Minggu, 30 Oktober 2016

MENGENAL SEJARAH SYARIF HIDAYATULLAH DAN SYAIKH SITI JENAR

MENGENAL SEJARAH SYARIF HIDAYATULLAH DAN SYAIKH SITI JENAR

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Wali songo terkenal karena peranannya mengajarkan agama Islam di Nusantara, Indonesia. Namun, tidak hanya disitu saja penyebaran-penyerban dan dakwah-dakwah yang dilakukan wali songo tidak terbatas di Nusantara, melainkan luar Nusantara sebut saja Cina. Tidak dipungkiri bahwa peranan wali songo di Nusantara memberikan warna tersendiri dalam setiap daerah-daerah yang mereka tempati.
Dalam pembahasan ini yang hendak kami bahas disini adalah Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan Syaikh Siti Jenar─yang mana ke-empat tokoh ini merupakan wali songo yang tersebar di wilayah Jawa. Walaupun pada kenyataan Syaikh Siti Jenar dalam beberapa cerita tidak diyakini sebagai salah-satu wali songo. Karena, bertentangan dengan ke-tiga tokoh tersebut. Dalam makalah ini juga akan mengurai asal-usul mereka dan pemikiran mereka di Nusantara secara mendetail dan bagaimana peranan mereka pada masyarakat Nusantara dalam menyebarkan dan mendakwakan agama Islam sesuai al-Quran dan ajaran Nabi SAW.
Pemikiran mereka tidak dapat dipungkiri dalam penyebaran agama Islam di Nusantara. Sehingga mereka begitu penting untuk diangkat dan kaji secara mendalam agar mendapatkan data yang valid dan pada akhirnya bisa dijadikan penelitian yang khusus.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini kami ambil dari pertanyaan kami yang terkait dalam latar belakang pembuatan makalah dan pemilihan tokoh-tokoh wali songo yang kemudian kami pecahkan dalam beberapa rumusan masalah:
1. Apa yang melatar-belakangi mereka dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, terutama bagian tanah Jawa?
2. Apa pengaruh yang diberikan oleh ke-empat tokoh tersebut terhadap masyarakat Jawa?
3. Bagaiman resfon masyarakat terhadap pemikiran dan ajaran ke-empat wali songo?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran para wali songo, terutama empat tokoh pemikir yang sangat berpengaruh di tanah Jawa ini. Pembuatan makalah ini juga bertujuan sebagai langkah awal untuk meneliti sebagaimana pentingnya peranan dari ke-empat tokoh tersebut baik dari segi pemikirannya dimasyarakat awam maupun intelek dalam penyebarannya Islam di tanah Jawa.
Dengan adanya makalah ini juga, pemakalah berharap bisa membuka cakrawala pengetahuan kita tentang pemikiran mereka, setidaknya pemakalah bisa memberikan gambaran tentang perjalanan mereka dari awal hingga akhir penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya tanah Jawa.
BAB II
Pembahasan
A. Syarif Hidayatullah
1. Menelisik asal-usul dan nasab Syarif Hidayatullah
Sunan Gunung Jati yang memiliki nama lengkap Sultan Syarif Hidayatullah merupakan salah-satu wali songo terakhir, ia lahir pada tahun 1448 M dan merupakan keturunan raja baik dipihak ibu maupun ayah. Dari pihak ayah, ia merupakan putra Sultan Hud yang berkuasa di Negara Bani Israil dari pernikahannya dengan Rara Santang yang merupakan anak kedua dari Prabu Siliwangi dengan Nyai Mas Subang Larang. Sultan Hud sendiri merupakan anak Raja Odhara, Raja Mesir yang masih memiliki keturunan dengan Nabi Muhammad.
Nyai Mas Subang Larang merupakan anak Ki Gedeng Tapa yang menikah dengan Prabu Siliwangi tiga dianugerahi anak tiga; Pangeran Walang Sungsang (Pangeran Cakrabuwana), Rara Santang, dan Kian Santang. Setelah anak-anak Prabu Siliwangi dewasa ibu mereka meninggal dunia, pada saat itu Walang Sungsang merupakan Putra Mahkota sedangkan adiknya Kian Santang akan menjadi Patih istana. Akan tetapi, Walang Sungsang bermimpi dalam mimpi itu ia mendengar suara agar berguru kepada seorang guru di Cirebon, Syaikh Kahfi. Lalu Walang Sungsang-pun pergi berguru menimbah ilmu, Rara Santang sangat kesepian ketika ibunya meninggal, terlebih kakaknya pergi meninggalkan istana. Rara Santang ingin menyusul kakaknya yang pergi jauh, ia-pun pergi dari istana dan mencari kakaknya. Setelah bertemu dengan kakanya, keduanya sama-sama belajar agam pada Syaikh Kahfi, dirasa kedua muridnya sudah sangat mumpuni dalam belajar. Maka, Syaikh Kahfi menyuruh kedua muridnya untuk belajar di Mekkah, disana mereka belajar kurang lebih tiga tahun.
Ketika mereka belajar di Mekkah mereka juga menunaikan rukun Islam terakhir. Tidak disangka Rara Santang dipinang oleh Raja Mesir karena parasnya mirip dengan mendiang istrinya, Syarif Abdullah. Setelah pernikahannya dengan Raja Mesir, Rara Santang mengganti namanya menjadi Syarifah Mudaim dan menetap di Mekkah. Sedangkan, kakaknya pulang ke Nusantara dan membuat kerajaan baru yang disebut Caruban Larang sehingga nama Walang Sungsang dikenal dengan Pangeran Cakrabuawana.
Dalam waktu singkat kerajaan Caruban Larang terkenal hingga seluruh tanah Jawa, terdengar pula oleh Parbu Siliwangi selaku penguasa Jawa Barat. Setelah mengetahui perkembangan kerajaan itu dipimpin oleh anaknya sendiri, ia tidak keberatan walaupun hatinya tidak berkenan. Hingga akhirnya, Sang Prabu memberikan tanduk kekuasaan pada anaknya dengan memberikan gelar pada Pangeran Cakrabuwana dengan Sri Manggana.
Menurut riwayat lain, dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari diceritakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah anaknya Sultan Muhammad yang bernama Syarif Abdullah putra Nurul Alim dari Bani Hasyim keturunan Bani Ismail, yang berkuasa di Ismailiyah di negeri Mesir yang wilayahnya meluas sampai Palestina kediaman Bani Israil. Dalam naskah Nagarakretabhuni dikatakan bahwa orang tuanya berasal dari daerah Mesir tepatnya daerah di Ismailiyah yang berkuasa atas Bani Israil di Palestina. Naskah ini merupakan rujukan dari naskah Serat Purwaka Caruban Nagari. Kendati demikian, dalam tiga riwayat ini sama-sama mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati memiliki hubungan darah dengan Nabi Muhammad atau lebih tepatnya masih senasab dengan Nabi Muhammad dari pihak ayah. Jika kita lihat nasab Syarif Hidayatullah baik dari ayah dan ibu sangat bagus sekali, dalam bahasa sekarang lebih dikenal dengan sebutan keturunan darah biru (ningrat).
Sementara itu, selang dua tahun kelahiran Syarif Hidayatullah, Nyai Rara Santang hamil dan melahirkan anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki yang dinamai Syarif Nurullah. Syarif Nurullah inilah yang akan menggantikan kepemimpinan ayahnya, diakibatkan ayahnya meninggal, yang seharusnya kepemimpinan itu digantikan oleh kakaknya. Namun, karena kakaknya tidak berminat naik tahta lebih memilih menuntut ilmu, maka kedudukannya-pun digantikan oleh anak keduanya atau adiknya Syarif Hidayatullah. Dalam versi berbeda Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah merupakan saudara kembar yang lahir dalam usia kandungan 12 bulan. Syarif Hidayatullah dan ibunya bermaksud pergi ke tanah Jawa dan berdakwa di Jawa Barat.
Dalam buku Mengislamkan Tanah Jawa yang tertera dalam Sejarah Banten bahwa Sunan Gunung Jati disebutkan merupakan sesosok misterius karena beliau bukan berasal dari manusia melainkan berasal dari dasar laut. Cerita ini bermulai ketika di Pasai, suatu ketika ada seorang masyarakat Pasai yang tidak mempunyai keturunan cukup lama, dalam suatu malam ia bermimpi dan ada yang membisikkanya untuk menyelam kedalam dasar laut. Setelah ia menyelam ternyata ia menemukan sebuah peti yang isinya bayi laki-laki, kemudian ia membawanya dan menjadikan anaknya (anak asuh). Dibesarkanlah anak itu layaknya anak sendiri, karena pada dasarnya ia tidak mempunyai anak dan mengingkan anak. Karena ia melakukan anak itu seperti anaknya sendiri, setelah melihat perkembangan belajar anak asuhnya yang sangat cerdas dan cepat dan merasa tidak mampuh mengajari dan mendidik anak angkatnya. Akhirnya, anak itu diserahkan pada seorang guru besar Mawlana Ahlul Islam untuk mendapatkan pendidikan yang baik serta memadai. Anak tersebut belajar layaknya anak-anak sebayanya, namun ia mempunyai kelebihan yaitu dia sangat cerdas dan pintar dibandingkan teman-teman sebayanya. Sehingga dalam waktu singkat ilmunya sudah cukup tinggi. Melihat anak muridnya cepat dalam mempelajari ilmunya, sang guru menasehati Sunan Gunung Jati untuk merantau ke Jawa.
2. Perjalanan hidup Syarif Hidayatullah dalam penyebaran Islam
Ketika berusia 14 tahun ia belajar berbagai ilmu pengetahuan, pada waktu itu beliau membaca buku yang sangat rahasia dan buku tersebut berisi tentang ajaran Usulul Kalam. Dalam buku itu diceritakan bagaimana caranya bertemu Nabi Muhammad, semenjak membaca buku itu tekadnya semakin kuat untuk berguru dan bertemu Nabi Muhammad. Padahal, tahta kerajaan hendak diberikan padanya, namun dia menolak naik tahta ia lebih memilih menuntut ilmu keberbagai daerah demi mendapatkan wangsit bertemu Nabi Muhammad.
Keinginannya semakin kuat ketika ia bermimpi melihat cahaya dan berkata: “Hai Syarif Hidayat, dengarkanlah petunjukku, jika engkau ingin menjadi manusia sehingga dapat mengimbangi keramat Nabi, carilah, dan bergurulah pada Muhammad.” Perjalanannya pun dimulai ketika ia berguru pada Syekh Tajudin al-Kubri dan Syeikh Ataullahi Sadzili selama empat tahun, dirasa ilmu yang didapatkan kurang ia pergi ke Baghdad untuk belajar tasawuf, kemudian ia kembali ke negerinya.
Sebagaimana telah dikisahkan bahwa Syarif Hidayatullah lahir dan dibesarkan di daerah Mesir dan diceritakan juga bahwa ibunya menikah dengan orang Mesir, setelah menginjak dewasa ia dan ibunya pergi meninggalkan Mesir dan peri ke negeri asal ibunya di Nusantara. Namun, sebelum pergi ke Nusantara ia memperdalam ilmu pengetahuannya dengan beberapa ulama-ulama disana. Sehingga pada waktu menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, ia tidak merasakan kesulitan, karena ilmu yang didapat sudah mumpuni, pada saat itu pamannya (Pangeran Cakrabuwana) memimpin negeri Caruban Larang pada tahun 1475 M. Setelah dirasa Pangeran Cakrabuawana sudah tidak mungkin memimpin sebagai Raja, ia berniat mengalihkan kekuasaannnya pada keponakannya, Syarif Hidayatullah. Namun, sebelum pengalihan dilakukan terlebih dahulu Pangeran Cakrabuwana (Pangeran Walang Sungsang) menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Ratu Pakungwati.
Pernikahan Syarif Hidayatullah dan Ratu Pakungwati dikaruniai dua anak; Ratu Ayu dan Pangeran Pasarean─dari anak-anaknya inilah kerajaan Demak dan Cirebon berlanjut.
Ajaran Syarif Hidayatullah yang masih dihafal oleh masyarakat antara lain:
Lamun sira kepengin wikan marang alam zaman kelanggengan, sira kudu weruh alamira pribadi. Lamun sira durung mikani alamira pribadi adoh ketemune.
Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulangan marang wong kang durung wikan.
Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam zaman kalanggengan iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan.
Lamun sira durung wikan alamira pribadi, mara takona marang wong kang wus wikan.
Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi.
Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe.
Artinya:
Jikalau engkau ingin mengetahui alam abadi, engkau harus mengenal alam pribadimu. Kalau engkau belum mengetahui alam pribadimu, masih jauhlah alam abadi itu dari dirimu.
Kalau engkau sudah mengetahui alam pribadimu, hendaklah kamu mengajarkannya kepada yang belum mengetahui.
Jikalau engkau telah mengetahui alam pribadimu, alam abadi itu-pun menjadi dekat tanpa dengan menyentuhnya, jauh dari dirimu tanpa ada yang membatasinya.
Jika engkau belum mengetahuinya alam pribadimu, tanyakanlah kepada yang telah mengetahuinya.
Jikalau engkau belum menemukan ‘kadang’ (saudara) pribadimu, cobalah mawas dirimu sendiri.
‘Kadang’ pribadimu itu tidaklah berbeda dengan dirimu sendiri, suka bekerja.
Perlu diketahui bahwa Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya wali songo yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, selainnya menyebar di daerah-daerah Jawa seperti; Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kenapa di Jawa Barat hanya satu wali songo saja? Karena, pada saat itu agama Islam sudah menyebar terutama sebelum kedatangan beliau sudah ada Syaikh Datuk Kahfi dan ulama-ulama lain yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat.
Dikisahkan, suatu hari Sunan Gunung Jati pergi ke Cina untuk menyebarkan agama Islam dengan membuka praktek sebagai seorang tabib. Setiap orang yang berobat pada beliau cepat sembuh, pengobatan yang dilakukannya tidak jauh berbeda dengan ajaran agama Islam, pada saat seseorang hendak berobat beliau mengajari pasiennya dengan berwudhu dan solat. Ajaibnya, setelah melaksanakan wudhu dan solat penyakit hilang. Karena, keahliannya dalam menyembuhkan pendudukan Cina yang sakit namanya semakin dikenal diberbagai penjuru, hingga sampai di Kerajaan. Akhirnya, sang Kaisar-pun tertarik pada Sunan Gunung Jati yang terkenal dengan keahliannya dalam bidang pengobatan. Sunan Gunung Jati dipanggil oleh Kaisar untuk datang ke istananya.
Pada saat itu, Kaisar mempunyai dua anak perempuan; putri pertama sedang mengandung tiga bulan, sedangkan putri keduannya yang masih gadis, Lie Ong Tien. Sang Kaisar ingin menguji kehebatan Sunan Gunung jati, dia menyuruh Lie Ong Tien untuk menggunakan baskom diperutnya supaya kelihatan hamil. Kaisar memangggil kedua putrinya untuk duduk berdampingan, lalu Kaisar menyuruh Gunung Jati untuk menebak siapa yang benar-benar hamil. Jawaban Sunan Gunang Jati sangat mengagetkan dan menggemparkan seluruh istana, ia menebak putri kedualah yang sedang hamil, Kaisar dan para pejabat istana tertawa. Anehnya, putri keduanya benar-benar hamil dan saudarainya yang sedang hamil kandungannya hilang. Kaisar meminta maaf atas apa yang sudah dia lakuka pada Sunan Gunung Jati, karena telah meremehkannya tidak hanya itu saja Kaisar meminta agar anaknya Lie Ong Tien dinikahi.
Dikarenakan, putri Lie Ong Tien diam-diam mencintai Sunan Gunung Jati, ia meminta izin pada ayahnya agar diperbolehkan pergi menyusul kekasihnya yang sudah pergi ke Cirebon. Setelah ayahnya merestuinya untuk pergi, Ong Tien pergi dengan menggunakan kapal kerajaan Cina. Kepergian Putri Ong Tien tidak langsung ke Cirebon melainkan mendarat di daerah Kuningan-Jawa Barat. Dalam cerita ini ada dua versi; pertama, Putri Ong Tien melahirkan putra yang ganteng warna kulit anaknya kekuning-kuningan sehingga diberi nama Pangeran Kuningan, karena kelahiran tersebut kini daerah itu lebih dikenal dengan nama daerah Kunigan. Kedua, kelahiran Putri Ong Tien tidak berlanjut lama, karena bayi yang dikandungnya meninggal saat melahirkan. Usia pernikahannya-pun tidak berlangsung lama, diakibatkan sang Putri meninggal dunia.
Menginjak satu tahun kepemimpinannya, Syarif Hidayatullah pergi mengunjungi kakeknya, Prabu Siliwangi untuk mengajaknya masuk Islam kembali. Namun, niatnya di tolak oleh Sang kakek. Walaupun, sang kakek tidak mau tetapi tidak menghalangi cucunya dalam menyiarkan agama Islam di Pajajaran. Perjalanan-pun berlanjut, ia pergi ke Serang. Penduduk serang sudah ada yang masuk Islam, karena banyak saudagar dari Gujarat dan Arab yang sering singgah disana.
Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut hangat oleh Adipati Banten, bahkan ia dijodohkan dengan anak Adipati, Nyai Dewi Kawunganten. Dari pernikahan Syarif Hidayatullah dengan Nyai Kawunganten dianugerahi dua anak; Ratu Winaon dan Pangeran Maulana Hasanudin yang kemudian akan mendirikan kesultanan Banten.
3. Pengaruh Syarif Hidayatullah
Pengaruh Syarif Hidayatullah diberbagai wilayah sangat berpengaruh sekali terutama di Jawa Barat, sebut saja:
a. Mempeluas ajaran Islam di daerah Cilegon dan membuat kerajaan serta mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan pertama di Cilegon. Serta, memperluas ajaran Islam yang kemudian dilakukan oleh anak-anaknya.
b. Pada masa pemerintahannya, Syarif Hidayatullah membangun Masjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas prakasa Nyai Ratu Pakungwati. Yang dimana pembangunan ini melibatkan banyak orang bahkan para wali songo yang lainnya-pun ikut bergabung dalam pembangunan ini. Setelah pembangunan masjid selesai, Syarif Hidayatullah membangun jalan-jalan untuk menghubungkan antara Cirebon dengan Kadipaten sehingga mempermudah dalam perluasan agama Islam di tanah Pasundan.
c. Bukti yang paling kongkrit pengaruhnya sampai sekarang adalah ketika kita melihat bangunan yang menaungi sebuah perguruan tinggi yang menghasilkan smanusia-manusia yang berintelek tinggi, sebut saja perguruan tinggi di Bandung dengan UIN Sunan Gunung Jati. Sedangkan, di Tanggerang sendiri adalah UIN Syarif Hidayatullah.
4. Syaikh Siti Jenar
a. Menelaah nasab Syaikh Siti Jenar
Syaikh Siti Jenar merupakan tokoh yang tidak habis-habisnya untuk dibahas dari berbagai sudut; baik dari asal-usulnya, pemikirannya, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Namanya menuai kontroversi begitupun dengan asal-usulnya yang kurang jelas, karena banyak sekali tokoh masyarakat, babat, cerita, maupun sejarawan memberikan perspektif yang berbeda dari berbagai sudut pandang mengenai Siti Jenar. Namun, sangat disayangkan tidak ada satu buku-pun yang membahas dirinya secara detail, rinci, dan pasti, siapakah Syaikh Siti Jenar sesungguhnya. Walaupun, ada buku yang membahas tentang beliau datanya-pun masih simpang siur dari data aslinya.
Kesimpang siuran itu terbukti dengan pemberian nama Siti Jenar, asal, dan banyak lagi data yang perlu dipertanyakan kevalidannya. Siti Jenar memiliki banyak variasi nama Syaikh Lemah Abang, Syaikh Siti Sitibrit, Pangeran Kajenar, yang paling terkenal dari berbagai penamaannya adalah Syaikh Siti Jenar. Begitulah, ia dikenal bahkan kuburannya-pun tersebar diberbagai daerah; Cirebon, Jepara, Jawa Tengah, dan Tuban. Penamaan-penaman itu tidak lain dari pengambilan nama tempat tinggal, contoh Imam Bukhori karena ia tinggal di Kota Bukhoro. Adapun beberapa versi tentang nasab Syaikh Siti Jenar:
Table kontroversi tentang asal-usul dan kematian Syaikh Siti Jenar
No Kontroversi asal-usul Sumber
1 Seekor cacing yang berubah menjadi manusia setelah mendengar wejangan rahasia Sunan Bonang kepada Sunan Kalijaga diatas perahu ditengah laut Babad demak dan babad Jawi
2 Putra Sunan Gunung Jati yang bernama Abdul Jalil D.A Rinkes dalam The Nine Saint of Java (1996) mengutip naskah tulisan tangan milik Raden Ngabehi
3 Seorang tukang sihir bernama San Ali Ashar yang tidak diterima berguru kepada Sunan Giri, tetapi berusaha memperoleh ilmu rahasia dari Sunan Giri Serat Wali Songo
4 Putra Ratu Cirebon yang ditugasi menyiarkan agama Islam diseluruh tanah Jawa dengan membuka pendukuhan-pendukuhan yang dinamai Lemah Abang, yang tersebar di wilayah Banten di barat sampai Banyuwangi di Timur. Cerita lisan yang kebenarnnya diyakini oleh para penganut tarekat Akhmaliyah.
5 Sosok yang lahir dimalakah dengan nama Abdul Jalil, sepupuh Datuk Kahfi dan putra Syaikh Datuk Sholeh Naskah wangsakerta Cirebon: Negara kretabhumi, sargha III pupuh 76
6 Keturunan Nabi Muhammad SAW, melalui Fathimah dan Ali bin Abi Thalib, turun ke Husein, ke Zainal abidin, ke Jakfar Shodik, hingga ke Maulana Malik yang tinggal di Bharata Nagari Naskah Wangsakerta: pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara, jilid V:II-2
No Kontroversi kematian Sumber
1 Dibunuh oleh Sunan Kudus dengan keris Kanthanaga senjata milik Susuhunan Jati Purba (Syaikh Datuk Kahfi). Pembunuhan terjadi di dalam Masjid Sang Cipta Rasa pada tahun 1505 M dan dimakamkan di Mandala Anggaraksa, masih di Cirebon. Carita Purba Caruban Nagari
2 Dijatuhi hukuman mati akibat ajarannya yang dianggap menyimpang Serat Seh Siti Jenar (1917), Babad Purwaredja, dan Serat Niti Mani
3 Dihukum mati oleh Sunan Kudus dengan keris Kanta Naga, yang dipinjam dari Sunan Gunung Jati Babad Tjerbon
4 Dihukum mati bukan karena ajaran Manunggaling Kawula Gusti yang dianggap sesat, melainkan karena kesalahannya mengajarkan ajaran rahasia itu kepada masyarakat umum secara terbuka. Serat Siti jenar (1922)
5 Tidak dibunuh oleh Wali Sango, melainkan ajarannya saja yang “dibunuh” dan tidak boleh disebar luaskan. Menurut Tarekat Akhmaliyah.
6 Diadili dan dihukum mati di Masjid Sang Cipta Rasa di Keratin Kasepuhan. Setelah dikubur diarea pemakaman Anggarkasa, kuburnya dibongkar dan diganti anjing, tetapi mayatnya menghilang berubah menjadi sekuntum melati, sehingga area pemakaman itu disebut Pamlaten. Histografi Cirebon
7 Diadili di Masjid Demak dan dieksekusi di masjid tersebut. Mayatnya juga dikisahkan dengan mayat anjing Histografi Jawa Tengah
Dari penamaan itu ada hal yang menarik dari nama Syaikh Siti Jenar, dikatakan bahwa dalam Mulkhan dalam Syeikh Siti Jenar (2002), bahwa nama Syaikh Siti Jenar berasal dari bahasa Parsi yang memiliki arti “Tuan yang kekuatannya seperti api”. Ketika kita kaitkan dengan nama orang sangat tidak mungkin, makanya Syaikh Siti Jenar diragukan keberadaannya dalam sejarah Indonesia─yang tidak lain merupakan mitos belaka.
Jika Syaikh Siti Jenar merupakan mitos belaka, kenapa pemikiranya hingga sampai sekarang tetap ada bahkan banyak orang yang mengkaji pemikirannya? Jika seperti itu sangat tidak mungkin ajaran-ajaran, murid-murid, dan pemikirannya masih tetap dikaji dan ditelitih oleh para ilmuan dan sejarawan.
b. Pemikiran dan Ajaran Syaikh Siti Jenar
Sebagaimana yang sudah tertera ditabel Syaikh Siti Jenar dimusushi oleh penguasa dan para wali, karena ajarannya yang tidak sesuai dengan agama Islam. Namun, bukan karena itu saja dia dimusuhi oleh penguasa dan wali melainkan karena beberapa sebab; pertama, ia membujuk para penguasa kecil untuk melawan Raja yang sah. Kedua, yang tidak lain ia menyampaikan ajaran agama yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ajaran para wali. Pemberontakan itu terlihat ketika ia mempunyai murid Ki Kebokenongo yang merupakan keturunan Raja Majapahit Prabu Brawijaya yang tersisih dalam sistem kekuasaan Demak.
Ajaran Syaikh Siti Jenar yang kontroversial adalah tentang kehidupan dan kematian. Ia memandang bahwa kehidupan manusia sekarang tidak ubahnya kematian, namun sebaliknya ia memandang bahwa kematian adalah awal dari kehidupan yang hakiki olehnya. Anggapan ini dalam agam Islam diajarkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kehidupan yang menghantarkan kita pulang pada alam baka (abadi), jadi celotehan ini mempunyai dalil dan landasan dalam ajaran agama Islam. Dari ajaran ini ditafsirkanTerlebih ajarannya tentang Manunggaling Kawula Gusti yang sangat mengundang berbagai pertanyaan dan tafsiran.
Akan tetapi, untuk mengkaji pemikiran Syaikh Siti Jenar dibutuhkan pemahaman yang sangat mendalam apakah ajarannya tersebut beraliran tasawuf atau bukan? Takutnya ketika kita melihat realitasnya bahwa apa yang dia katakana dan ajarkan adalah tasawuf. Contohnya, konsep Manunggalingnya Syaikh Siti Jenar mirip dengan Hululnya al-Halaj dan konsep wahdatul wujudnya Ibnu Arabi. Kebanyakan pemikirannya berorientasikan metafisika.
1. Manunggaling Kawula Gusti
Dalam pemahaman kejawen sendiri bahwasanya konsep Manunggaling kawula Gusti mempunyai dua makna; pertama, bermakna bersatunya hamba dengan Tuhan. Kedua, bermakna manunggalnya seorang pemimpin dengan rakyatnya. Demikian bijak dan adilnya pemimpin tersebut sehingga ia dicintai oleh rakyatnya dan seakan-akan rakyatnya tersebut telah menyatu atau manunggal dengan kepemimpinannya .
Dan ada pun konsep Manunggaling kawula Gusti oleh Syekh Siti Jenar bermakna bersatunya hamba dengan Tuhannya. Kemudian, paham ini dianggap cikal bakal lahirnya faham kejawen. Menurut Syekh Siti Jenar, Tuhan bersemayam didalam dirinya. Karena, “kawula” dan “gusti” telah menyatu maka seseorang tersebut tidak perlu lagi mengerjakan shalat. Untuk itu Syekh Siti Jenar tidak mau mengerjakan sholat karena kemauannya sendiri.
Ajaran beliau tentang manunggaling kawula Gusti mengantarkannya untuk membentuk suatu aliran tarekat yang didalamnya mengajarkan bahwa bagaimana cara menyatukan diri dengan Tuhan. Namun, yang membedakan tarekat ini dengan tarekat yang lain adalah tarekat ini tidak ada wirid dengan bilangan tertentu, hanya saja setiap pengikutnya diwajibkan untuk senantiasa mengingat Allah dalam kondisi apapun (selalu menyebut nama Allah).
Daftar pustaka
Sunyoto, Agus. 2012. Atlas Wali Songo. Jakarta: IIMAN
Saksono, Widji. 1998. Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah atas Metode Dakwah Walisongo. Bandung: Mizan Anggota IKAPI.
Sutrisno, Hadi Budiono. 2009. Sejarah Wali Songo. Yogyakarta: GRHA Pustaka.
Hasan al-Aydrus, Muhammad. 1996. Asyraf Hadhramaut dan Peranan mereka dalam menyebabkan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Abdullah bin Ahmad Assegaf bekerja sama dengan Lentera.
Chodjim, Achmad. 2007. Syeikh Siti JENAR: Makrifat dan Makna Kehidupan. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Ridin Sofwan, Wasit, dan Mundiri. 2000. Islamisasi di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chodjim, Achmad. 2002. Syekh Siti Jenar: Makna Kematian. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Tim UIN Syarif Hidayatullah. 2008. Ensiklopedi tasawuf jilid 2. Bandung: angkasa.
Prabaswara, YB, Siti Jenar (cikal bakal faham kejawen), Jakarta: Armedia

https://najwahblog.wordpress.com/2013/10/30/mengenal-sejarah-syarif-hidayatullah-dan-syaikh-siti-jenar/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar