Minggu, 30 Oktober 2016

HIKMAH 205-221

205.
 “PILIHLAH SESUATU YANG BERAT MENURUT NAFSU”

٭ اِذاَاالتبَسَ عَليْكَ اَمْرَانِ فاَنْظُرْ اَثقَلهُمَا علىَ النَّفْسِ فاتَّبِعْهُ فَاِنَّهُ لاَ يَثْقـُلُ عَليْهَا الاَّ ماَكانا حَقّاً ٭

205. “ Jika terjadi kesamaran bagimu dalam dua hal (yang akan kau kerjakan), maka lihatlah mana yang lebih berat terhadap hawa nafsumu, dan ikutilah/kerjakanlah. Karena nafsu itu tidak akan merasa berat kecuali pada perkara yang haq(lebih utama).”
      Seorang salik/murid seharusnya selalu curiga dengan nafsunya, sehingga apabila akan mengerjakan dua amalan yang keduanya sama wajibnya atau sama sunahnya, maka seharusnya ia memilih dan mengerjakan yang berat menurut nafsunya, karena apabila nafsu itu merasa berat itu tanda kalau amalan itu yang haq atau yang lebih utama,  karena pada hakikatnya yang namanya ibadah itu sesuatu yang bertentangan / bertolak belakang dengan hawa nafsunya. tetapi apabila seorang murid memilih yang lebih ringan dan menyenangkan nafsunya, menurut para ulama’ ‘arifin termasuk golongan hati yang ada sifat nifaqnya.

٭ مِنْ عَلاَمَاتِ اِتّـِباعِ الهوَى المُسَا رَعَة ُاِلىَ نَوَافِلَ الخيْرَاتِ والتّـَكاَسُلُ عنِ القِياَمِ بِالوَاجِباتِ ٭
206. “ Sebagian dari tanda-tanda menurutkan hawa nafsu ialah cekatan( bersegera) dalam mengerjakan perkara sunah, tetapi malas untuk mengerjakan perkara yang wajib.’
  Pada kenyataan yang banyak terjadi dimasyarakat, yaitu semangat mengerjakan perkar-perkara sunah, tapi malas bahkan meninggalkan perkara yang diwajibkan, sperti contoh : ringan dan senang bersedekah, tapi berat bahkan tidak mau mengeluarkan zakat. padahal shodaqoh itu sunnah, sedangkan zakat itu hukumnya wajib. dan masih banyak contoh lainnya.
  Syeih Muhammad bin Abil-Ward berkata : Kebinasaan manusia itu terjadi karena dua hal : Mengerjakan yang sunnah dan mengabaikan yang wajib (fardhu). Dan amal perbuatannya hanya mementingkan bagian lahir/luarnya, dan mengabaikan bagian batin/hatinya( yakni niat dan keikhlasannya amal).
  Al-Khowwas berkata : Terputusnya makhluk dari Alloh , itu karena dua hal : mengejar amal-amal sunnah dan meninggalkan yang wajib. Dan memperbaiki lahirnya amal, tetapi tidak memperlihatkan keikhlasan amal, sedang Allohtidak menerima amal kecuali jika ikhlas dan benar menurut runtunan syari’at.

207.
 “ IBADAH MENJADI KEBUTUHAN HAMBA”
٭ قَيـَّدَ الطّاَعَاتِ بِاَعْياَنِ الاَوقاَتِ كـَىْ لاَ يَمْنَعكَ عَنْهاَوُجُوْدُ التَسْوِيْفِ ، ووَسَّعَ عَليْكَ الوَقْتَ كى تَبْقىٰ لك حِصَّة ُ الاِخْتِيارِ ٭
207. “ Alloh sengaja mengikat/ membatasi amal taat dengan waktu yang ditentukan, supaya engkau tidak teledor dan menunda-nunda amal, dan Allohmemperluas waktunya  supaya kamu tetap ada kesempatan beramal dan bisa memilih waktu yang lebih tepat, dan lebih baik.”
  Sudah menjadi kebiasaan manusia senang menunda-nunda pekerjaan dan amal ibadah, sehingga Alloh menetapkan waktu amal taat, seperti sholat lima waktu. Karena apabila waktunya tidak ditentukan pastilah manusia menunda-nunda yang akhirnya tidak sampai berbuat. Dan sebab belas kasih Alloh, manusia diberi keluasan waktu, sehingga banyak kesempatan untuk bisa berbuat taat.
٭ عَلِمَ قِلّـَة َ نُهُوضِ العِبَادِ الٰى مُعَاملَتِهِ فاَوجَبَ عليهم وُجُودَطاعتهِ فساقهُمْ اِليهابِسَلاسلِ الاِيجَابِ. عجِبَ رَبُّكَ من قومٍ يُساقوُنَ الٰى الجَنـَّةِ بالسَّلاسِلِ ٭
208. “ Alloh mengetahui kurang semangatnya hamba untuk mengerjakan taat, maka diwajibkan kepada mereka untuk melakukan taat, dan mereka itu ditarik dengan rantai kewajiban. Tuhanmu heran dengan kaum yang ditarik masuk surga dengan rantai.”
  Sesungguhnya Alloh itu memerintahkan kepada hambanya untuk beribadah dan taat, dengan cara memaksa yakni dengan kewajiban. Dan Alloh menakut-nakuti hambanya dengan neraka apabila tidak melakukan taat.

٭ اَوجَبَ عليك وُجُودَ خِدْمَتهِ ومااَوْجَبَ عليكَ الاَّ دخولَ جَنـَّتِهِ ٭
209. “ Alloh mewajibkan kepadamu berhidmah(berbuat Taat) kepada Alloh, padahal yang sebenarnya hanya mewajibkan kamu masuk kedalam surgaNya.”
 Pada kenyataan lahirnya hamba diwajibkan untuk taat beribadah kepadaAlloh, padahal sebenarnya ibadah yang diwajibkan atas hamba itu sedikitpun tidak bermanfaat kepada Nya, sebagaimana maksiat yang sama sekali tidak berpengaruh/mudhorot kepada Alloh. Adapun sesungguhnya taat ibadah yang diwajibkan atas hamba itu untuk kepentingan dan kebaikan hamba itu sendiri, yakni supaya hamba masuk surga. Sebagaimana diterangkan pada hikmah sebelumnya :  Alloh sangat heran dengan kaum yang harus ditarik dengan rantai (kewajiban), supaya mereka mau masuk surga. (yang seharusnya orang itu berebut untuk masuk surga, karena surga itu perkara yang agung, sangat indah dan penuh dengan kenikmatan dan kesenangan, tapi anehnya mereka tidak mau masuk surga, bahkan harus ditarik dengan rantai).  Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra berkata : Hendaknya engkau mempunyai satu wirid(amalan) yang tidak engkau lupakan selamanya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dan cinta kepada Alloh swt.

210. 
“JANGAN MERENDAHKAN KEKUASAN ALLOH

٭ مَنْ اِسْتَغرَبَ انْ يُنقِذَهُ اللهُ من شَهوَتهِ وان يُخْرِجَهُ من وجودِ غَفلتِهِ فقد اِسْتَعجَزَ القُدْرَةَ الاِلٰهِيَّة َوَكاَنَ اللهُ علٰى كُلِّ شىءٍ مُقـْتـَدِ رًا ٭
210. “ Barang siapa yang merasa jauh/tidak mungkin diselamatkan Alloh dari pengaruh hawa nafsu syahwatnya, atau dihindarkan dari kelalaiannya, maka berarti ia telah menganggap lemah kekuasaan Alloh. Firman Alloh : sesungguhnya Alloh itu berkuasa atas segala sesuatu.”
    Kita harus yakin terhadap Qudrat  (kekuasaan) Alloh secara mutlak tanpa kecuali, termasuk menyelamatkan hamba dari nafsu syahwat, dan menghindarkan dari kelalaian . dan qudrat Alloh itu bersamaan dengan Irodah-Nya, sehingga tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa Irodah dan QudratNya, apabila Alloh berkehendak, maka berjalanlah qudratnya dengan perintahNya: Sesungguhnya perintah Alloh jika menghendaki sesuatu, hanya berkata “Kun” maka terjadilah apa yang dikehendakiNya, pada saat yang ditentukanNya, dan menurut apa yang dikehendakiNya. 
  Maka dari itu jangan ada orang yang putus harapan dari rahmat Alloh, walau bagaimanapun keadaannya,. Tetapi juga jangan sampai mempermainkan dan meremehkan kekuasaan Alloh itu.  Alloh berfirman : katakanlah, Hai hambaku yang telah keterlaluan menjerumuskan diri (berbuat dosa), jangan kamu putus harapan dari rahmat Alloh, sesungguhnya Alloh sanggup mengampunkan semua dosa, sungguh Alloh maha pengampun lagi penyayang.


211-213.
 “ INGATLAH ANUGERAH NIKMAT ITU DARI ALLOH”

٭رُبَّما وردتِ الظلَمُ عليك لِيُعْرِفَكَ قدرَمامنَّ بهِ عليكَ ٭
211. “Terkadang kegelapan (macam-macamnya syahwat, maksiyat dan dosa) itu terjadi padamu, untuk mengingatkan kamu atas kebesaran anugerah nikmat yang diberikan Alloh kepadamu.”
٭ منْ لم يَعْرِفْ قدْرَ النِّعمِ بِوِجْدانهاَ عَرَّفَهاَبِوُجُودِ فِقدانهاَ ٭
212. “Barang siapa yang tidak mengetahui besarnya harga nikmat ketika adanya nikmat itu, maka Alloh akan memberi tahukan pada dia dengan hilangnya nikmat itu pada dirinya.”
 Kebanyakan manusia itu tidak tahu agung dan besarnya nikmat-nikmat yang dirasakan, kecuali ketika kehilangan nikmat tersebut.  Sehingga banyak yang bilang: orang yang tahu besarnya harga air, yaitu hanya orang yang dicoba kehausan dihutan, Kalau dia berada di tepi sungai yang mengalir, dia tidak akan tahu besarnya harga air.   
 Begitu juga dengan nikmat Rahmat, Hidayah, diberi kekuatan bisa beribadah dan taat, yang itu sebagai nikmat yang sangat besar, yang terkadang kita lupa kalau semua itu pemberian dari Alloh yang sangat besar dan agung. Sehingga terkadang kita akui kalau itu semua milik kita, kemampuan kita, hasil usaha kita dan lain-lain. Sehingga terkadang alloh memberi cobaan kepada kita berbuat dosa/maksiat (kegelapan), supaya kita sadar dan ingat bahwa semua nikmat itu atas pemberian Alloh yang wajib kita syukuri.
  Rosululloh saw. Bersabda : “ jika seseorang melihat orang yang lebih dari padanya kekayaan dan kesehatannya, maka hendaklah ia juga melihat kepada orang yang lebih menderita dari padanya.”   Dalam riwayat lain Rosululloh bersabda : “Lihatlah orang-orang yang dibawahmu, dan jangan melihat orang yang di atasmu, karena yang demikian itu akan menyebabkan meremehkan nikmat yang diberikan Alloh kepadamu”.
  Syeih Sariy as-Saqothi berkata : Siapa yang tidak menghargai nikmat, maka akan dicabut nikmat itu dalam keadaan ia tidak mengetahui.
  Syeih Fudhoil bin Iyadh ra. Berkata : Tetaplah mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang akan datang kembali. Sesungguhnya orang yang sangat mengetahui nikmatnya air itu, hanya orang yang benar-benar haus.
 Orang yang beruntung yaitu : orang yang pengertian dengan pengalaman (dengan kejadian) yang terjadi pada dirinya atau orang lain.  Dan siapa yang tidak mensyukuri nikmat berarti membiarkannya hilang, dan siapa yang mensyukuri nikmat berarti telah mengikat nikmat itu dengan tali ikatannya.
٭ لاَتـُدْهِشْكَ وَارِداتُ النِّعَمِ عَنِالقِيَامِ بحُقوقِ شُكْرِكَ فاِنَّ ذٰ لكَ مِمّاَ يَحُطُّ من وجُودِ قدْرِكَ ٭
213. “ Datangnya nikmat yang bermacam-macam kepadamu itu jangan sampai membingungkan kamu untuk menunaikan hak/ kewajiban  bersyukur kepada Alloh yang memberi nikmat,  sebab perasaan yang demikian  berarti merendahkan derajatmu dihadapan Alloh.”
Kita diperintah oleh Alloh untuk mensyukuri semua nikmat pemberianNya menurut kadar kemampuan yang diberikan Alloh kepada kita, bukan sebanyak nikmat Alloh yang diberikan. Sebabitu tidak mungkin kita laksanakan, karena Alloh memberi nikmat yang besar kepada kita sesuai dengan kebesaran Alloh, sedangkan kita harus mensyukuri nikmat menurut kadar kemampuan kita dari Alloh.
Nabi Dawud as. Berkata : Tuhanku, anak adam ini telah Engkau beri pada tiap helai rambut ada nikmat diatas dan dibawahnya, maka bagaimana akan dapat menunaikan syukur kepadaMu, Jawab Alloh : Hai Dawud, Aku memberi sebanyak-banyaknya, dan rela menerima yang sedikit, dan untuk mensyukuri nikmat itu bila engkau mengetahui bahwa nikmat yang ada padamu itu dari Aku(Alloh).
Umar bin Abdul Aziz ra berkata : tiadalah Alloh memberi nikmat kepada hamba, kemudian hamba mengucap “Alhamdulillah” , melainkan nilai pujian itu jauh lebih besar dari nikmat yang diberikan itu.

214-216.
“CARA MENGOBATI HAWA NAFSU”

٭ تَمَكُّنُ حَلاوَتِ الهَوٰى منَ القلْبِ هُوَالـدَّاءُ العِضاَلُ ٭
214,“Rasa manis (enak)nya hawa nafsu  yang telah menetap(memenuhi) dalam hati, adalah penyakit yang sulit untuk di obati.”
 Hati itu tempatnya Iman, Yaqin dan makrifat, ketiganya itu sebagai obat penyakit hati yang timbul dari hawa nafsu, apabila penyakit itu sudah menetap dan menguasai/ memenuhi hati, maka tidak ada tempat untuk obat. Disitulah letak repot dan sulitnya mengobatinya, sehingga sulit disembuhkan.
واصل كل معصية وغفلة وشهوة وشرك هو الرضا عن النفس.
“ Asal usul/pokok dari pada kemaksiatan, ghoflah (lupa pada Alloh), syahwat (kesenangan), dan kemusyrikan itu sebab ridho dengan hawa nafsu.

٭ لاَيُخْرجُ الشَهْوَاة َمِنَ القَلْبِ الاَّ خَوْفٌ مُزْعِجٌ اَوشَوْقٌ مُغْلقٌ ٭
215. “ Tidak ada yang bisa menyembuhkan/mengeluarkan kesenangan nafsu (yang sudah menetap) dalam hati, kecuali rasa takut yang menggetarkan, atau rindu yang menggelisahkan.”
Keinginan hawa nafsu yang sudah memenuhi hati itu sangat luar biasa pengaruhnya, maka untuk mengobatinya sangatlah sulit, hanyalah dengan rasa takut yang besar (menggetarkan)yaitu dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh tentang balasan dan ancaman Alloh, siksa bagi orang yang maksiat, ingat akan datangnya mati, dimasukkan dalam kubur, ditanya oleh malaikat munkar nakir, datangnya hari kiamat dan neraka. dan rasa rindu yang sangat, yaitu dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh tentang kemulyaan dan kenikmatan yang diberikan kepada orang-orang yang ahli taat kepada Alloh, dan para kekasihNya, berupa surga dan kenikmatan yang lebih lagi di dalamnya.

٭كمَالايُحِبُّ العملَ المُشْتَرَكَ كذٰلكَ لايُحِبُّ القلبَ المُشْتَرَكَ، العملُ المُتَرَكُ لاَيَقبَلهُ والقلبُ المُشترَكُ لاَيُقْبِلُ عليهِ ٭ِ
216. “ Sebagimana Alloh tidak suka dengan amal yang dipersekutukan dengan lainNya, begitu pula Alloh tidak suka dengan hati yang diperskutukan dengan lainNya.  Amal /ibadah yang dipersekutukan dengan sesuatu selain Alloh tidak akan diterima oleh Alloh,  dan hati yang dipersekutukan  maka Alloh tidak akan menghadapi/meridhoinya.”
Amal yang yang dipersekutukan yaitu : amal/ibadah yang kemasukan salah satu dari tiga hal : 1. Riya’ (amal yang karena makhluk), 2. Tashonnu’ (membaik-baikan amal di hadapan manusia) , 3. ‘Ujub ( merasa besar dan baik amalnya sendiri).  Sedangkan hati yang bersekutu yaitu : hati yang masih cinta kepada selain Alloh,dan masih mengharap dan takut atau masih bersandar kepada selain Alloh. Dan Alloh hanya menerima amal yang ikhlas karena Alloh, dan Alloh hanya mau menghadapi orang yang dihatinya hanya ada Alloh.

217-218.
“ANWAR SUPAYA MASUK DALAM HATI”

٭ اَنْوَارٌ اُذ ِنَ لهاَ فى الوُصُولِ وَاَنوارٌ اُذ ِنَ لهاَ فِى الد ُّخُولِ ٭
217. “ Anwar( beberapa nur Ilahi) itu ada dua macam :  Nur yang di izikan Alloh hanya sampai pada hati (luar hati), dan Nur yang di izinkan Alloh bisa masuk kedalam Hati.”
  Ada kalanya Nur itu hanya sampai dihati(luar hati), tidak masuk kedalam hati, mereka bisa melihat Alloh dan melihat dirinya, melihat dunia dan akhiratnya, masih cinta dunia dan cinta Akhiratnya, masih bersama dirinya dan bersama Alloh.  Apabila Nur itu sudah masuk kedalam hatinya, dalam pandangannya hanya ada Alloh, sehingga tidak ada yang dicinta, diharap, dan disembah melainkan Alloh semata-mata.
٭ رُبَّمَا وَرَدَ تْ عليكَ الاَنْوَارُ فَوَجَدَ تِ القَلْبَ مَحْشـُوًّابِصُوَارِالاٰثاَرِ فَاَرْ تَحلَتْ من حَيثُ نزَلَتْ ٭
٭ فَرِّغْ قَلبَكَ منَ الاغْيَارِ يَملَءُوهُ بِالمَعَارِفِ وَالاَسرَارِ ٭

218. “ Terkadang Nur Ilahi itu datang kepadamu, tetapi ketika didapati dalam hatimu penuh dengan gambar makhluk, maka ia kembali lagi ketempat asalnya.  kosongkanlah hatimu(dari makhluk),  niscaya Alloh akan memenuhinya dengan makrifat dan asror(ilmu).”
  Sebagaimana keterangan hikmah sebelumnya yaitu, nur yang diizinkan hanya sampai kehati, dan tidak bisa masuk kedalam hati, dilanjutkan dengan keterangan hikmah ini bahwa nur Ilahi (makrifat) itu datang kehati hamba, tapi berhubung dalam hati itu penuh dengan gambaran makhluk dan kotor sebab dosa dan maksiat, maka nur tersebut tidak bisa masuk kehati karena sudah tidak ada tempat lagi. Keterangan hikmah ini sudah diterangkan pada hikmah ke 13 terdahulu, yaitu : Bagaimana hati bisa terang, sedang gambar-gambar dunia/makhluk masih melekat dalam cermin hati.
Maka supaya Nur Ilahi bisa diizinkan masuk dan menetap kedalam hati dan ilmu makrifat dan asror bisa bercahaya dalam hati, haruslah mengkosongkan hati dari keduniaan dan segala sesuatu selain Alloh (makhluk).
Bila cermin hati itu bersih dari kotoran dan gambar-gambar dunia, maka Nur/cahaya Ilahi itu bisa ditangkap oleh cermin itu.

٭ لاَتَسْتَبْطِىءْ منهُ النَّوَّالَ ولٰكِنِ استَبْطىِءْ من نَفْسِكَ وُجُودَالاِقبالِ ٭

219. “ Jangan merasa/menganggap lambat datangnya karunia pemberian Alloh, tetapi hendaknya merasakan kelambatan dirimu(hatimu) dalam menghadap kepada Tuhanmu.”
  Janganlah menganggap Alloh memperlambat pemberiannya kepadamu, tidak segera mengabulkan do’a dan hajat-hajatmu, tapi rasakan lambatnya dirimu dalam menghadap kepada Alloh.  Syeih Ma’ruf Al-Karkhi ra berkata : Mencari/berharap masuk surga tanpa amal(kebaikan), itu dosa dari beberapa dosa, mengharap syafa’at (pertolongan) tanpa melalui sebab, itu bagian dari ghurur (mengada-ada), dan mengharap rahmat tanpa ketaatan itu perbuatan bodoh dan sia-sia.
Sedang kan menghadap kepada tuhanmu itu berarti : menunaikan hak/kewajiban, hak-hak/kewajiban itu ada dua bagian, sebagaimana hikmah ini:

217-218.
“ANWAR SUPAYA MASUK DALAM HATI”

٭ اَنْوَارٌ اُذ ِنَ لهاَ فى الوُصُولِ وَاَنوارٌ اُذ ِنَ لهاَ فِى الد ُّخُولِ ٭
217. “ Anwar( beberapa nur Ilahi) itu ada dua macam :  Nur yang di izikan Alloh hanya sampai pada hati (luar hati), dan Nur yang di izinkan Alloh bisa masuk kedalam Hati.”
  Ada kalanya Nur itu hanya sampai dihati(luar hati), tidak masuk kedalam hati, mereka bisa melihat Alloh dan melihat dirinya, melihat dunia dan akhiratnya, masih cinta dunia dan cinta Akhiratnya, masih bersama dirinya dan bersama Alloh.  Apabila Nur itu sudah masuk kedalam hatinya, dalam pandangannya hanya ada Alloh, sehingga tidak ada yang dicinta, diharap, dan disembah melainkan Alloh semata-mata.
٭ رُبَّمَا وَرَدَ تْ عليكَ الاَنْوَارُ فَوَجَدَ تِ القَلْبَ مَحْشـُوًّابِصُوَارِالاٰثاَرِ فَاَرْ تَحلَتْ من حَيثُ نزَلَتْ ٭
٭ فَرِّغْ قَلبَكَ منَ الاغْيَارِ يَملَءُوهُ بِالمَعَارِفِ وَالاَسرَارِ ٭

218. “ Terkadang Nur Ilahi itu datang kepadamu, tetapi ketika didapati dalam hatimu penuh dengan gambar makhluk, maka ia kembali lagi ketempat asalnya.  kosongkanlah hatimu(dari makhluk),  niscaya Alloh akan memenuhinya dengan makrifat dan asror(ilmu).”
  Sebagaimana keterangan hikmah sebelumnya yaitu, nur yang diizinkan hanya sampai kehati, dan tidak bisa masuk kedalam hati, dilanjutkan dengan keterangan hikmah ini bahwa nur Ilahi (makrifat) itu datang kehati hamba, tapi berhubung dalam hati itu penuh dengan gambaran makhluk dan kotor sebab dosa dan maksiat, maka nur tersebut tidak bisa masuk kehati karena sudah tidak ada tempat lagi. Keterangan hikmah ini sudah diterangkan pada hikmah ke 13 terdahulu, yaitu : Bagaimana hati bisa terang, sedang gambar-gambar dunia/makhluk masih melekat dalam cermin hati.
Maka supaya Nur Ilahi bisa diizinkan masuk dan menetap kedalam hati dan ilmu makrifat dan asror bisa bercahaya dalam hati, haruslah mengkosongkan hati dari keduniaan dan segala sesuatu selain Alloh (makhluk).
Bila cermin hati itu bersih dari kotoran dan gambar-gambar dunia, maka Nur/cahaya Ilahi itu bisa ditangkap oleh cermin itu.

٭ لاَتَسْتَبْطِىءْ منهُ النَّوَّالَ ولٰكِنِ استَبْطىِءْ من نَفْسِكَ وُجُودَالاِقبالِ ٭

219. “ Jangan merasa/menganggap lambat datangnya karunia pemberian Alloh, tetapi hendaknya merasakan kelambatan dirimu(hatimu) dalam menghadap kepada Tuhanmu.”
  Janganlah menganggap Alloh memperlambat pemberiannya kepadamu, tidak segera mengabulkan do’a dan hajat-hajatmu, tapi rasakan lambatnya dirimu dalam menghadap kepada Alloh.  Syeih Ma’ruf Al-Karkhi ra berkata : Mencari/berharap masuk surga tanpa amal(kebaikan), itu dosa dari beberapa dosa, mengharap syafa’at (pertolongan) tanpa melalui sebab, itu bagian dari ghurur (mengada-ada), dan mengharap rahmat tanpa ketaatan itu perbuatan bodoh dan sia-sia.
Sedang kan menghadap kepada tuhanmu itu berarti : menunaikan hak/kewajiban, hak-hak/kewajiban itu ada dua bagian, sebagaimana hikmah ini:

220-221.
 “HATI-HATI DENGAN WAKTU/UMUR”

٭ حُقُوقٌ فِى الاوقَاتِ يُمكِنُ قضَاءُوهاَ وحقوقُ الاَوْقاتِ لاَ يُمكِنُ قضاَءوهَا ٭
٭ اِذ ْماَ مِنْ وَقْتٍ يَرِدُ الاَّ وَللهِ عليكَ فِيهِ حقّ ٌجَدِيدٌ واَمْرٌ اكيدٌ فكيفَ تَقـْضِى فيهِ حَقّ َغَيْرِهِ وَانتَ لمْ تَقْضِ حقّ َاللهِ فيْهِ ٭
٭
220. “ Hak/kewajiban-kewajiban didalam waktu itu mungkin dapat diqodho’inya, tetapi hak-haknya waktu itu tidak mungkin bisa di qodho’(diulangi)nya,.  Sebab tiada suatu waktu melainkan ada hak dan kewajiban yang baru dan perkara penting yang harus kau penuhi, maka bagaimanakah engkau akan menyelesaikan hak lainnya, sedang engkau belum menyelesaikan/memenuhi hak/kewajibanmu kepada Alloh dalam waktu itu.”
Hak-hak (kewajiban yang ada dalam waktu yaitu: ibadah-ibadah seperti sholat puasa zakat danlainnya, bila tidak bisa dikerjakan pada waktunya, bisa di qodho’ pada waktu lainnya. Tetapi hak-hak waktu itu sendiri yakni apa yang disediakan diberikan Alloh untuk hamba waktu itu, jika tidak dilaksanakan hak-haknya tidaklah mungkin bisa di qodho’inya.  Syeih Abul Abbas Al-Mursy berkata : “waktu-waktu yang diberikan kepada hamba itu ada empat tidak lima : 1. Nikmat, 2. Bala’, 3. Taat, 4. Maksiat. Dan Alloh mewajibkan kepadamu tiap-tiap waktu itu ada bagian ibadah yang harus kamu penuhi dengan hukum-hukumnya Tuhan. Barang siapa didalam waktu taat, maka hak/kewajiban yang harus dipenuhi yaitu memandang anugerah dari Alloh, apabila dalam waktu mendapat kenikmatan, maka dengan bersyukur  yaitu: senangnya hati karena Alloh, apabila dalam waktu maksiat, maka yang harus dipenuhi yaitu Taubat dan minta ampun, apabila waktu mengalami bala’ ujian, maka harus bersabar dan ridho.”   Rosululloh saw. Bersabda : “ siapa yang diberi lalu bersyukur, dan di uji lalu bersabar, dan dianiaya lalu memaafkan dan berdosa lalu minta ampun. Rosul kemudian diam sejenak. Sahabat bertanya : kemudian apakah ya Rosululloh untuknya ?  nabi menjawab :  mereka orang yang pasti mendapat kesejahteraan (diakhirat), dan merekalah orang yang mendapat petunjuk/hidayah (didunia).”

٭ ماَفَاتَ مِنْ عُمرِكَ لاَ عوَضَ لَهُ وماَ حَصَلَ لكَ منهُ لاَ قِيْمَة َلَهُ ٭
221. “ Umur (usia) hidupmu yang telah hilang (lewat)itu tidak ada gantinya(tidak dapat kembali), sedang perkara yang berhasil (dalam hidupmu) itu tidak dapat dinilai harganya.”

 Umur seorang mukmin itu sebagai pokok hartanya, dengan harta itu bisa beruntung bisa juga rugi, barang siapa bersungguh-sungguh maka dia akan beruntung, dan siapa yang menyia-nyiakan pasti akan merugi.apabila waktu umurnya terlewatkan selain untuk taat kepada Alloh, maka tidak ada gantinya, dan apabila telah pergi maka tidak akan kembali selamanya.
   Rosululloh bersabda :   “setiap waktu yang telah lewat dari( umur) hamba, yang tidak untuk berdzikir kepada Alloh pada waktu itu, besok dihari kiamat pasti menyesal dan merugi.”
    Sayyidina Ali berkata kepada Sayyidatina Fatimah : ketika membuat makanan, buatlah yang halus dan lunak (tidak keras), karena makanan yang lunak dan yang keras itu lima puluh kali tasbih bandingannya.
   Maka dari itu para Ulama’ Salafussholih, sangat memperhatikan dan menjaga nafasnya, dan cepat-cepat mencari keuntungan pada setiap masa dan waktu. Mereka tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar