتـَحلَ مِنهُ ولٰكِنْ ارْحَلْ من الاَكوَانِ الى المُكَوِّنِ. وَاِنَّ الىٰ رَبِّكَ المُنْتَهٰى ٭

 51. "Jangan berpindah dari satu alam (makhluk) ke alam (makhluk) yang lain, berarti sama dengan himar [keledai] yang berputar di sekitar penggilingan, ia berjalan menuju ke tempat tujuan, tiba-tiba itu pula tempat yang ia mula-mula berjalan dari padanya, tetapi hendaklah engkau pergi dari semua alam menuju kepada pencipta alam; Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak segala tujuan."

   Keadaan orang yang tidak dapat melepaskan dirinya dari syirik adalah umpama seekor keledai yang terikat dan berputar menggerakkan batu penggiling. Walaupun jauh jarak yang dijalaninya namun, dia sentiasa kembali ke tempat yang sama. Jika ia mau bebas perlulah ia melepaskan ikatannya dan keluar dari bulatan yang sempit.
 Orang yang mau membebaskan dirinya dari syirik secara keseluruhan, hendaklah membebaskan perhatian hatinya dari semua perkara kecuali Allah.
Keluar dari bulatan alam dan masuk kepada Wujud Mutlak.
   Jangan berpindah dari syirik yang terang ke alam syirik yang samar. Amal kebaikan yang di nodai oleh riya', sum'ah [mengharap pujian orang], tidak dianggap oleh syari'ah [tidak di terima oleh Alloh]. Dan apabila telah bersih dari semua itu, kemudian beramal karena terdorong oleh menginginkan kedudukan atau kekayaan atau karamah dunia atau akhirat, semua itu masih termasuk alam hawa nafsu, dan belum mencapai tujuan ikhlas yang bersih dari segala tujuan selain hanya kepada Allah, yakni tanpa pamrih. Karena itu selama berpindah dari alam ke alam tidak berbeda, bagaikan keledai yang berputar di sekitar penggilingan, tetapi seharusnya sekali berangkat dari alam ini, langsung menuju kepada pencipta alam.
Karena itu Nabi Isa 'alaihihissalam pernah berkata kepada sahabat hawariyyin: "Semua yang ada padamu dari berbagai nikmat kesenangan itu langsung dari karunia Alloh kepadamu, maka manakah kiranya yang lebih besar harganya [nilainya]? Apakah pemberiannya ataukah yang memberi?."
 ''Wa Inna ila Rabbikal-muntaha'' Sesungguhnya kepada Tuhanmu itulah puncak segala tujuan. Sebab barangsiapa yang telah mendapatkan Alloh, berarti telah mencapai segala sesuatu, baik urusan dunia mau pun urusan akhirat.

٭ وَانْظـُرْ الٰى قَولهِ صلَي اللهُ عليهِ وَسَلَّمَ : فمَنْ كاَنَتْ هِجْرَتُهُ الىَ اللهِ وَرَسُوله فَهِجْرَتهُ الى اللهِ وَرَسُولهِ. ومن كاَنَتْ هِجْرَتُهُ الىَ دُنْياَ يُصِيبُهاَ اَوِامْرَأَةٍ يَتزَوَّجُهاَ فَهِجرَتهُ الٰي ما هاَجَرَ اِليهِ. فاَفْهَم قولَهُ عَلَيهِ الصَّلاةُ والسَّلامُ وَتأمَّلْ هٰذاَ الاَمرَاِنْ كُنْتَ ذاَفهْمٍ ٭

52. "Dan perhatikan sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam: 'Maka barangsiapa yang berhijrah menuju kepada Alloh dan Rosul-Nya [menurut perintah Alloh dan Rosul-Nya], maka hijrahnya akan diterima oleh Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena kekayaan dunia, dia akan mendapatkannya, atau karena perempuan akan dinikahi, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia hijrah kepadanya. Camkanlah sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam ini dan perhatikanlah persoalan ini jika engkau mempunyai kecerdasan faham."


   Hikmah ini adalah lanjutan dari Kalam Hikmah yang lalu. Keluar dari satu hal kepada hal yang lain adalah hijrah juga namanya.
Dan yang utama dalam hadits ini ialah sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam, bahwa hijrah yang tidak dengan niat ikhlas kepada Alloh akan terhenti pada tujuan yang sangat rendah dan tidak berarti, dan tidak akan mencapai keridhaan Alloh. Seseorang minta nasehat kepada Abu Yazid al-Busthami, maka berkata Abu Yazid, 'Jika Alloh menawarkan kepadamu akan diberi kekayaan dari Arsy sampai ke bumi, maka katakanlah, Bukan itu ya Alloh, tetapi hanya Engkau ya Alloh tujuanku'. Abu Sulaiman ad-Darani berkata: "Andaikan aku di suruh memilih antara masuk surga Jannatul-Firdaus dengan shalat dua rakaat, niscaya saya pilih shalat dua rakaat. Sebab di dalam surga, saya dengan bagianku, dan dalam shalat aku dengan Tuhanku." Asy-Syibli rodhiallohu 'anhu berkata: "Berhati-hatilah dari ujian Alloh, walaupun dalam perintah, “Kulu wasyarabu” [makan dan minumlah]. Sebab dalam pemberian nikmat itu ada ujian untuk diketahui, siapakah yang silau dan lupa kepada-Nya setelah menerima nikmat, dan siapa yang tetap pada-Nya sebelum dan sesudah menerima nikmat". Seorang penyair berkata: "Dia shalat dan puasa karena sesuatu yang diharapkan, sehingga setelah tercapai urusannya, dia tidak shalat dan puasa."


Hikmah ke 53-54
MEMILIH SAHABAT

٭ لاَتصْحَبْ من لاَيُنْهِضُكَ حالهُ ولاَ يَدُلُّكَ علَى اللهِ مقاَلهُ ٭

 53. "Jangan bersahabat dengan seseorang yang tidak membangkitkan semangat taat kepada Alloh, prilakunya dan tidak memimpin engkau kejalan Alloh apa yang dikatakannya."

Dalam hadits: "Seseorang akan mengikuti pendirian [kelakuan] temannya, maka lihatlah saudaramu dengan siapakah harus didekati sebagai teman."
 Sufyan Astsaury berkata: "Barangsiapa yang bergaul dengan orang banyak harus mengikuti mereka, dan barangsiapa mengikuti mereka, harus menjilat pada mereka, dan barangsiapa yang menjilat kepada mereka, maka ia binasa seperti mereka."

Sahl bin Abdullah berkata: "Berhati-hatilah [jangan] bersahabat dengan tiga macam manusia, 1. Pejabat pemerintah yang dzalim [kejam]. 2. Ahli quraa' yang pejilat. 3. Sufi gadungan [yang bodoh tentang hakikat tasawuf].

  Ali bin Abi Thalib karramullah wajhah berkata: "Sejahat-jahat teman yang memaksa engkau bermuka-muka [menjilat] dan memaksa engkau minta maaf, atau selalu mencari alasan."

٭ رُبَّمَا كُنْتَ مُسِيـْءـاً فأراكَ الاِحْساَنَ مِنْكَ صُحْبَتَكَ كمن هُوَ اَسْوَءُ حالاًمِنْكَ ٭

54. "Terkadang engkau berbuat kekeliruan [dosa], maka ditampakkan kepadamu sebagai kebaikan, oleh karena persahabatanmu kepada orang yang jauh lebih rendah akhlaknya [Iman] dari padamu."


 Bersahabat dengan yang lebih rendah budi pekerti [iman] -nya itu, sangat berbahaya, sebab persahabatan itu pengaruh mempengaruhi, percaya mempercayai, sehingga dengan demikian sulit sekali untuk dapat melihat atau mengoreksi kesalahan sahabat yang kita sayangi bahkan kesetiaan sahabat akan membela kita dalam kekeliruan, kesalahan dan dosa, yang dengan itu kamu pasti akan binasa karenanya. Sedang seseorang tidak dapat mengoreksi diri sendiri, kecuali dengan kacamata orang lain, tetapi jika justru kacamata orang lain itu pula mengelabui kita, maka bahayalah yang pasti menimpa kepada kita.

Hikmah ke 55.
ZAHID DAN ROGHIB


٭ ماَقـَلَّ عَملٌ بَرَزَ من قلْبٍ زاَهِدٍ ولاكَثـُرَ عملٌ بَرَزَ من قلبٍ رَاغِبٍ ٭

55. "Tidak dapat dianggap kecil/sedikit amal perbuatan yang dilakukan dengan hati yang zuhud ,dan tidak dapat dianggap banyak amal yang dilakukan oleh seseorang yang cinta dunia."

Kita telah diajarkan keluar dari alam kepada Pencipta alam, berhijrah kepada Alloh dan Rosul-Nya. Kita diajar supaya memilih sahabat yang dapat membangkitkan semangat untuk berjuang pada jalan Alloh  dan berbuat taat kepada-Nya. Hikmah 55 ini memberi gambaran apakah hijrah rohani itu akan berhasil atau gagal. Alat untuk menilainya ialah dunia. Bagaimana kedudukan dunia di dalam hati akan mempengaruhi perjalanan kerohanian.
Ukuran amal itu menurut hati orang yang beramal, apabila amal itu dilakukan orang yang zuhud(hatinya tidak tergantung pada dunia), walaupun kelihatan sedikit akan tetapi hakikatnya banyak. Karena zahid itu amalnya bisa selamat dari penyakit yang menjadikan amalnya tertolak, seperti riya’ mencari kepentingan dunia, tidak karena Alloh, dll. Sebaliknya amal orang yang roghib (cinta/rakus dunia) amalnya tidak selamat dari penyakit-penyakit yang tersebut.
  Ali bin Abi Thalib karromalloh wajhah berkata: "Tumpahkan semua hasrat keinginanmu itu kepada usaha untuk diterimanya amal perbuatanmu, sebab tidak dapat dianggap kecil/sedikit amal perbuatan yang diterima oleh Alloh." Allah berfirman: "Innamaa yataqobbalu -llohu minal-muttaqiina"[Sesungguhnya Alloh hanya menerima amal perbuatan dari orang yang bertakwa], ikhlas baginya, dan tepat menurut ajaran-Nya.
 Abdulloh bin Mas'ud rodhiyallohu 'anhu berkata: "Dua rokaat yang dilakukan oleh seorang alim yang mengerti dan ikhlas [tidak tamak/rakus kepada dunia], lebih baik dari ibadah orang-orang ahli ibadah sepanjang masa tapi masih cinta dunia."
Abu Sulaiman ad-Darony bertanya kepada Ma'ruf al-Karkhi: "Mengapakah orang-orang itu kuat taat sampai sedemikian rupa banyaknya? Jawabnya, 'Karena mereka telah membersihkan hati mereka dari pada cinta dunia, andaikata masih ada sedikit cinta dunia, tidak akan diterima dari mereka amal perbuatan itu'."
Seorang sholeh mengeluh kepada Abu Abdillah al-Qurosyi, bahwa ia telah berbuat berbagai amal kebaikan, tetapi belum bisa merasakan kelezatan amal kebaikan itu dalam hatinya. Jawab Abu Abdullah al-Qurosy, ''Karena engkau masih memelihara puteri iblis, yaitu kesenangan dunia, dan lazimnya seorang ayah itu selalu berziarah kepada puterinya.''

Hikmah ke 56

KEDUDUKAN AMAL, AHWAL DAN MAQOM INZAL


٭ حُسْنُ الاَعماَلِ نَتَاءِجُ حُسْنِ الاَحوالِ وَحُسنُ الاَحوَالِ منَ التـَّحَققِ فىِ  مقاَماَتِ الاِنْزالِ ٭

 56. "Baiknya amal perbuatan itu, sebagai hasil dari baiknya Ahwal, dan baiknya Ahwal itu sebagai hasil dari kesungguhan istiqamah pada maqom inzaal( apa yang diperintah oleh Allah."

   Hikmah yang lalu mengaitkan nilai amal dengan zuhud hati terhadap dunia. Hati yang menerima cahaya Nur Ilahi akan mendapat pengalaman kerohanian yang dinamakan ahwal (hal-hal). Ahwal yang menetap pada hati dinamakan maqom.
    Maqom Inzal yaitu: pengetahuan/ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan Alloh, yang oleh Alloh diberikan kepada hati hambanya, supaya hamba tidak mengaku-aku, tidak karena surga atau takut neraka.
Jadi baiknya Amal itu muncul dari baiknya Ahwal, baiknya Ahwal itu muncul dari maqom inzal/ ilmu yang diberikan oleh Alloh.
 Amal yang baik itu hanya yang diterima oleh Tuhan, dan itu pasti karena baik dalam segi keikhlasan kepada Alloh, dan tidak mungkin ikhlas kecuali jika ia mengerti benar-benar kedudukan dirinya terhadap Tuhannya.
 Al-Ghozali berkata: "Tiap tingkat dalam kepercayaan/keyakinan itu mempunyai ilmu, dan Hal [perasaan] dan amal perbuatan;
 Ilmu-yaqin [keyakinan yang didapat dari pengertian teori pelajaran]. Ainul-yaqin [keyakinan yang didapat dari fakta-fakta lahir setelah terungkap/terbuka]. Haqqul-yaqin [keyakinan yang benar-benar langsung dari Alloh, dan tidak dapat diragukan sedikitpun, yaitu keyakinan yang hakiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar